TEMPO.CO, Jakarta - Kapolsek Pesanggrahan Ajun Komisaris Polisi Seala Syah Alam merespons mengenai kinerja kepolisian yang kian kurang dipercaya oleh publik. Ia mengklaim selama ini instansinya selalu melakukan yang terbaik kepada masyarakat Indonesia.
"Kami berbuat. Jadi, hantaman sebesar apa pun yang terjadi di luar sana, pandangan seburuk apa pun yang terjadi melalui institusi Polri, kami di Polsek Pesanggrahan berbuat yang terbaik untuk masyarakat," ucap Seala saat ditemui di kantornya, Jakarta Selatan, pada Senin, 7 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama memimpin sebagai Kepala Polisi Sektor Pesanggrahan, Seala mengklaim selalu menekankan tiga tugas sebagai anggota Polri. Tugas itu meliputi pelindung pengayoman masyarakat, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), serta melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana.
"Tidak ada polisi di Indonesia ini yang punya tugas berbeda. Sama ini, tiga ini tugasnya polisi dan itu yang saya selalu tekankan kepada masyarakat dan juga kepada anggota," kata dia.
Sebelumnya, kinerja Polri sepanjang 2024 didominasi sentimen negatif di media sosial. Dari 7.128.944 interaksi yang tercatat, sebanyak 46 persen atau 3.311.485 interaksi bernada negatif. Data ini diungkapkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam acara rilis akhir tahun di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan.
"Sentimen positif hanya mencapai 37 persen atau 2.569.975 interaksi, sedangkan netral berada di angka 18 persen," ujar Sigit dalam pidatonya di acara Rilis Akhir Tahun Polri di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 31 Desember 2024.
Analisis internal Polri menunjukkan sentimen negatif, kata dia, lebih sering muncul akibat tindakan kontraproduktif yang melibatkan personel Polri. Terbaru, dalam dua bulan terakhir pada 2025, terdapat enam kejahatan yang dilakukan oleh polisi. Dari intimidasi terhadap grup band Sukatani, penganiayaan terhadap pencari bekicot di Jawa Tengah, pembunuhan bayi hingga dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh seorang kepala kepolisian resor di Nusa Tenggara Timur.
Dikutip dari Koran Tempo berjudul "Akar Masalah Kejahatan Polisi dan Solusinya" edisi 14 Maret 2025, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai kasus-kasus tersebut menjadi alarm serius bagi kepolisian. "Aparat negara yang sejatinya menjadi pengayom dan pelindung masyarakat justru melakukan kekerasan, salah tangkap, menyiksa, mencabuli, dan membunuh warga," ujarnya pada Kamis, 13 Maret 2025.
Menurut Usman, akar masalah berulangnya kejahatan dan kekerasan oleh polisi adalah menjamurnya budaya impunitas di dalam kepolisian. Selama ini, ucap dia, polisi cenderung membiarkan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya, tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Amnesty International mengatakan banyaknya kejahatan yang melibatkan polisi menunjukkan urgensi reformasi kepolisian yang lebih mendalam. Usman menyoroti pentingnya akuntabilitas di tingkat pimpinan kepolisian agar reformasi yang dilakukan tidak hanya menjadi wacana tanpa hasil nyata.
Reformasi di kepolisian, kata dia, harus melibatkan perubahan sistemik yang menyeluruh, bukan sekedar revisi aturan atau pelatihan teknis. Usman mengatakan setiap pelanggaran yang melibatkan polisi, harus diusut secara transparan. Pelaku wajib mendapatkan sanksi pidana yang setimpal agar keadilan bagi korban dan keluarganya benar-benar terwujud.