Pro Kontra Gasifikasi Batu Bara

1 day ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha sektor pertambangan mendorong pemerintah mempercepat pengembangan proyek hilirisasi batu bara khususnya melalui teknologi gasifikasi atau Dimethyl Ether (DME). Dorongan ini disampaikan pengusaha di saat pasar ekspor batu bara sedang lesu.

Ketua Bidang Kajian Batu Bara dari Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) F. Hary Kristiono mengatakan, gasifikasi batu bara juga akan mengurangi ketergantungan terhadap impor dan ekspor gas serta mempercepat target swasembada energi. "Selama ini kita masih mengimpor minyak dan gas, padahal kita punya batu bara yang bisa dikonversi jadi minyak maupun gas," ujar Kristiono dalam diskusi yang diselenggarakan Investortrust, dikutip dari siaran langsung, Jumat, 30 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gasifikasi batu bara adalah proses mengubah batu bara menjadi gas alami sintetis atau syngas yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan seperti pembangkit listrik, pemanas, dan produksi bahan kimia. Proses gasifikasi batu bara diklaim menghasilkan lebih sedikit emisi polutan dibanding dengan pembakaran batu bara konvensional. Gasifikasi batu bara dianggap dapat menjadi langkah awal untuk transisi ke energi bersih, khususnya bagi negara yang menggantungkan diri pada batu bara, seperti Indonesia, India, dan Cina.

Dilansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pemerintah mendorong hilirisasi batubara termasuk DME yang berpotensi menjadi substitusi maupun campuran Liquefied Petroleum Gas (LPG) karena memiliki karakter yang hampir sama. "Kebutuhan LPG yang tinggi ini, belum bisa diimbangi dengan kemampuan produksi LPG dalam negeri. Untuk itu, kita harus cari solusinya," ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna.

Pengembangan DME merupakan salah satu proyek dalam rencana percepatan penghiliran yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto pada 3 Maret 2025. Saat itu, pemerintah menyepakati 21 proyek penghiliran tahap pertama dengan total investasi US$ 40 miliar atau sekitar Rp 650 triliun mencakup pengolahan minyak dan gas serta komoditas pertambangan, juga penghiliran produk pertanian dan kelautan.

Kristiono mengakui, proyek gasifikasi batu bara membutuhkan pembiayaan besar dengan estimasi kebutuhan investasinya mencapai US$ 1.100 miliar atau sekitar Rp 480 triliun per tahun selama tiga dekade ke depan. "Tanpa komitmen kuat dari negara dan dukungan sektor swasta, hilirisasi energi ini tidak akan terwujud," katanya.

Direktur Eksekutif Institute fo Essential Services Reform Fabby Tumiwa meragukan harga DME bisa bersaing dengan LPG. Selain itu, Fabby mengatakan, proyek gasifikasi ini berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca yang tinggi. Dia menilai proyek ini berisiko dengan melihat skala keekonomiannya.

Nandito Putra dan Vindry Florentin berkontribusi dalam artikel ini.

Pilihan Editor: Mengapa Pengurusan Izin Tenaga Kerja Asing Rawan Korupsi

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |