TEMPO.CO, Medan - Delima Silalahi, aktivis lingkungan di Kabupaten Toba, Sumatera Utara, mendapat kiriman paket berisi bangkai seekor burung berdarah di rumahnya di kawasan Silangit, Toba, pada Jumat pagi. Paket yang dikemas dalam kotak kardus dengan stiker bertulisan 'Kepada: Delima' di atasnya itu tak diketahui siapa pengirimnya.
Delima mengetahui adanya paket sekitar pukul 08.15 WIB. Saat itu, seorang pekerja di rumahnya memberi tahu kalau ada paket itu di atas meja di ruangan terbuka yang biasa dipakai Delima menerima tamu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ibu tersebut bilang ke saya ada paket. Saya tak menaruh curiga.Setelah membuka kotak, isinya seekor burung mati dengan kondisi berdarah," kata Delima kepada Tempo, Jumat 30 Mei 2025.
Delima menduga kiriman itu bentuk teror kepadanya. Dia merujuk kepada aksi menuntut penutupan PT Toba Pulp Lestari. Tuntutan ini juga keras disuarakan pimpinan gereja HKBP karena memandang TPL memicu krisis ekologi dan sosial.
Delima mengungkap akan bersama Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat atau KSPPM menemui Kapolres Toba, Kapolres Humbang Hasundutan, Kapolres Tapanuli Utara, dan Kapolres Samosir tentang dugaan teror tersebut. "Kami akan meminta kepolisian menciptakan situasi kondusif," katanya.
Lebih jauh Delima menduga teror burung mati berdarah untuknya terhubung dengan demonstrasi dari para buruh PT TPL pada 26 Mei 2025 yang menyerukan dirinya ditangkap. Nama delima dan dua pegiat lingkungan disebut sebagai penyebab konflik masyarakat dengan TPL.
Dihubungi terpisah, Corporate Communication Head TPL, Salomo Sihotang, membantah kalau perusahaan berada di balik demo buruh pada 26 Mei lalu. Apalagi sampai menyerukan adanya penangkapan.
Dia mengaku kalau TPL membuka ruang dialog dan menerima masukan dari semua pihak yang ingin menciptakan keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di wilayah Tano Batak. "Kami menghargai hak setiap pihak untuk menyampaikan pendapat, namun berharap hal tersebut didasarkan pada data dan fakta yang akurat," kata Salomo.
Ia menambahkan, audit menyeluruh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap TPL telah dilakukan pada 2022–2023. Hasilnya menyatakan TPL taat mematuhi seluruh regulasi serta tidak ditemukan pelanggaran terhadap aspek lingkungan maupun sosial.