Saksi Penyalahgunaan Kredit Sritex Mangkir dari Kejaksaan

2 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Saksi kasus dugaan korupsi dalam pemberian dan penyalagunaan kredit (side streaming) di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mangkir dari panggilan Kejaksaan Agung pada hari ini, Selasa, 22 April 2025. Sebelumnya Kejaksaan mengagendakan pemeriksaan Manajer Accounting PT Senang Kharisma Textile (Sritex Group) Yefta Bagus Setiawan sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan Yefta Bagus tidak menghadiri panggilan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tidak hadir,” kata Harli kepada Tempo saat dihubungi, Selasa, 22 April 2025. 

Pemanggilan ini diketahui dari surat bernomor SPS-1905/F.2/Fd.2/04/2025 tertanggal 15 April 2025 yang dilihat Tempo. Kejaksaan Agung mulanya menjadwalkan pemeriksaan Yefta di Ruang Pemeriksaan Gedung Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus pada Selasa, 22 April 2025 pukul 09.00 WIB. 

Kejaksaan Agung diketahui mengusut kasus ini sejak 25 Oktober 2024 lalu. Kasus tersebut diduga menyeret PT Bank Negara Indonesia (BNI), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB), PT Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, kreditur Sritex yang berstatus sebagai bank plat mereah. Perintah penyidikan datang melalui Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-62/F.2/Fd2/10/2024. 

Sebelumnya, merujuk pada laporan Tempo, Badan Reserse Kriminal Polri juga sempat mengusut kasus yang sama. Setelah Sritex dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI mengusut dugaan tindak pidana berupa penyelewengan penyaluran kredit ke perusahaan tekstil tersebut. Dalam warkat yang dilihat Tempo, polisi pun telah memeriksa pimpinan Bank Permata dan Bank Muamalat selaku kreditur Sritex dengan surat bernomor B/Und-2190/XI/RES.1.9./2024/Dittipideksus tertanggal 26 November 2024 atas laporan informasi bernomor R/LI/157/X/RES.1.9./2024/Dittipideksus tertanggal 30 Oktober 2024.

Saat itu polisi menduga tindak pidana ini melanggar pasal 372 KUHP dan/atau pasal 263 KUHP dan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Polisi menduga dalam permohonan dan pencairan fasilitas kredit serta pembiayaan bank, Sritex menggunakan dokumen palsu, menggelembungkan nilai piutang, mengagunkan aset secara berganda, menggunakan utang tidak sesuai dengan peruntukannya, hingga melakukan pencucian uang atas pencairan kredit tersebut. Sritex diduga merugikan bank dan pemberi pinjaman lain senilai Rp 19,963 triliun.

Kini status Sritex sudah pailit dan seluruh asetnya telah dikuasai oleh kurator pailit. Namun demikian pemerintah masih berupaya mencari skema agar perusahaan bisa beroperasi kembali agar pegawai mereka dapat bekerja kembali dan tidak ada PHK massal. 

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |