Sosok Marsinah, yang Didukung Prabowo Jadi Pahlawan Nasional di May Day

3 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap usulan agar aktivis buruh, Marsinah, diangkat sebagai Pahlawan Nasional yang mewakili kaum buruh. Hal ini disampaikan saat pidato peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Mei 2025.

Ia mengatakan, beberapa waktu lalu para pimpinan serikat buruh menyatakan keinginan mereka agar ada pahlawan nasional yang mewakili kaum buruh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dalam pertemuan, para tokoh buruh menyampaikan kepada saya, 'Pak, kenapa sih tidak ada pahlawan nasional dari kaum buruh?'" ujar Presiden Prabowo seperti dikutip Antara.

Ia kemudian meminta para pimpinan buruh untuk bermusyawarah dan mengajukan nama yang layak diusulkan.

"Mereka kemudian menyampaikan, bagaimana kalau Marsinah, Pak? Marsinah jadi Pahlawan Nasional," kata Prabowo mengulang pernyataan para pemimpin serikat buruh.

Presiden mengatakan komitmennya untuk mendukung penuh jika seluruh pimpinan buruh sepakat dengan usulan tersebut.

"Asal seluruh pimpinan buruh mewakili kaum buruh, saya akan mendukung Marsinah menjadi Pahlawan Nasional," katanya di depan peserta aksi May Day.

Siapa Marsinah?

Aktivis buruh dan LSM melakukan panggung Demokrasi untuk peringatan 25 Tahun Marsinah di depan Istana Negara, Jakarta, 8 Mei 2018. Dalam panggung demokrasi ini diadakan berbagai acara seperti Orasi ibu Sumarsih, Teaterikal, dan musik. TEMPO/Amston Probel

Marsinah adalah seorang aktivis buruh yang tewas dibunuh karena memperjuangkan hak-hak pekerja di tempat dia bekerja di PT CPS Sidoarjo, Jawa Timur.

Lahir pada 10 April 1969 di Nganjuk, Jawa Timur, ia bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik arloji di Sidoarjo. Marsinah aktif memimpin aksi-aksi untuk menuntut kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja.

Pada 9 Mei 1993, Marsinah ditemukan tewas di hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah merupakan buruh perempuan asal Nganjuk yang sebelumnya bekerja di PT CPS Porong, Kabupaten Sidoarjo. Pembunuhan Marsinah menjadi pelanggaran HAM berat yang sampai saat ini masih belum tuntas. Baca di Majalah Tempo 30 Oktober 1993.

Marsinah diduga dibunuh setelah disiksa dan diculik karena dirinya getol memimpin aksi demonstrasi untuk kenaikan upah buruh di pabrik tempatnya bekerja.

Tindakan represi dari aparat seringkali ia dapat bahkan di detik demo terakhirnya, Marsinah dilaporkan dibawa oleh aparat kepolisian yang kemudian diduga kuat juga ikut terlibat dalam kasus pembunuhan ini.

Dalam demo yang dipimpin oleh Marsinah di PT CPS Porong pada 3 Mei 1993, Marsinah diketahui ditangkap oleh polisi dan dibawa ke markas Kodim 0816 Sidoarjo. Disanalah diduga, Marsinah disiksa dan dianiaya secara brutal hingga tewas dalam keadaan mengenaskan.

Salah satu dokter forensik yang menangani jenazah Marsinah dr. Abdul Mun’im Idries mengungkapkan ada dua hasil visum yang dikeluarkan oleh tim forensik. Dalam visum kedua ditemukan bahwa terdapat tulang kemaluan kiri yang patah berkeping-keping.

Kemudian terdapat beberapa bagian lain yang hancur seperti tulang usus kanan yang rusak hingga terpisah, serta tulang selangkangan kanannya patah. Selain itu terdapat temuan lain yang mengejutkan, yaitu luka dengan lebar 3 sentimeter di bagian luar alat kelamin. Hal ini dikatakan Mun’im tidak setara dengan barang bukti yang jauh lebih besar dari ukuran tersebut. Berdasarkan luka dari hasil visum kedua ini, Mun’im Idries menyimpulkan bahwa kematian Marsinah disebabkan oleh luka tembak.

“Melihat lubang kecil dengan kerusakan yang masif, apa kalau bukan luka tembak?" kata Mun’im Idries.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, dr. Mun’im Idries menyimpulkan bahwa Marsinah meninggal karena tembakan. Hal tersebut juga didukung oleh temuan hasil investigasi independen yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) banyak kejanggalan dan bukti yang dilewatkan oleh pihak kepolisian dalam menyelesaikan kasus ini.

Kilas Balik Sidang Kasus Marsinah

Mengutip dari arsip Majalah Tempo edisi 2019, terjadi banyak kejanggalan pihak kepolisian dalam mengusut kasus Marsinah. Dalam kasus tersebut, pemilik pabrik PT Catur Putra Surya (CPS) Yudi Santoso ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.

Dalam berita acara yang dibacakan dalam persidangan, pihak kepolisian menulis jika motif dibalik pembunuhan Marsinah karena buruh perempuan itu terlalu vokal dalam melawan perusahaan. Marsinah seringkali menjadi dalang aksi pemogokan para buruh yang membuat perusahaan tempatnya bekerja merasa dirugikan.

Namun, dalam persidangan itu semua itu dibantah oleh Yudi. Dirinya mengaku jika semua itu adalah karangan yang harus ia setujui mau tidak mau. Hal tersebut dikarenakan dia diancam untuk mengaku sebagai dalang pembunuhan Marsinah oleh polisi dan Yudi mengatakan dirinya juga disiksa saat ditahan di Komando Daerah Militer V Brawijaya.

Kemudian salah seorang anggota kepolisian Kapten Kusaeri, Komandan Komando Rayon Militer Porong juga diduga sebagai awal munculnya skenario yang dibuat-buat dalam persidangan. Dirinya mengaku jika kematian Marsinah sebagai shock therapy untuk memberi pelajaran kepada Marsinah. Komandan polisi itu kemudian mengatakan jika akhirnya tidak sengaja Marsinah terbunuh dan dirinya membantah adanya rapat-rapat rencana untuk melenyapkan buruh perempuan tersebut. Jadi, tidak benar adanya rapat yang dipimpin oleh Yudi.

Berdasarkan Majalah Tempo Edisi 1994, dalam kasus tersebut tiga orang ditetapkan sebagai tersangka. Ada Suwono dan Suprapto yang divonis 12 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Kemudian Yudi divonis 20 tahun penjara. Namun, para terdakwa termasuk Yudi Susanto, kemudian dibebaskan oleh Mahkamah Agung, dan kemudian penyelidikan kembali mandek.

SAVINA RIZKY HAMIDA | MAJALAH TEMPO | PUTRI SAFIRA PITALOKA berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |