Tak Hanya Menawan, Ini Makna Paes yang Membingkai Wajah Alyssa Daguise

5 hours ago 4

CANTIKA.COM, Jakarta - Pasangan Alyssa Daguise dan Al Ghazali baru saja melangsungkan acara adat Ngunduh Mantu yang dilaksanakan di Jakarta Convention Center, pada Kamis, 19 Juni 2025. Kedua mempelai mengusung adat khas Yogyakarta pada acara sakral tersebut. 

Berbalut kebaya hitam dengan detail payet dan riasan khas Yogyakarta, Penampilan Alyssa pada hari itu tentu mencuri dan menuai pujian dari warganet. Pesona puteri keraton terpancar nyata dari penampilan putri kedua Risa Dewi ini. Mulai dari kebaya beludru, sanggul tradisional, kain batik, hingga hiasan kepala lengkap seperti paes hingga cunduk mentul. 

Riasan Pengantin Adat Jawa: Antara Keindahan dan Makna Mendalam

Bukan sekadar riasan untuk mempercantik wajah, tata rias pengantin Jawa sesungguhnya menyimpan filosofi yang dalam. Setiap goresan paes, setiap detail pada dahi, bukan hanya simbol estetika, tapi juga cerminan nilai-nilai kehidupan dan doa untuk masa depan pasangan pengantin.

Dalam budaya Jawa, rias pengantin tidak dilakukan sembarangan. Masyarakat Jawa percaya bahwa setiap simbol dan garis yang diaplikasikan mengandung makna yang bisa memengaruhi kehidupan rumah tangga ke depan. Karena itu, proses merias ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan penghormatan terhadap tradisi leluhur.

Awalnya, paes atau pepaes hanya fokus pada memperindah area wajah, seperti membentuk alis, membersihkan rambut halus di dahi, dan mempercantik mata. Namun kini, konsep rias pengantin meluas menjadi ngrengga badan yakni merias seluruh tubuh, dari kepala hingga kaki, sebagai wujud penghormatan dan kesempurnaan penampilan di hari sakral.

Tugas penting ini dipercayakan pada juru paes, yang tak hanya dituntut untuk terampil secara teknis, tapi juga memiliki kematangan spiritual. Tak jarang, juru paes menjalani puasa sebelum merias pengantin, sebagai bentuk pembersihan batin dan memohon keselamatan agar tugasnya membawa keberkahan.

Solo vs Yogya: Dua Gaya, Dua Keanggunan

Ketika membahas tata rias pengantin Jawa, nama Yogyakarta dan Solo tak bisa dipisahkan. Keduanya memiliki gaya rias yang unik dan berakar dari tradisi keraton masing-masing.

Di Yogyakarta, terdapat enam gaya rias pengantin yang masih lestari hingga kini, seperti Paes Ageng, Paes Ageng Jangan Menir, dan Yogya Puteri. Sementara itu, Solo mengenal lima jenis, termasuk Solo Basahan, Solo Puteri, dan Solo Langenharjan.

Sekilas, riasan pengantin dari kedua kota ini terlihat serupa, sama-sama anggun dan penuh simbol. Namun jika diperhatikan lebih dekat, perbedaannya begitu jelas, terutama pada bentuk paes atau pola rias di dahi.

Pada pengantin Yogyakarta, bentuk utama paes—yang berada di tengah dahi—mirip potongan daun sirih dengan ujung runcing dan lengkungan halus. Di sisi lain, pengantin Solo menggunakan bentuk setengah bulatan seperti ujung telur bebek, yang dikenal sebagai gajahan. Perbedaan lain terlihat pada bentuk godheg (hiasan di pelipis), yang di Yogya menyerupai ujung mata pisau, sementara di Solo berbentuk kuncup bunga turi.

Tak hanya bentuk, penggunaan material juga jadi pembeda. Pengantin Yogya, khususnya dalam riasan seperti Paes Ageng Jangan Menir dan Kanigaran, menambahkan prada, serbuk emas yang menambah kesan mewah. Sementara pengantin Solo lebih sederhana, menggunakan pulasan seperti pidih atau lotha dengan warna khas, hijau atau hitam, tergantung gaya riasannya.

Pilihan Editor: Tissa Biani Tampil Menawan Bak Dewi Malam di Resepsi Al Ghazali dan Alyssa Daguise

INDONESIA GO ID 

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |