Liputan6.com, Jakarta - Surat Al-Fatihah adalah inti dari Al-Qur'an yang dibaca setiap hari oleh umat Islam dalam sholat. Meski akrab di lisan, tak banyak yang menyelami kedalaman makna dan tafsir surat Al-Fatihah. Tafsir ini bukan sekadar pemahaman bahasa, tapi juga tentang kedudukan kalimat dalam struktur kalamullah.
Ulama asal Rembang, Jawa Tengah KH Ahmad Bahauddin Nursalim yang akrab disapa Gus Baha, menjelaskan secara mendalam posisi Al-Fatihah sebagai kalamullah yang telah diberikan kepada manusia. Dalam penjelasannya, Gus Baha menguraikan bagaimana tafsir menyelesaikan problem linguistik dan teologis dari ayat-ayat Al-Fatihah.
Menurut Gus Baha, kalimat dalam Al-Fatihah memang berasal dari Allah, tapi telah disampaikan kepada hamba-Nya sehingga bisa digunakan oleh manusia dalam doa dan sholat. Posisi ini menuntut pemahaman mendalam agar tidak menimbulkan kesalahan dalam memahami peran antara hamba dan Tuhan.
Ia menekankan pentingnya memahami konteks “iyaka na’budu wa iyaka nasta’in.” Jika ini diartikan sebagai kalam langsung dari Allah, maka muncul kesan janggal bahwa Allah berkata kepada manusia, “Kepadamu Aku menyembah,” yang tentu tidak benar secara akidah.
Dilansir Senin malam (05/05/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @takmiralmukmin, Gus Baha menjelaskan bahwa ilmu tafsir hadir untuk menjernihkan kesalahpahaman semacam ini. Para ulama sepakat bahwa seluruh isi Al-Fatihah diberikan dalam kerangka kalimat "qulu" atau “katakanlah wahai hamba-Ku.”
Kalimat pengantar itu, meskipun tidak tertulis langsung di mushaf, menjadi konteks penting untuk memahami bahwa Al-Fatihah adalah pelajaran dari Allah yang diberikan agar manusia dapat menggunakannya untuk berdoa dan beribadah.
Simak Video Pilihan Ini:
Perjuangan Mas Yanto Hantam Stunting dengan Bakso Gratis Penuh Gizi di Bekasi Utara
Penjelasan Gus Baha
Dengan begitu, ketika seorang Muslim membaca “bismillahirrahmanirrahim” atau “iyaka na’budu wa iyaka nasta’in,” itu bukan Allah yang berkata kepada manusia, tapi manusia yang menggunakan kalimat yang telah diajarkan Allah untuk menyembah dan memohon pertolongan.
Gus Baha menyebutkan bahwa tafsir ini membuat umat tidak lagi merasa janggal ketika membaca Al-Fatihah. “Barokahnya gak paham, jadi gak isykal,” tuturnya dalam ceramah tersebut.
Ia mengulangi penjelasan bahwa Al-Fatihah adalah kalamullah, tapi sudah menjadi milik manusia untuk dibaca dan diamalkan. Meski tetap kalam Allah, posisi penggunaannya berubah menjadi bacaan doa manusia.
Menurut Gus Baha, para ulama sepakat bahwa setiap ayat dalam Al-Fatihah secara implisit diawali dengan perintah "qulu." Sehingga semuanya bermakna: “Katakanlah wahai hamba-Ku, bacalah ini.”
Penekanan ini menjadi penting karena umat Islam membaca Al-Fatihah minimal 17 kali sehari dalam sholat. Bila tanpa pemahaman tafsir, seseorang bisa saja salah memahami siapa yang berbicara dalam ayat tersebut.
Gus Baha juga menekankan pentingnya ilmu ulumul Quran agar setiap Muslim tidak hanya hafal, tetapi juga memahami struktur dan maksud dari kalamullah yang dibaca.
Jangan Sekadar Menghafal, Pahami Maknanya
Ia mengingatkan bahwa memahami kalimat-kalimat dalam Al-Fatihah adalah bentuk adab kepada wahyu. Bukan sekadar menghafal, tetapi juga menempatkan posisi antara hamba dan Tuhan dengan benar.
Dalam pandangannya, ketika kita membaca “ihdinas shiratal mustaqim,” itu bukan Allah yang berkata kepada kita, tetapi kita yang sedang berkata kepada Allah, menggunakan kalimat yang diajarkan-Nya.
Jika kesadaran ini hadir, maka bacaan Al-Fatihah tidak hanya menjadi ritual, tapi juga dialog spiritual yang benar antara hamba dan Tuhannya.
Tafsir ini penting untuk menghindari pemahaman terbalik seperti seolah Allah yang meminta pertolongan kepada manusia, padahal jelas manusia-lah yang butuh pertolongan dari-Nya.
Melalui ceramahnya, Gus Baha ingin agar umat Islam semakin dalam menyelami keajaiban makna di balik setiap ayat Al-Fatihah, dimulai dari kalimat “Bismillah.”
Bagi Gus Baha, “Bismillah” bukan hanya pembuka, tapi fondasi keramat yang menandai bahwa seluruh surat Al-Fatihah adalah pelajaran dari Allah yang telah diberikan kepada manusia agar digunakan sebaik-baiknya.
Dengan memahami tafsir ini, seorang Muslim akan lebih sadar diri dalam ibadah, karena menyadari bahwa kata-katanya adalah ajaran langsung dari Tuhan yang Maha Pemurah.
Inilah kekuatan ilmu tafsir menurut Gus Baha, bukan hanya menjelaskan kata, tetapi menuntun hati agar tak keliru memaknai hubungan antara hamba dengan Sang Pencipta.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul