Pengadilan Tinggi Medan Kuatkan Vonis Mati Pemilik Pabrik Ekstasi

1 hour ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tinggi Medan Sumatera Utara memperkuat vonis mati yang sebelumnya diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Medan kepada Hendrik Kosumo, pemilik pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara.

"Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 1778/Pid.Sus/2024/PN Mdn, tanggal 6 Maret 2025, atas diri terdakwa Hendrik Kosumo, yang dimintakan banding tersebut," kata Hakim Ketua Longser Sormin dalam isi putusan banding, dikutip dari Antara, Senin, 12 mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Majelis hakim dalam putusan banding Nomor: 939/PID.SUS/2025/PT MDN, yang dibacakan pada Rabu 7 Mei 2025 juga menyatakan terdakwa Hendrik Kosmo tetap berada dalam tahanan.

"Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. Membebankan biaya perkara dalam dua tingkat pengadilan kepada negara," kata Hakim Longser Sormin .

Kronologi Penetapan Vonis Mati Kasus Pabrik Ekstasi

Awalnya, Dittipidnarkoba Bareskrim Polri bersama Polda Sumut melakukan penggerebekan terhadap sebuah rumah toko (ruko) yang menjadi lokasi pembuatan pil ekstasi di Jalan Kapten Jumhana, pada 11 Juni 2024.

"Disita barang bukti berupa alat cetak ekstasi, bahan kimia padat sebanyak 8,96 kilogram, bahan kimia cair 218,5 liter, mephedrone serbuk 532,92 gram, berbagai bahan kimia prekursor dan peralatan laboratorium dan 635 butir ekstasi," kata Jaksa Penuntut Umum Rizqi Darmawan.

Berdasarkan hasil interogasi, pabrik ekstasi rumahan telah beroperasi selama enam bulan. Pabrik tersebut diduga memasarkan produk-produknya ke diskotek-diskotek di Sumatera utara, salah satunya di Kota Pematangsiantar. Pemilik dari pabrik ekstasi tersebut adalah pasangan suami istri Hendrik dan Debby Kent.

Hukuman Terdakwa Pabrik Ekstasi

Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan hukuman mati kepada Hendrik terhadap kepemilikan pabrik tersebut yang berlokasi di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medanarea, Kota Medan. Selain mengoperasikan pabrik tersebut, Hendrik juga terbukti bersalah memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan satu dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi lima gram.

Perbuatan terdakwa itu melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, sesuai dakwaan alternatif kedua. "Memutuskan hukuman pidana mati kepada terdakwa Hendrik Kosumo,” ujar ketua majelis hakim Nani Sukmawati pada Kamis, 6 Maret 2025.

Selain Hendrik, majelis hakim juga menjatuhkan vonis bervariasi kepada empat terdakwa yang ikut terlibat dalam kasus tersebut. Muhammad Syahrul Savawi alias Dodi mendapat hukuman pidana penjara seumur hidup karena terbukti bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi. Sementara itu, Arpen Tua Purba, Hilda Dame Ulina Pangaribuan, dan Debby masing-masing mendapat hukuman pidana penjara selama 20 tahun.

"Para terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika," kata Nani.

Tidak Ada Peringanan Hukuman

Menurut majelis hakim, adapun hal yang memberatkan perbuatan para terdakwa adalah karena para terdakwa telah meresahkan masyarakat dan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba. Namun, tidak ada temuan yang didapat untuk bisa meringankan hukuman yang diberikan.

"Sedangkan hal meringankan tidak ditemukan," ujar Hakim Nani.

Usai membaca putusannya, Nani memberikan waktu selama tujuh hari kepada para terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Medan. "Diberikan waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap apakah mengajukan banding atau menerima vonis ini.”

Mei Leandha berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |