Soal Penulisan Ulang Sejarah, Ketua MPR Bilang Pengayaan Histori Bangsa

6 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani menilai upaya merumuskan ulang sejarah Indonesia sebagai bagian dari upaya pengayaan histori bangsa. Terlebih lagi, kata dia, tidak ada kebenaran yang bersifat final.

"Sejarah memiliki versinya masing-masing," ujar dia ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia meminta agar perumusan kembali penulisan sejarah Indonesia tidak terlalu dipersoalkan. Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra ini mengimbau agar kebijakan pemerintah itu disambut dengan baik.

"Semua ikhtiar yang dilakukan berbagai macam instansi, perseorangan, kelompok, menulis apa pun bagi kami adalah upaya pengayaan terhadap sejarah," ucap Muzani.

Rencana penulisan ulang sejarah ini meliputi awal lahirnya masyarakat nusantara hingga pasca-reformasi. Kementerian Kebudayaan menunjuk tiga sejarawan, yakni Susanto Zuhdi, Singgih Tri Sulistiyono, dan Jajat Burhanudin, untuk menyusun Kerangka Konsep Penulisan Sejarah Indonesia.

Adapun alasan utama revisi ini adalah menyelaraskan kembali pengetahuan sejarah dengan berbagai temuan baru dari disertasi, tesis, ataupun penelitian para sejarawan. Nantinya, hasil penulisan ulang ini dibukukan secara resmi melalui pendanaan dari Kementerian Kebudayaan, bekerja sama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI). Buku sejarah ini ditargetkan rampung pada 17 Agustus 2025 atau tepatnya pada HUT kemerdekaan ke-80 RI.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjelaskan bahwa proses penyusunan buku sejarah Indonesia saat ini masih berlangsung dan dikerjakan oleh para sejarawan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

”Sekarang baru dalam proses, yang menuliskan ini para sejarawan. Tahun ini (rencananya diluncurkan), saat 80 tahun Indonesia merdeka,” ujar Fadli Zon.

Rencana revisi penulisan sejarah Indonesia ini mendapat penolakan dari Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI). Aliansi ini terdiri dari sejumlah individu yang berlatarbelakang sejarawan, pegiat hukum, pegiat hak asasi manusia, hingga aktivis koalisi perempuan. 

Aliansi menilai proses penulisan itu memiliki tujuan pokok kepentingan pemerintah untuk menegakkan rekonstruksi suatu sejarah monumental tertentu. Menurut aliansi, tindakan ini juga merupakan cara halus pemerintah untuk mengontrol pemikiran rakyat dan memonopoli kebenaran atas sejarah bangsa.

Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |