CANTIKA.COM, Jakarta - Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti pernah menghadapi tekanan, stres, atau situasi sulit. Mulai dari masalah pekerjaan, hubungan pribadi, hingga tantangan kesehatan mental, semuanya bisa membuat kita merasa kewalahan. Untuk bisa bertahan dan tetap waras di tengah tekanan tersebut, kita membutuhkan sesuatu yang disebut coping mechanism atau mekanisme penanggulangan stres.
Apa sebenarnya coping mechanism itu? Mengapa penting untuk memahaminya? Dan bagaimana memilih coping mechanism yang sehat dibanding yang justru merugikan? Cantika akan membahasnya secara lengkap dan mudah dipahami.
Apa Itu Coping Mechanism?
Dilansir dari NCBI, coping mechanism adalah berbagai cara atau strategi yang dilakukan seseorang untuk mengatasi stres, emosi negatif, atau kondisi yang membuatnya tidak nyaman secara mental maupun emosional. Coping mechanism ini bisa berupa tindakan, pikiran, atau kebiasaan yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar.
Namun, tidak semua coping mechanism berdampak baik. Ada strategi yang justru memperburuk kondisi kesehatan mental maupun fisik jika dilakukan terus-menerus. Karena itu, penting untuk mengenali perbedaan antara coping yang sehat dan yang tidak sehat.
Jenis Coping Mechanism
Secara umum, coping mechanism terbagi menjadi dua jenis utama:
1. Coping yang Sehat (Adaptif)
Jenis coping ini membantu seseorang mengelola stres secara konstruktif. Beberapa contoh coping sehat antara lain problem-focused coping yaitu fokus mencari solusi atas masalah yang dihadapi, seperti membuat daftar tugas dan menentukan prioritas. Ada pula emotion-focused coping, yaitu mengelola emosi dengan cara menulis jurnal, bermeditasi, atau menangis sebagai bentuk pelepasan emosi.
Banyak orang juga terbantu dengan mencari dukungan sosial, misalnya berbicara dengan teman dekat, pasangan, atau psikolog. Strategi lainnya adalah positive reframing, yaitu berusaha melihat sisi baik dari pengalaman negatif. Misalnya, seseorang yang gagal mendapatkan pekerjaan impiannya bisa melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri. Selain itu, self-care seperti tidur cukup, makan bergizi, dan melakukan aktivitas yang disukai juga termasuk coping mechanism yang adaptif.
2. Coping yang Tidak Sehat (Maladaptif)
Coping yang tidak sehat mungkin terasa melegakan di awal, tetapi berisiko memperburuk kondisi mental dan fisik dalam jangka panjang. Contohnya adalah menghindar dari masalah (avoidance coping), seperti menunda pekerjaan karena takut gagal, atau pura-pura tidak terjadi apa-apa saat sedang menghadapi konflik.
Ada pula coping yang berbentuk penggunaan zat adiktif, seperti alkohol, rokok, atau obat-obatan terlarang untuk melupakan stres. Beberapa orang juga mengekspresikan stres lewat perilaku agresif atau menyakiti diri sendiri, atau mengatur pola makan secara tidak sehat, seperti makan berlebihan atau tidak makan sama sekali.
Cara Memilih Coping Mechanism yang Tepat
Agar coping mechanism yang digunakan bisa membantu, penting untuk mengenali sumber stres atau emosi negatif terlebih dahulu. Tanyakan pada diri sendiri: apakah saya merasa marah, cemas, sedih, atau kecewa? Setelah itu, refleksikan coping yang biasa dilakukan. Apakah strategi itu membuat kondisi lebih baik atau justru memperburuk?
Jika selama ini kamu terbiasa menenangkan diri dengan cara menghindari masalah atau mencari pelampiasan yang berbahaya, cobalah ganti dengan strategi yang lebih sehat. Misalnya, alih-alih marah-marah saat stres karena kerjaan, kamu bisa rehat sejenak, membuat jadwal kerja ulang, atau berbagi beban dengan rekan kerja. Jangan ragu juga untuk mencari bantuan profesional seperti konselor atau psikolog bila merasa kewalahan.
Contoh Situasi dan Strategi Coping
Sebagai gambaran, bayangkan seseorang yang baru saja gagal dalam ujian penting. Coping mechanism yang sehat bisa berupa belajar ulang, berdiskusi dengan dosen, atau memperbaiki strategi belajarnya. Sebaliknya, coping yang tidak sehat adalah menyalahkan diri sendiri terus-menerus, menarik diri dari pergaulan, atau membolos kuliah karena malu.
Dalam kasus lain seperti putus cinta, coping yang baik bisa berupa curhat dengan sahabat, fokus pada kegiatan yang membuat hati senang, atau mengikuti kelas yoga. Sementara coping yang tidak sehat bisa berupa melampiaskan emosi dengan alkohol, menguntit mantan di media sosial, atau menyakiti diri sendiri.
Begitu juga saat menghadapi burnout kerja. Strategi coping yang disarankan adalah mengambil cuti sejenak, mendiskusikan beban kerja dengan atasan, atau mencari kegiatan relaksasi. Di sisi lain, coping yang maladaptif justru bisa berupa kerja terus-menerus tanpa istirahat, melampiaskan stres pada orang lain, atau menumpuk emosi negatif yang tidak tersalurkan.
Pentingnya Edukasi tentang Coping Mechanism
Masih banyak orang yang tidak menyadari bahwa kebiasaan mereka sebenarnya adalah bentuk coping mechanism. Misalnya, belanja impulsif saat sedih, binge-watching film tanpa henti untuk menghindari pikiran, atau berpura-pura kuat padahal sudah sangat lelah. Padahal, jika tidak dikenali dan diatasi dengan cara yang tepat, kebiasaan ini bisa berdampak buruk dalam jangka panjang.
Dengan mengenali dan menerapkan coping mechanism yang sehat, kita bisa lebih siap menghadapi tantangan hidup, menjaga kesehatan mental, serta membangun hubungan sosial yang lebih positif dan suportif.
Coping mechanism tidak hanya menjadi cara “melarikan diri” dari masalah, tapi bisa menjadi alat penting untuk menghadapi realita dengan bijak. Pilihlah strategi yang membangun, bukan merusak. Tentunya, tidak ada salahnya mencari bantuan saat kamu merasa tidak bisa menghadapinya sendiri.
Pilihan Editor: Sedang Program Diet? Bolehlah Sesekali Mencoba Es Krim Kesukaan
NIH | NCBI | GOOD THERAPY.ORG
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika