TEMPO.CO, Depok - Pemerintah Kota Depok belum melaksanakan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi agar anak nakal dikirim ke barak militer. Wali Kota Depok Supian Suri mengatakan, mereka masih menjajaki soal anggaran dan akan belajar dari Kabupaten Purwakarta yang telah melaksanakan program tersebut.
"Kami coba pelajari yang digulirkan oleh Purwakarta. Nanti seperti apa, ya mudah-mudahan juga bisa kami implementasikan di Kota Depok," Kata Supian, Jumat, 2 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Supian mengungkapkan, berdasarkan kajian awal ada dua opsi, yakni membuat seperti di Purwakarta atau bergabung di sana. "Pilihannya ya dua itu dari kajian awal kami," kata Supian.
Kendati demikian, Supian berharap tidak banyak anak di Depok yang masuk kategori nakal dan harus mengikuti pembinaan semimiliter itu seperti di Purwakarta. "Sehingga kita cukup mengirimkan, biar nggak terlalu harus buat punya sekolah masing-masing seperti itu," kata Supian.
Supian mengatakan program pembinaan anak nakal di Purwakarta sudah berjalan di Markas Resimen Armed 1/Sthira Yudha/1 Kostrad Purwakarta. Sehingga, pihaknya segera membahas dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
"Jadi teman-teman masih menjajaki, apakah kita perlu bangun sendiri atau buat sendiri, atau kita cukup mengirimkan saja. Ya, mudah-mudahan Insya allah enggak harus ada yang masuk sekolah di sana ya," ucap Supian.
Sebelumnya rencana Dedi Mulyadi mengirim anak nakal ke barak militer banyak mendapat kritikan. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro merespons rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirim anak bermasalah ke barak TNI. Atnike mengharapkan Dedi meninjau ulang wacana tersebut.
“Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi, civic education,” kata Atnike ditemui usai acara di kantor Komnas HAM, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 2 Mei 2025.
Menurut Atnike, tidak ada permasalahan saat anak hanya pergi ke barak untuk pemahaman mengenai pendidikan karier tentara. Tetapi apabila rencana membawa anak itu dalam konteks pendidikan militer, maka itu tidak tepat. “Keliru jika itu dalam bentuk hukuman. Itu proses di luar hukum, kalau tidak berdasarkan hukum pidana atau hukum pidana bagi anak di bawah umur,” kata dia.
Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam artikel ini