Liputan6.com, Jakarta - Kemacetan di Jakarta adalah masalah yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warganya. Setiap tahun, saat bulan Ramadan tiba, pola kemacetan ini mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Menurut Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, AKBP Argo Wiyono, lonjakan arus lalu lintas terjadi menjelang waktu berbuka puasa Ramadhan, yang biasanya terjadi pada sore hari. Dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat, Jakarta menghadapi tantangan besar dalam mengatasi kemacetan ini.
Data menunjukkan bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 4,1% per tahun dari 2018 hingga 2022, dengan total mencapai 26,4 juta kendaraan pada tahun 2022. Selain itu, tingginya penggunaan kendaraan pribadi, dengan 56,11% sepeda motor dan 10,33% mobil pribadi di Jabodetabek, semakin memperburuk masalah kemacetan. Meskipun sudah ada pembangunan infrastruktur seperti MRT dan LRT, kapasitasnya belum mampu menampung jumlah kendaraan yang terus meningkat.
Faktor lain yang menyebabkan kemacetan Jakarta adalah disiplin berkendara yang rendah dan manajemen lalu lintas yang kurang efektif. Banyak pengemudi yang melanggar peraturan lalu lintas dan parkir sembarangan, sehingga memperburuk situasi. Selain itu, faktor eksternal seperti banjir juga sering kali menjadi penyebab kemacetan yang parah, terutama di beberapa titik jalan.
Pola Kemacetan Selama Ramadan
Selama bulan Ramadan, pola kemacetan di Jakarta mengalami perubahan yang cukup mencolok. Biasanya, kemacetan terjadi antara pukul 16.00 hingga 19.00 WIB. Namun, saat ini, kepadatan lalu lintas mulai terlihat meningkat menjelang waktu berbuka puasa. ,
"Kepadatannya biasanya jam 16.00, 17.00, sampai jam 19.00, 18.00-20.00 biasanya kepadatan itu. Sekarang mungkin sekitar pukul 17.00 ke 18.00 karena memang jam-jamnya volumenya memang meningkat," kata Argo.
Menurut pemantauan, situasi pagi hari masih terbilang aman. Namun, saat sore hari, kepadatan mulai meningkat, terutama di sekitar pasar takjil dan tempat jualan makanan berbuka puasa. "Titik-titik kepadatan ini ada pada saat menjelang berbuka, karena memang beberapa tempat itu titik padatnya itu di Pasar tumpah tempat takjil itu," tambahnya.
Dampak Kemacetan
Kemacetan di Jakarta bukan hanya masalah lalu lintas, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan kesehatan masyarakat. Diperkirakan, kerugian ekonomi akibat kemacetan mencapai Rp 71,4 triliun hingga Rp 100 triliun per tahun. Kerugian ini mencakup:
- Kerugian waktu dan produktivitas: Penduduk Jakarta kehilangan waktu berjam-jam setiap tahunnya, yang berdampak pada produktivitas kerja.
- Kerugian biaya operasional kendaraan: Biaya bahan bakar dan perawatan kendaraan meningkat karena kendaraan terjebak macet.
- Kerugian kesehatan: Polusi udara yang tinggi akibat kemacetan berdampak buruk pada kesehatan masyarakat.
Strategi Penanganan Kemacetan
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kemacetan, termasuk pembangunan infrastruktur dan kebijakan transportasi. Namun, diperlukan strategi yang lebih komprehensif dan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Argo menambahkan, pihak kepolisian telah menyiapkan strategi untuk mengatasi kepadatan, termasuk keberadaan tim urai yang dapat mempercepat arus lalu lintas.
"Tugas tim urai itu kan pagi kan mempercepat kendaraan masuk, karena kalo tidak cepat masuk, ini ibaratnya nanti kalo telat membuka sumbatan terjadi banjir gitu, macetnya itu," jelas Argo. Selain itu, pihaknya juga akan mengevaluasi penggunaan bahu jalan di Tol Dalam Kota yang sebelumnya diterapkan pada malam hari, untuk mengatasi kepadatan di sore hari.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya berbagi kendaraan dan beralih ke transportasi ramah lingkungan juga sangat penting. Hanya dengan kolaborasi dan komitmen dari semua pihak, masalah kemacetan ini dapat diatasi secara efektif dan berkelanjutan.