Alasan Karyawan BRI Selalu Loloskan Pengajuan Kredit Fiktif Purnawirawan TNI AD

1 day ago 4

TEMPO.CO, Jakarta -  Eks karyawan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi kredit fiktif BRIguna, Djainudin, mengungkapkan alasannya meloloskan permohonan kredit yang diajukan oleh mantan anggota TNI AD Pembantu Letnan Dua atau Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono. Dia menyatakan hanya akan meloloskan permohonan kredit yang berkasnya telah lengkap.

“Ya karena data-datanya sudah lengkap,” ujar Djainudin dalam agenda sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi kredit fiktif BRIguna di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, pada Kamis, 10 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan data-data nasabah pemohon kredit yang diajukan oleh Singgih merupakan nasabah lama di BRI, sehingga dia tidak menaruh kecurigaan sama sekali. “Kebetulan (yang mengajukan kredit) juga nasabah lama, bukan nasabah baru. Nasabah yang top up semua,” kata dia.

Djainudin menjelaskan proses verifikasi keaslian data bukanlah tanggung jawabnya sebagai Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM) BRI. Verifikasi merupakan kewajiban dari pejabat pamrakarsa untuk melakukan pengecekan secara langsung. Dalam kasus kredit fiktif BRIguna di BRI Unit Menteng Kecil ini, terdakwa Nadia Sukmarina yang memiliki peran tersebut. 

Saksi lainnya, Fahrurrazi juga menyatakan hal yang sama. Razi menyebut kelengkapan berkas menjadi syarat utama pengajuan kredit dapat diproses oleh bank. “Seingat saya selalu lengkap dan dengan dasar itulah proses (pengajuan kredit) bisa dilanjut,” ucap dia.

Selain memeriksa Djainudin dan Fahrurrazi, persidangan tersebut juga turut memeriksa saksi lainnya yakni Ni Putu Trisna Widiyati dan Weti Wiguna. Djainudin dan Ni Putu Trisna merupakan mantan Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM) di Kantor Cabang BRI Tanah Abang yang membawahi BRI Unit Menteng Kecil. Mereka bertugas dalam jangka waktu terjadinya pemalsuan data calon debitur BRIguna yang dilakukan oleh Singgih. Sedangkan, Fahrurrazi saat ini merupakan customer service dan Weti Wiguna adalah teller di BRI.

Adapun Dwi Singgih Hartono didakwa telah memalsukan data pengajuan permohonan kredit BRIguna sejak 2016 hingga 2023, hingga merugikan negara kurang lebih Rp 64,74 miliar. Singgih memalsukan data orang-orang yang dia sebut sebagai anggota TNI AD di Bekang Kostrad Cibinong, Bogor, Jawa Barat untuk diajukan sebagai calon debitur BRIguna. 

Singgih menyalahgunakan kewenangannya yang saat itu bertugas sebagai Juru Bayar dan Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai di Bekang Kostrad Cibinong. Surat dakwaan terhadap Singgih dan terdakwa lainnya dibacakan bergantian oleh jaksa koneksitas dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, pada Kamis, 13 Februari 2025. 

Kasus korupsi ini terjadi dalam dua perkara. Perkara pertama terjadi di BRI Unit Menteng Kecil dengan empat orang terdakwa. "Telah mengakibatkan kerugian negara cq PT BRI (Persero) Unit Menteng Kecil setidak-tidaknya sejumlah Rp 57.048.784.586, sesuai dengan LHAPKKN dari BPKP Nomor PE.03.03/SR/SP-1158/D5/02//2024 tanggal 24 Oktober 2024," ujar jaksa pada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, pada Kamis, 13 Februari 2025.

Dalam perkara ini, selain Singgih, ada tiga internal BRI yang terlibat dan turut didakwa. Pertama, Nadia Sukmarina yang merupakan karyawan BRI Cabang Menteng Kecil periode Januari 2022 sampai 2023. 

Kedua, Rudi Hotma yang merupakan Kepala Unit BRI Cabang Menteng Kecil periode Desember 2019 sampai Januari 2022. Ketiga, Heru Susanto yang merupakan Kepala Unit BRI Cabang Menteng Kecil periode Januari 2022 sampai 2023. 

Tindak pidana korupsi tersebut telah memperkaya Singgih sebear Rp 56,79 miliar, Nadia Sukmarina sebesar Rp 29,8 juta, Rudi sebesar Rp 65,5 juta, serta Heru Rp 26,5 juta. Selain itu, kredit fiktif itu juga menguntungkan almarhum Antonius HPP sebesar Rp 20 juta, Muyasir Rp 4 juta, saksi Wiwin Tinni Rp 1 juta, Maman Rp 53,5 juta, dan Sutrisno sebesar Rp 53,5 juta. 

Jaksa menjelaskan, Singgih memberikan imbalan kepada Maman dan Sutrisno  berupa uang senilai Rp 500 ribu per satu dokumen pengajuan kredit. Data tersebut kemudian diserahkan kepada Nadia, Rudi Hotma, dan Heru untuk diproses. 

Namun, Nadia yang saat itu menjabat sebagai pejabat pemrakarsa dalam pemberian kredit tidak memverifikasi kebenaran data tersebut. Dia langsung menyerahkannya kepada Antonius HPP yang ketika itu mengepalai Kantor BRI Cabang Menteng Kecil, hingga akhirnya kredit disetujui. Tindakan tersebut dilakukan berulang hingga jabatan Kepala Unit BRI Cabang Menteng Kecil berganti dari Rudi Hotma menjadi Heru Susanto.

Annisa Febiola berkontribusi dalam artikel ini.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |