Marak Jasa Penukaran Uang di Pinggir Jalan, Awas Bisa Dosa jika Begini Kata Buya Yahya

12 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang Hari Raya Idul Fitri, fenomena jasa penukaran uang receh marak ditemukan di berbagai sudut kota. Di pinggir jalan, banyak orang menawarkan jasa ini untuk memudahkan masyarakat mendapatkan uang pecahan kecil, yang umumnya digunakan untuk dibagikan kepada anak-anak saat Lebaran. Namun, di balik kemudahan tersebut, ada persoalan yang jarang disadari oleh banyak orang, yakni potensi riba dalam praktik ini.

Pendakwah kharismatik KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya menjelaskan bahwa jasa penukaran uang yang melibatkan selisih nominal antara uang yang ditukar dengan yang diberikan dapat mengandung unsur riba. Hal ini menjadi pertanyaan banyak orang setiap tahunnya, terutama bagi mereka yang ingin memastikan bahwa transaksi mereka tetap halal.

Dalam salah satu ceramahnya, Buya Yahya menerima pertanyaan dari seorang jemaah mengenai hukum jasa penukaran uang yang marak menjelang Lebaran. Jemaah tersebut menanyakan apakah ada unsur riba dalam praktik tersebut dan siapa yang berdosa jika memang terdapat unsur riba dalam transaksi ini.

Dikutip dari video di kanal YouTube @mang_paatchanne, Buya Yahya memberikan jawaban yang tegas terkait hukum tukar-menukar uang dengan sistem yang biasa terjadi di jalanan.

Buya Yahya menjelaskan bahwa menukar uang dengan jumlah yang lebih kecil tetapi nilainya berkurang, misalnya menukar Rp100.000 dengan pecahan Rp2.000-an tetapi jumlah yang diterima hanya Rp95.000 atau Rp90.000, merupakan praktik riba.

Dalam transaksi ini, pihak yang memberikan dan menerima sama-sama terlibat dalam riba sehingga keduanya terkena dosa.

Ia menegaskan bahwa meskipun seseorang merasa ikhlas dengan selisih yang terjadi dalam penukaran uang tersebut, hal itu tidak mengubah hukumnya. Ikhlas dalam transaksi tidak bisa menghapus larangan riba karena aturan ini sudah ditetapkan oleh Allah dalam Islam.

Simak Video Pilihan Ini:

Viral Hajatan di Pendopo RA Kartini Kabupaten Rembang, Ini Penjelasan Polda Jateng

Promosi 1

Awas Bisa Masuk Riba dan Dosa, Ini Solusinya

Dalam Islam, riba adalah tambahan yang muncul dalam transaksi pinjaman atau pertukaran barang sejenis yang nilainya berbeda. Oleh sebab itu, tukar-menukar uang dengan nilai yang tidak seimbang masuk dalam kategori riba.

Namun, Buya Yahya memberikan solusi agar praktik ini tetap bisa dilakukan dengan cara yang halal. Menurutnya, jika seseorang ingin menyediakan jasa tukar uang, maka uang yang ditukar harus bernilai sama. Artinya, jika seseorang ingin menukar Rp100.000 dengan pecahan Rp2.000, maka jumlah total pecahan kecil yang diberikan juga harus senilai Rp100.000.

Agar pihak penyedia jasa tetap mendapatkan keuntungan, mereka bisa meminta upah sebagai bentuk jasa, tetapi tidak dalam bentuk potongan dari nilai uang yang ditukar. Misalnya, setelah proses penukaran selesai, pihak yang menukar uang bisa secara sukarela memberikan imbalan jasa kepada penyedia layanan.

Metode ini mengubah transaksi dari pertukaran uang yang mengandung riba menjadi jasa yang sah dalam Islam. Dengan cara ini, tidak ada unsur riba dalam proses tukar-menukar uang, dan pihak yang menyediakan jasa tetap mendapatkan keuntungan dengan cara yang halal.

Fenomena penukaran uang di pinggir jalan memang sudah menjadi bagian dari tradisi menjelang Lebaran. Banyak orang yang merasa terbantu dengan keberadaan jasa ini karena tidak semua bank menyediakan layanan penukaran uang secara bebas.

Namun, penting bagi masyarakat untuk memahami hukum Islam terkait transaksi yang mereka lakukan. Keinginan untuk berbagi kebahagiaan dengan memberikan uang pecahan kecil kepada sanak saudara tidak seharusnya dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan syariat.

Kesadaran mengenai halal dan haram dalam transaksi keuangan harus selalu diperhatikan oleh umat Muslim. Menjauhi riba bukan hanya sekadar mengikuti aturan agama, tetapi juga menjaga keberkahan dalam harta yang dimiliki.

Hati-hati dalam Bertransaksi

Buya Yahya menekankan bahwa setiap Muslim harus berhati-hati dalam bertransaksi, terutama dalam hal-hal yang sudah jelas ada unsur riba di dalamnya. Tidak peduli seberapa kecil nominal yang terlibat, riba tetaplah riba dan harus dihindari.

Lebih lanjut, ia juga mengingatkan bahwa transaksi keuangan yang baik bukan hanya tentang menghindari riba, tetapi juga memastikan bahwa setiap akad yang dilakukan bersih dari unsur ketidakjelasan dan ketidakadilan.

Masyarakat yang ingin menukar uang sebaiknya mencari alternatif yang lebih aman dan halal, seperti menukar uang langsung di bank atau meminta jasa penukaran dari keluarga atau teman tanpa adanya potongan nilai uang.

Bagi pihak yang menyediakan jasa penukaran uang, mereka juga harus lebih memahami cara kerja transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah agar tidak terjerumus dalam praktik riba yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Kesadaran ini harus terus disosialisasikan agar masyarakat semakin memahami pentingnya menjaga kehalalan dalam setiap transaksi keuangan. Seiring berkembangnya zaman, tantangan dalam transaksi keuangan semakin kompleks, sehingga pemahaman terhadap hukum Islam harus semakin mendalam.

Buya Yahya mengajak umat Muslim untuk selalu mencari ilmu terkait muamalah agar tidak mudah terjerumus dalam praktik yang dilarang dalam Islam. Salah satu cara terbaik adalah dengan bertanya kepada para ulama yang memiliki pemahaman mendalam mengenai hukum Islam.

Momen Lebaran adalah waktu untuk berbagi dan mempererat silaturahmi, tetapi harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Jangan sampai niat baik dalam berbagi kebahagiaan justru menjadi dosa karena ketidaktahuan dalam hukum transaksi.

Kesadaran akan pentingnya menghindari riba harus terus ditanamkan dalam masyarakat agar tidak menjadi kebiasaan yang terus berulang setiap tahun. Dengan begitu, umat Muslim dapat menjalankan ibadah dan tradisi Lebaran dengan penuh keberkahan.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |