LBHM Peringatkan Potensi Pelanggaran HAM di Proyek Alih Fungsi Lapas Jadi Perumahan

4 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) mengkritisi wacana Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait soal alih fungsi lembaga pemasyarakatan (lapas) menjadi perumahan karena berpotensi terjadi pelanggaran HAM. LBHM memberikan sejumlah poin peringatan potensi pelanggaran HAM terhadap 4.114 narapidana yang ditahan di Lapas Cipinang dan Salemba.

“Pertama, pemindahan berpotensi menghambat hak narapidana untuk mendapatkan kunjungan keluarga dan pengacara,” kata Awaludin Muzaki, Pengacara Publik LBHM dalam keterangannya, Jumat, 23 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LBHM menilai pemindahan narapidana ke luar kota atau luar pulau akan menyulitkan keluarga, terutama dari golongan ekonomi menengah ke bawah, untuk menjenguk. Hal ini akan menghambat narapidana dalam menerima dukungan emosional yang penting untuk rehabilitasi dan reintegrasi ke masyarakat. 

Krtitik ini disampaikan LBHM menanggapi pernyataan Menteri PKP Maruarar Sirait alias Ara yang menyebut pengalihfungsian Lapas Cipinang dan Lapas Salemba menjadi perumahan dilakukan atas arahan Presiden Prabowo Subianto. Ia mengatakan pemanfaatan lahan di dua lokasi yang dinilai strategis itu akan mendukung program pembangunan 3 juta rumah per tahun.

Awaludin juga menyoroti pernyataan Ara ketika menyampaikan instruksi Prabowo yang mengindikasikan tujuan pemindahan agar "dibesuknya susah” dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI pada Senin, 19 Mei lalu. Dia menilai hal ini kontradiktif dengan hak narapidana sebagaimana tertuang dalam pasal 9 huruf (l) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan).

Pemindahan lapas itu juga berpotensi menyebabkan hambatan akses bantuan hukum yang efektif. Menurut LBHM, pemindahan akan menyulitkan narapidana untuk bertemu dan berdiskusi dengan pengacara mereka, terutama bagi mereka yang kasusnya diproses di Jakarta. “Hal ini juga berlaku bagi tahanan yang masih menunggu proses persidangan, di mana pemindahan akan menimbulkan biaya tambahan bagi aparat penegak hukum,” tutur Awaludin.

Catatan ketiga yang diberikan LBHM yakni kekhawatiran akan dasar kepentingan ekonomi semata. LBHM mencurigai bahwa rencana pemindahan ini lebih didorong oleh motif ekonomi, yaitu pemanfaatan lahan strategis di tengah kota, dibanding upaya untuk menyelesaikan masalah kelebihan kapasitas. 

Keterlibatan pengembang properti besar dalam pertemuan tanpa kejelasan pembangunan lapas baru, menurut Awaludin, turut menguatkan dugaan ini. Ia menyebut pertemuan yang dilangsungkan oleh Ara dengan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Indriarto, turut mengajak sejumlah pengembang properti besar, seperti PT Ciputra Development Tbk, Sinarmas Land, PT Summarecon Agung Tbk, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, PT Pakuwon Jati Tbk, dan Paramount Land. Namun belum ada kejelasan pembangunan lapas baru sebagai pengganti tempat tinggal ribuan orang yang sekarang berada di Lapas Salemba dan Cipinang.

LBHM meminta agar narapidana tidak boleh menjadi "tumbal proyek" demi kepentingan pembangunan. Posisi narapidana sebagai pihak yang masih terstigma bisa dengan mudah digusur untuk kepentingan nasional yang dianggap lebih penting. Padahal, negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa kebijakan pemindahan penjara di Cipinang dan Salemba ini tidak hanya mempertimbangkan nilai ekonomi atau infrastruktur semata, melainkan juga menjunjung tinggi prinsip non-diskriminasi dan keadilan sosial bagi para narapidana maupun keluarga narapidana

“Sebab, lapas bukan sekadar bangunan fisik, tetapi ruang reintegrasi yang harus mencerminkan penghormatan terhadap martabat manusia,” katanya.

LBHM juga menambahkan bahwa alasan kelebihan kapasitas penjara tidak akan terselesaikan hanya dengan memindahkan penjara, melainkan membutuhkan perubahan regulasi yang komprehensif, khususnya pada UU Narkotika, mengingat mayoritas penghuni penjara adalah kasus narkotika. Mereka menyerukan agar pemerintah tidak langsung menyetujui perintah presiden, melainkan melakukan kajian mendalam dengan melibatkan partisipasi publik dan memperhatikan aspek kemanusiaan.

Pilihan Editor: Cara Kerja Algoritma Judi Online: Mengapa Pemain Selalu Kalah

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |