Pebisnis Hotel di Medan Cerita soal Okupansi Anjlok hingga PHK Akibat Efisiensi Anggaran

1 day ago 5

TEMPO.CO, Medan - Salah satu bisnis yang terdampak dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah daerah adalah hotel. Sejak kebijakan itu diberlakukan pada 22 Januari lalu, terjadi penurunan tingkat hunian hotel.

Beberapa hotel bahkan sudah mengurangi jumlah karyawannya. Ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik dan pasar pemerintah membuat usaha akomodasi komersial ini semakin anjlok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satunya disampaikan oleh Marketing Communication Grand Mercure Medan Angkasa Tinera Siburian. Ia menyebutkan, efisiensi anggaran sangat berpengaruh terhadap jumlah pengunjung hotelnya mulai awal Januari lalu, meski hingga kini pihaknya belum melakukan pengurangan pekerja. Sampai sekarang, masih berjalan normal.

"Awal tahun, semester pertama memang sepi. Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah untuk memangkas anggaran. Terjadi penurunan okupansi tapi tidak signifikan, namun dari sisi revenue hotel terasa berbeda dari sebelum ada kebijakan pemerintah itu," kata perempuan yang biasa dipanggil Nera, Jumat, 30 Mei 2025. 

Hotel bintang lima yang terletak di Jalan Sutomo di Medan tersebut membidik pasar dari kalangan pemerintahan. Terutama untuk bisnis seperti Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions (MICE). Nera mengaku, lebih besar tamu dari kalangan pemerintah daripada tamu biasa. Dalam hitungannya, perbandingannya sekitar 40-60 persen, mayoritas untuk pemerintah.

"Untuk event, pasar MICE kami memang government. Jadi terasa kali dampak pemangkasan anggaran ini," ucapnya.

Untuk menyikapinya, kata Nera, pihaknya menghubungi kembali sejumlah rekanan bisnis yang tidak aktif dan membyat paket-paket menginap maupun bekerja sama dengan restoran. Hal ini diharapkan dapat mendongkrak pendapatan hotel. 

"Saat ini, sedang berjalan kerja sama dengan Malaysia. Kami tetap ambil market dari luar negeri. Mudah-mudahan pemerintah mengulas kembali kebijakannya karena berdampak sekali untuk pariwisata. Tidak hanya hotel di Medan, juga di Indonesia. Maunya kebijakannya sama-sama saling menguntungkan untuk dunia pariwisata," kata Nera.

Hal senada disampaikan oleh Ketua PHRI Sumut Denny S Wardana. Ia mengungkapkan okupansi hotel di bawah 50 persen terjadi usai Lebaran.

Pihaknya sudah mendapat informasi ada hotel yang mengurangi karyawan, ada yang tidak memperpanjang kontrak, namun tidak memberikan datanya langsung. Ada seratusan anggota PHRI di Sumut, di Medan, 70-an anggotanya adalah hotel bintang satu sampai lima. 

"Informasi dari teman-teman GM yang ngomong ke aku. Gak bisa sebutkan nama hotelnya karena gak buat surat resmi ke aku," kata Denny.

Menurut Denny, hotel di Medan tumbuh utamanya karena industri MICE. Sekitar 60 sampai 70 persen bergantung dari pesanan pemerintah karena Medan bukan kota wisata, tetapi kota bisnis.

"Biasanya habis Lebaran, orang mengadakan pelatihan, sekarang tidak ada. Kota bisnis larinya ke mana, MICE, kan. Kecuali daerah Danau Toba atau Berastagi, mereka terdampak? Ya, terdampak. Tapi, hariannya bisa lumayan tinggi. Kalau Medan tidak bisa seperti itu," ungkap dia.

PHRI sudah menyurati presiden, kementerian terkait, rapat dengan para wakil rakyat, sampai sekarang masih berjuang. Tujuannya, pemerintah melonggarkan kebijakannya dan segera menggelontorkan 50 persen sisa anggaran supaya ekonomi berputar.

Denny menjelaskan, ekonomi bukan hanya tumbuh dari hotel tapi juga karena sektor turunannya. "Pendapatan daerah juga termasuk di situ. Kalau semakin kecil, pajaknya juga semakin kecil. Jadi ini mata rantai yang tidak bisa dipisahkan," tuturnya.

Sementara itu, ada sedikit cerita berbeda dari Marianna Resort and Convention Tuktuk-Samosir. Assistant Sales Manager Rizky Mustika Hati mengatakan, dampak kebijakan tidak terlalu parah ke sektor resort karena pihaknya berfokus ke korporat-korporat besar di Jakarta.

"Kalau efesiensi anggaran lebih ke government, kebanyakan yang terdampak city hotel," ujar Tika. Meski begitu, pihaknya tetap berupaya berhemat. 

Saat ini, kata Tika, tingka okupansi sudah mulai stabil, dan angka paling kecil terjadi pada Maret lalu. "Lumayan banyak di April, terus naik. Event yang membuat hotel-hotel tetap bertahan, harus benar-benar kreatif." 

Lebih jauh, Tika berharap sisa anggaran pemerintah segera dikucurkan agar perekonomian nasional kembali berjalan. "Katanya anggaran sudah dibuka, tapi untuk perjalanan dinas masih pada ngeluh, belum bisa. Kalau bisa, Samosir ini di-support. Ini kan kota wisata. Kontribusi kami lumayan besar, sering ngadain charity, banyak kerja sama dengan Pemkab. Apalagi pekerja di sini, 60 persennya warga lokal," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kota Medan M. Odi Anggia Batubara membenarkan penurunan jumlah tamu hotel karena acara-acara pemerintah diurungkan. Pihaknya menyikapi dengan menggelar kegiatan-kegiatan yang bisa mendatangkan wisatawan.

"Kami support, walau bukan anggaran pemerintah. Kami pakai sistem calender event, di mana okupansi rendah, di situ kami mainkan tanggalnya, walaupun swasta yang melaksanakan," kata Odi. 

Penurunan okupansi terjadi semenjak pelaksanaan efesiensi namun belum ada laporan hotel yang tutup. Adapun soal pengurangan karyawan, Odi mengaku hingga kini belum menerima laporan terkait dengan hal itu.

Menurut dia, serapan anggaran dari hotel masih sangat besar. Menurutnya, saat ini memang perlu dilakukan efesiensi anggaran. Mungkin penerimaan anggaran ada pengaruhnya dengan dampak ekonomi global. 

"Kami minta sektor swasta membantu, misalnya event-event, berkolaborasi jadwalnya. Semoga ekonomi kembali lagi, pendapatan bertambah lagi," kata Odi.

Adapun Kepala Bidang Pengembangan Destinasi dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Sumut, Maike Ritonga mengklaim event-event internasional yang dilakukan bisa mendatangkan pemasukan untuk hotel-hotel. Di Hotel Niagara Parapat, misalnya, bila menjadi tempat event besar, semua kamarnya terisi penuh dan kebutuhan operasional bisa tertutupi.

"Jadi kalau terisi penuh selama beberapa hari, lumayan itu. Tapi kalau cuma separuh, sepertiga, untuk menutupi karyawan saja susah. Makanya perlu event-event," tutur Maike.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |