Societeit de Harmonie di BNI Java Jazz Festival, Bawa Lagu Nuansa Kolonial

1 day ago 4

Societeit de Harmonie mengaransemen jazz klasih dikombinasi biola, keyboard, kontrabas, dan drum menciptakan atmosfer nostalgia di Java Jazz Festival,

1 Juni 2025 | 12.06 WIB

Group band Societiet de Harmonie saat tampil pada BNI Java Jazz Festival 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 31 Mei 2025. Tempo/MagangAhmad Naufal Oktavian

Group band Societiet de Harmonie saat tampil pada BNI Java Jazz Festival 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 31 Mei 2025. Tempo/MagangAhmad Naufal Oktavian

TEMPO.CO, Jakarta - Grup jazz Societeit de Harmonie sukses memukau penonton di hari kedua gelaran BNI Java Jazz Festival 2025, Sabtu, 31 Mei 2025. Tampil mulai pukul 18.17 WIB di panggung MLD Spot Stage Bus, grup ini menyajikan penampilan berdurasi sekitar 45 menit dengan nuansa yang terasa membawa penonton kembali ke era jazz masa lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penonton mulai memadati area panggung yang berada di ujung area F&B itu beberapa saat sebelum pertunjukan dimulai. Di atas panggung, satu per satu personel grup mulai naik, yakni Dika Chasmala yang memainkan biola, Indra Bayu Rusadi dengan kontrabas, Dave Rimba di posisi drum, dan Andi Gomez pada keyboard.

Usung Nuansa Kolonial di Java Jazz Festival

Dengan aransemen klasik yang unik, kombinasi biola, keyboard, kontrabas, dan drum menciptakan atmosfer nostalgia. Tak lama, Natasya Elvira sebagai vokalis muncul dan menyapa hangat penonton, “Selamat malam Java Jazz Festival! Selamat datang, kami Societeit de Harmonie.”

Bukan tanpa alasan, estetika musikal mereka kerap dianggap membawa nuansa jazz era 1930-an atau seperti yang mereka—dan warganet—selorohkan sebagai ‘jazz kolonial’ atau ‘jazz VOC’. 

Societeit de Harmonie Bawakan Lagu Jazz Klasik 

Di antara tepuk tangan dan sorakan penonton, lagu pertama langsung dibawakan “Fly Me to the Moon,” lagu jazz klasik yang berhasil memanaskan suasana. “Java Jazz mana suaranya?” teriak Natasya, disambut pekikan riuh.

Mereka juga membawakan karya-karya orisinal mereka sendiri. Beberapa di antaranya berasal dari mini album (EP) Bilangan yang baru saja dirilis 29 Mei 2025 lalu. Album ini terdiri dari empat lagu—bertema angka—yakni“Kosong”, “Tiga”, “Sembilan”, dan “Sepuluh”. 

Lagu berjudul “Tiga” dibawakan dengan selingan permainan harmonika oleh Natasya, lengkap dengan ajakan bernyanyi bersama. Sementara itu, lagu “Kosong” yang versi aslinya dinyanyikan bersama Jamie Aditya, pada malam itu dibawakan oleh Indra Bayu, sang pemain kontrabas. Natasya pun mengaku terharu saat menyanyikan lagu “Sembilan”, karena melihat penonton ikut bernyanyi dan berdansa kecil. 

Societeit de Harmonie juga membawakan karya daur ulang mereka berjudul “Nganggur”, lagu berbahasa Jawa yang ditulis oleh Ahmad Ridho, atau yang akrab disapa Mas Dho. Lagu ini membawa suasana yang lebih hangat dan membumi di tengah aransemen jazz yang elegan.

Group band Societiet de Harmonie saat tampil pada BNI Java Jazz Festival 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 31 Mei 2025. Tempo/Magang/Ahmad Naufal Oktavian.

Penonton Java Jazz dari Yogyakarta hingga Malaysia

Di sela penampilan, Natasya mengabsen asal penonton. Tak sedikit penonton yang menjawab pertanyaan itu dengan teriakan. Satu per satu wilayah disebutkan: Surabaya, Bekasi, LA alias Lenteng Agung, bahkan dari luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. 

“Ada juga yang dari Yogyakarta!” serunya, lalu bercerita tentang lagu berikutnya yang ditulis sepulang dari kota tersebut. “Kota itu benar-benar terasa spesial,” tuturnya. Lagu bertajuk “Selalu Ada yang Istimewa di Yogya” pun dibawakan dengan penuh perasaan. Lagu ini menggambarkan keramahan dan kehangatan suasana Yogyakarta, yang kerap membekas di hati para pengunjungnya.

Nyanyikan Lagu yang Belum Dirilis

Tidak hanya membawakan lagu-lagu dari albumnya, grup ini juga menampilkan karya-karya baru yang bahkan belum dirilis ke publik. “Jadi malam hari ini kami mau bawain lagu-lagu yang belum dirilis. So you guys are lucky!” kata Natasya. Lagu-lagu seperti “Kutukan”, “Kau Datang Bagai Petir “, dan “Rasa-Rasanya” menjadi kejutan bagi para penonton yang beruntung malam itu.

Akhiri Penampilan dengan Emosional

Societeit de Harmonie menutup penampilan mereka dengan lagu penuh emosi berjudul “Sepuluh”. Sebelum menyanyikan ini, Natasya membagikan pesan menyentuh soal refleksi dan melepaskan hal-hal yang tidak lagi menjadi milik kita. “Terkadang kita harus melihat kembali apa yang sudah kita perjuangkan dan menghitung-hitung lagi apakah hal yang kita perjuangkan itu layak mendapat perhatian kita? mendapat curahan hati kita?“ katanya.

“Karena mungkin kita stuck di lingkaran yang salah atau terus menerus berkutat di hal yang sebenarnya bukan untuk kita dan kita tersadar kalo it’s time to let go,” lanjut Natasya. Lagu tersebut ditulis oleh Pradana Kusuma beberapa tahun lalu, dan menjadi klimaks dari penampilan mereka.

Dengan gaya jazz yang khas dan berkarakter, Societeit de Harmonie menghadirkan pengalaman musikal yang tak sekadar menghibur, tapi juga mengajak penonton merenung. Nuansanya seolah membawa penonton menyusuri lorong waktu—kembali ke masa ketika jazz berkembang di ruang-ruang dansa kolonial, namun kini diberi napas baru oleh generasi muda.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |