Kesaksian di Sidang Tom Lembong: Impor Gula Lebih Murah Hingga Petani Tebu Tidak Dirugikan

5 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan untuk perkara korupsi importasi gula dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Sejumlah fakta pun terungkap pada sidang-sidang tersebut.

Dalam sidang yang digelar Senin, 28 April 2025, staf Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Yudi Wahyudi menjadi salah satu saksi yang dihadirkan. Pada kesempatan itu, dia menuturkan bahwa pemerintah tidak bisa memenuhi kebutuhan gula dalam negeri meskipun memiliki waktu produksi gula, yakni pada Juli hingga Oktober.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Atas dasar itu, pemerintah membuka impor gula guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Big time itu pasti antara bulan Juli sampai Oktober, tapi tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri," kata Yudi dalam sidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Senin.

Yudi menyebutkan, ketidakmampuan pemerintah memenuhi kebutuhan gula dalam negeri disebabkan karena usia mesin yang sudah tua. Begitu juga dengan pabrik milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang usianya sudah lebih dari 100 tahun. Dampaknya, produktivitas efisiensi pabrik semakin menurun.


Terjadi Defisit Gula pada 2015-2016

Yudi juga menjelaskan bahwa selama ini stok gula akhir tahun akan dialihkan menjadi stok awal tahun. Ia mencontohkan pada akhir 2014 terdapat stok 1,1 juta ton gula yang dialihkan menjadi stok awal tahun 2015. "Karena ini bergeser, angkanya dari 1,1 ton di akhir tahun menjadi stok awal di tahun 2015 sebanyak 1,1 ton juga," ujar dia.

Menurutnya, meski Indonesia memiliki stok 1,1 juta ton gula, kondisi itu tidak bisa disebut surplus. “Itu stok. Karena gula bergeser. Beda dengan (hitungan) akuntansi yang berhenti di tahun itu,” ujarnya.

Yudi menyebut kebutuhan gula nasional mencapai 2,9 juta ton per tahun. Sedangkan kemampuan produksi dalam negeri hanya berkisar 2,4 juta ton. Artinya, terjadi defisit. Tanpa stok di akhir maupun awal tahun, dan tanpa impor, defisit akan semakin besar.

Ia mencontohkan stok gula di akhir 2015 mencapai 834 ribu ton yang kemudian dialihkan menjadi stok awal 2016. Dalam periode Januari-Mei 2016 masuk gula hasil produksi 200 ribu ton sehingga total penyediaan gula sekitar 1 juta ton.

Namun, kebutuhan gula nasional pada Januari-Mei 2016 adalah 1,2 juta ton. Meskipun terdapat stok gula ditambah dengan produksi, kata dia, faktanya defisit gula tetap terjadi. “Kurang lebih minus 177.860 ton,” katanya.

Defisit gula terus terjadi karena sampai dengan akhir tahun 2016, stok gula nasional sebanyak 655 ribu ton, yang kemudian beralih menjadi stok awal 2017.


Impor Gula dari Brazil Lebih Murah

Mantan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro mengungkapkan bahwa landed cost impor gula Brazil ke Indonesia lebih murah dibandingkan produksi gula dalam negeri.

"Landed cost impor gula Brazil ke Indonesia itu lebih murah dibandingkan produksi gulanya dalam negeri," kata dia saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Senin, 21 April 2025.

Landed cost import merupakan total biaya yang harus dikeluarkan untuk membawa barang dari pabrik/lokasi asal hingga sampai di gudang atau lokasi tujuan akhir di negara tujuan impor. Wahyu mengaku bahwa Indonesia tidak bisa bersaing dengan negara lain meskipun ada kesempatan impor. "Karakteristik dari gula ini kan memang komoditi internasional yang kalau kita di-open untuk bisa impor, mungkin Indonesia ini tidak bisa bersaing," ujarnya.

Lantaran biaya produksi gula dalam negeri yang tinggi dan besarnya jumlah kebutuhan gula konsumsi nasional, kata Wahyu, mau tidak mau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan importasi. Dia berkata bahwa impor gula pada saat itu bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan stok gula karena bertepatan dengan momen Ramadan, Idulfitri, Natal dan Tahun Baru. Mengingat, setiap momen tersebut kebutuhan gula melonjak.


BUMN Disebut Tidak Mampu Cukupi Kebutuhan Gula Nasional

Wahyu juga mengatakan bahwa impor gula pada 2015-2016 dilakukan karena ketidakmampuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mencukupi kebutuhan gula konsumsi nasional. "Jadi kami berdua antara BUMN dan swasta itu paling banter hanya 2,5 ton. Kalaupun digabung dengan swasta ternyata tidak pernah cukup juga," ujar dia.

Dia berkata meskipun BUMN bersama dengan swasta memproduksi gula konsumsi, namun jumlahnya tetap tidak cukup. Karena itu, apabila pemerintah membuka importasi, BUMN selalu mengusulkan untuk mendapat jatah lebih dulu dari komoditas lain. Wahyu mengatakan importasi dilakukan karena harga gula di luar negeri murah, sedangkan untuk BUMN rata-rata harga pokok produksi cukup tinggi.


Terdakwa Korupsi Impor Gula Masuk Lift Khusus Mendag

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan periode 2015 hingga Maret 2016 Sri Agustina mengatakan, Charles Sitorus sempat masuk area lift khusus di kantornya. Charles merupakan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI yang menjadi terdakwa kasus korupsi impor gula bersama Tom Lembong.

Mulanya, Jaksa Penuntut Umum atau JPU menanyakan ihwal hubungan Tom Lembong dengan Charles Sitorus. "Sepengetahuan saksi, Charles Sitorus itu apakah punya hubungan dekat dengan Pak Menteri Thomas Trikasih Lembong?" tanya Jaksa di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin, 14 April 2025.

Sri Agustina menjawab, ia tak tahu menahu kedekatan Tom dengan Charles. "Tetapi, sepanjang ingatan saya, saya pernah melihat Pak Charles itu masuk ke area 'lift khusus'," ujarnya.

Ia menceritakan, pada saat itu, dirinya melihat Charles masuk ke area lift khusus tersebut. Namun, ia tak tahu apakah Charles hendak bertemu Tom Lembong atau tidak. "Intinya adalah masuk ke area itu," kata Sri Agustina. "Jadi, saya enggak tahu sedekat apa beliau."

Jaksa kembali mencecar, "lift khusus itu berarti hanya bisa digunakan menteri, saksi?" Dengan agak lirih, Sri menjawab, "Iya."


Eks Pejabat Kemendag Sebut Impor Gula Tak Rugikan Petani Tebu

Mantan pejabat Kementerian Perdagangan Robert J. Indartyo menyatakan, kebijakan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong untuk mengizinkan importasi gula tidak merugikan petani tebu. Robert terakhir menjabat sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal di Kemendag dan sudah pensiun pada 2019. Awalnya, Tom menanyakan kepada Robert terkait tudingan padanya bahwa kebijakan impor gula merugikan petani tebu.

"Tadi Pak Robert menjelaskan kepada majelis bahwa PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia) dalam surat kepada saya, kalau gak salah surat nomor 90, menyatakan bahwa kalau pakai kata-katanya Pak Robert, PPI kesulitan memenuhi target pengadaan 200 ribu ton dengan harga pembelian petani (HPP) Rp 8.900 per kilogram. HPP kan?" kata Tom bertanya.

"HPP bisa, tapi harga lelangnya yang tinggi," kata Robert menjawab.

Kemudian, Tom Lembong mengonfirmasi lagi bahwa PT PPI tidak kebagian gula di pelelangan. Hal ini lantaran petani berpeluang menjualnya langsung di pasar dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan HPP. Ketika itu, kata dia, HPP yang dipatok oleh Menteri Perdagangan sebelumnya yakni Rachmat Gobel, dan menteri BUMN ketika itu Rini Soemarno di angka Rp 8.900 per kilogram.

"Berarti bahwa petani puas dengan harga yang mereka peroleh di pasaran ya, sehingga mereka tidak lagi perlu menjual kepada PPI ya? Jadi, berarti PPI tidak perlu menjamin bahwa harga tebu, harga gula tidak jatuh di bawah harga yang dipatok dalam hal ini Rp 8.900 ya?" ujar Tom. 

Robert pun membenarkan hal tersebut. "Iya, benar," kata dia.

"Berarti petani sudah puas dengan asas willing buyer willing seller. Mereka dengan sukarela, tidak dipaksa melepas gula, tebu mereka di harga yang di atas harga yang dipatok, betul?" kata Tom. Robert kembali membenarkan. 

Tom mengatakan, dia perlu mengonfirmasi perihal ini lantaran dituding merugikan petani. Dia merasa dituduh melanggar Undang-Undang Perlindungan Petani. "Saya dituduh melanggar UU Perlindungan Petani. Berarti kalau petani dengan sukarela, tanpa keluhan melepas tebu mereka ke pasar dengan harga di atas, berarti kan tidak merugikan petani?" ujar Tom Lembong lagi. Robert pun kembali membenarkan, "Iya."

Mutia Yuantisya dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |