Tren Perempuan Gugat Cerai, Benarkah Perempuan Makin Berdaya?

10 hours ago 5

CANTIKA.COM, Jakarta - Fenomena perempuan yang lebih banyak menggugat cerai dibanding laki-laki bukan sekadar angka statistik. Di balik data itu, ada narasi besar tentang kesadaran, keberanian, dan perubahan cara pandang perempuan terhadap pernikahan dan dirinya sendiri. 

Psikolog Anisa Cahya Ningrum menjelaskan bahwa peningkatan kasus cerai gugat menunjukkan transformasi sosial yang signifikan: perempuan kini semakin sadar akan hak dan kesejahteraan mereka.

Menurut Anisa, faktor utama yang membuat perempuan lebih banyak menggugat cerai adalah meningkatnya kesadaran akan hak-hak yang mereka miliki. Akses informasi yang luas tentang hukum dan kesehatan mental memberi perempuan pemahaman baru tentang kualitas hidup yang layak diperjuangkan.

“Perempuan sekarang lebih tahu apa yang pantas mereka dapatkan dalam hubungan. Mereka tidak lagi ragu untuk mengambil langkah hukum jika merasa tidak bahagia,” ujar Anisa kepada Cantika, Minggu, 2 November 2025. 

Kemandirian finansial juga menjadi salah satu pilar penting. Dengan kemampuan ekonomi yang lebih stabil, perempuan merasa memiliki kendali atas kehidupannya tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pasangan.

Perubahan Peran Sosial dan Ekonomi

Perubahan besar dalam struktur sosial dan ekonomi turut memengaruhi keberanian perempuan dalam mengambil keputusan berisiko seperti perceraian. “Menikah dan bercerai sama-sama memiliki risiko. Tapi perempuan yang berani menggugat cerai biasanya sudah memiliki perhitunganbaik dari segi finansial maupun kesehatan mental,” tutur Anisa.

Kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan mental membuat banyak perempuan memilih keluar dari hubungan yang menekan. Mereka memahami bahwa bertahan dalam relasi yang toksik bukanlah bentuk kesetiaan, melainkan pengabaian terhadap diri sendiri.

Dari Tabu Menjadi Wajar

Jika dahulu perempuan yang menggugat cerai sering dianggap “tidak tahu diri”, kini stigma itu mulai memudar. Masyarakat mulai melihat keputusan tersebut sebagai bentuk keberanian. “Sekarang, sudah semakin lumrah ketika perempuan menggugat cerai, terutama bila terlihat jelas bahwa ia berada di posisi yang tertekan atau menderita,” jelas Anisa.

Perubahan persepsi ini juga didorong oleh narasi publik yang lebih terbuka terhadap isu kesetaraan gender dan kesehatan mental.

Dari sisi psikologis, Anisa mengungkap bahwa titik balik yang paling sering terjadi pada perempuan hingga akhirnya menggugat cerai adalah tekanan mental yang berkepanjangan. “Banyak istri yang merasa sudah tidak punya energi lagi untuk bertahan, baik karena beban emosional maupun karena masalah ekonomi yang tak terselesaikan,” katanya.

Keterbatasan finansial, beban peran ganda, hingga tanggung jawab ekonomi yang justru ditanggung istri sering menjadi pemicu utama. Selain itu, pertimbangan terhadap kesehatan mental anak juga kerap menjadi alasan kuat. Banyak perempuan akhirnya menyadari bahwa memutus hubungan yang tidak sehat justru bisa menjadi langkah terbaik untuk anak-anak mereka.

Fenomena meningkatnya angka cerai gugat bukan sekadar refleksi dari meningkatnya konflik rumah tangga, tetapi lebih kepada kesadaran baru bahwa perempuan memiliki hak untuk memilih hidup yang lebih sehat, aman, dan bermartabat. Seperti dikatakan Anisa Cahya Ningrum, “Keputusan untuk bercerai bukanlah tanda kelemahan, tapi bentuk keberanian untuk kembali menemukan diri sendiri.”

Pilihan Editor: 3 Alasan Pasangan Cerai setelah Belasan atau Puluhan Tahun Menikah

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |