TEMPO.CO, Bandung - Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengingatkan potensi bahaya letusan freatik Gunung Tangkuban Parahu. Hal ini mengingat intensitas hujan yang masih tinggi di sekitar wilayah gunung tersebut.
“Perlu diwaspadai potensi bahaya berupa erupsi freatik, yaitu erupsi yang terjadi tanpa ada peningkatan gejala vulkanik yang jelas atau signifikan. Erupsi freatik jika terjadi dapat disertai hujan abu dan lontaran material di sekitar kawah,” kata dia, dalam keterangannya, Senin, 2 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wafid mengatakan sifat erupsi Gunung Tangkuban Parahu didominasi jenis letusan freatik yang disebabkan terjadinya kontak air dengan magma atau material panas di dalam gunung api tanpa ada keluarnya magma ke permukaan. Sementara saat ini curah hujan di sekitar wilayah Gunung Tangkuban Parahu masih relatif tinggi.
“Saat air (air tanah, air hujan, atau danau kawah) bertemu dengan material vulkanik panas, terjadi pemanasan yang sangat cepat, menghasilkan uap dengan tekanan tinggi dan menghasilkan erupsi freatik,” kata dia.
Wafid mengatakan pantauan Badan Geologi saat ini mendapati aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu didominasi oleh gempa-gempa frekuensi rendah yang mengindikasikan aktivitas gerakan fluida di kedalaman dangkal atau dekat permukaan.
“Peningkatan gempa frekuensi rendah ini berkorelasi dengan peningkatan intensitas embusan gas. Peningkatan ini dapat terjadi karena perubahan (akumulasi) tekanan di kedalaman dangkal, sementara itu indikasi akumulasi tekanan dari magma dalam yang belum teramati,” kata dia.
Badan Geologi saat ini masih mempertahankan status aktivitas Gunung Tangkuban Parahu dalam status Level I atau Normal. Kendati demikian ada sejumlah rekomendasi untuk menghindari potensi bahaya di gunung tersebut, di antaranya agar tidak mendekat ke dasar kawah, tidak berlama-lama dan tidak menginap di area kawah aktif di Gunung Tangkuban Parahu.
“Segera menjauhi/meninggalkan area sekitar kawah jika teramati peningkatan intensitas/ketebalan asap kawah dan/atau jika tercium bau gas yang menyengat untuk menghindari potensi bahaya paparan gas beracun maupun erupsi freatik,” kata Wafid.
Badan Geologi mencatat aktivitas erupsi terakhir Gunung Tangkuban Parahu terjadi tahun 2019 berupa erupsi freatik di Kawah Ratu, yakni pada tanggal 26 Juli 20219 pukul 15.48 WIB.
Peningkatan aktivitas erupsi yang cukup signifikan kala itu menyebabkan Badan Geologi sempat menaikkan status aktivitas gunung tersebut menjadi Level II atau Waspada pada 2 Agustus 2019 pukul 08.00 WIB. Setelah menjalani fase erupsi selama tiga bulan, aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu menurun hingga statusnya diturunkan menjadi Level I atau Normal hingga saat ini.
Pantauan Badan Geologi, aktivitas Gunung Tangkuban Parahu saat ini berupa embusan asap dari Kawah Ratu berwarna putih dengan intensitas tipis hingga tebal dengan ketinggian antara 5-100 meter di atas dasar kawah. Rekaman kegempaan pada 30 Mei 2025 hingga 1 Juni 2025 terjadi peningkatan gempa embusan berkisar 21-37 kejadian, serta gempa low frekuensi mencapai 100 kejadian.
Gunung Tangkuban Parahu berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Subang, Jawa Barat. Gunung Tangkuban Parahu memiliki sembilan kawah dengan dua kawah utama berada di area puncak, yakni Kawah Ratu dan Kawah Upas. Letusan Gunung Tangkuban Parahu umumnya berupa letusan freatik di Kawah Ratu.
“Masyarakat diharap tenang, beraktivitas seperti biasa, tidak terpancing isu-isu tentang erupsi Gunung Tangkuban Parahu,” kata Wafid.