TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung kembali menggeledah kediaman salah satu staf khusus mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menyatakan penggeledahan berlangsung pada Jumat, 23 Mei 2025, di kawasan Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidik menyasar rumah Ibrahim yang merupakan staf khusus saat Nadiem menjabat menteri pendidikan. Harli menyebut, selain sebagau staf khusus, Ibrahim juga sekaligus ahli teknis di jajaran Kemendikbudristek.
"Penyidik menemukan barang bukti elektronik. Ada HP, ada laptop, dan semua itu tentu sedang dibaca oleh penyidik,” kata Harli saat ditemui di Kejaksaan Agung pada Senin, 2 Juni 2025.
Menurut Harli, langkah ini merupakan tindak lanjut dari penggeledahan sebelumnya pada 21 Mei 2025 di kediaman dua mantan stafsus Nadiem: Jurist Tan dan Fiona Handayani. Dari apartemen Fiona, penyidik menyita satu unit laptop dan tiga ponsel. Sementara dari rumah Jurist, jaksa membawa dua harddisk eksternal, satu flashdisk, satu laptop, dan 15 buku agenda.
Kejaksaan Agung belum menetapkan tersangka dalam perkara ini. Namun, Harli menegaskan bahwa status Nadiem Makarim sejauh ini belum naik ke tersangka. “Belum,” ujarnya singkat.
Meski demikian, Kejaksaan tidak menutup kemungkinan memeriksa Nadiem dalam proses penyidikan. “Tergantung kebutuhan penyidik, pihak mana pun bisa saja dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan,” kata Harli.
Kasus ini berkaitan dengan proyek pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chromebook tahun anggaran 2019–2022. Proyek tersebut menelan anggaran hingga Rp 9,9 triliun, dengan Rp 6,3 triliun bersumber dari dana alokasi khusus (DAK). Jaksa menyebut proyek ini merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan semasa Nadiem menjabat.
Kejaksaan menilai pengadaan Chromebook itu menyimpang dari rekomendasi teknis hasil uji coba 1.000 unit pada 2018–2019. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa Chromebook tidak cocok digunakan di daerah dengan infrastruktur internet yang terbatas. Tim teknis pun merekomendasikan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi itu diabaikan.
Jaksa menduga ada pemufakatan jahat yang mengarahkan tim teknis untuk tetap mengunggulkan Chromebook. Caranya, kata Harli, dengan mengubah kajian teknis yang sebelumnya menolak sistem operasi tersebut. “Setelah ditelaah dan dilakukan penyelidikan, penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup sehingga ditingkatkan ke penyidikan,” kata dia.
Harli menambahkan, penyidik masih mendalami peran masing-masing pihak yang terlibat dalam proyek ini. “Mari kita berikan dulu ruang, waktu kepada penyidik untuk mendalami peran-peran dari saksi-saksi yang sudah dipanggil,” ujarnya.
Ia juga membantah rumor yang menyebut Nadiem Makarim masuk daftar pencarian orang (DPO). “Tidak benar,” ucap Harli. Menurut dia, penyidik belum menjadwalkan penggeledahan apartemen Nadiem maupun pemeriksaannya. “Kalau ada nanti kami sampaikan,” katanya.
Sejauh ini, penyidik masih menelusuri siapa pengguna anggaran dan pengelola proyek, serta siapa yang pertama kali merekomendasikan Chromebook dalam proyek ini.