Ragam Respons atas Isu Rusia Izin Pakai Pangkalan Militer di Papua

1 day ago 3

MEDIA internasional memberitakan Rusia mengajukan usul kepada pemerintah Indonesia untuk menjadikan Lanud Manuhua di Kabupaten Biak Numfor, Papua, sebagai lokasi pangkalan bagi pesawat-pesawat militer Rusia. Dalam artikel berjudul “Russia 'Working Quietly' on Indonesia Military Ties Before Air Base Storm” pada 16 April 2025, media Australia, ABC, menuliskan rencana Rusia tersebut.

Dua hari sebelumnya, Senin, 14 April 2025, situs Amerika Serikat, Janes, merilis laporan berjudul “Indonesia pertimbangkan opsi setelah Rusia berupaya mengakses ke pangkalan angkatan udara”. Dalam laporan itu, disebutkan Indonesia menerima permintaan resmi dari Moskow mengenai izin menempatkan pesawat Angkatan Udara Rusia (VKS) di sebuah fasilitas di provinsi paling timur Indonesia.

Permintaan itu disampaikan setelah pertemuan antara Menteri Pertahanan RI dan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia pada Februari 2025, dengan maksud menempatkan pesawat-pesawat jarak jauh milik VKS di Lanud Manuhua, yang berbagi landasan pacu dengan Bandara Frans Kaisiepo.

Indonesia Tak Pernah Izinkan Negara Lain Akses Pangkalan Militer

Kementerian Luar Negeri RI menyatakan Indonesia tidak pernah memberikan izin kepada negara mana pun untuk membangun atau memiliki pangkalan militer di wilayahnya.

“Indonesia tidak pernah memberikan izin kepada negara mana pun untuk membangun atau memiliki pangkalan militer di Indonesia,” ujar Juru Bicara Kemlu Rolliansyah Soemirat pada Kamis, 17 April 2025, menjawab pertanyaan mengenai catatan diplomatik mengenai tawaran militer asing untuk membangun pangkalan militer dalam beberapa waktu terakhir.

Roy, sapaan akrabnya, menuturkan kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif menjadi landasan dalam menyikapi tawaran-tawaran kerja sama militer dari negara lain. Meski begitu, dia menyebutkan Indonesia tetap membuka diri terhadap kunjungan kapal atau pesawat militer asing yang datang dengan misi damai.

“Sebagai negara yang memiliki tradisi politik luar negeri bebas aktif, Indonesia akan menerima dan mengizinkan pesawat atau kapal militer negara lain dalam misi damai untuk berkunjung ke Indonesia,” katanya.

Sebelumnya, Kemlu membantah kabar ihwal permintaan Rusia mengakses pangkalan TNI Angkatan Udara di Papua. Roy mengatakan instansinya belum pernah mendapatkan permintaan semacam itu dari Rusia. “Kami belum pernah mendengar mengenai permintaan Rusia untuk menempatkan pesawatnya di pangkalan udara milik Indonesia di wilayah Papua," kata Roy dalam keterangan tertulis pada Selasa malam, 15 April 2025.

Tak Ada Pembahasan soal Rusia Minta Gunakan Lanud Manuhua

Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Brigadir Jenderal TNI Frega Wenas Inkiriwang mengatakan tidak ada pembahasan soal itu dalam pertemuan dengan Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Rusia beberapa waktu lalu.

“Seingat saya, saya juga kemarin mengecek notulensi ya. Memang pada saat pertemuan dengan Sekjen Dewan Keamanan Rusia, tidak ada sama sekali pembahasan itu,” ujar Frega saat ditemui di kantornya pada Rabu, 16 April 2025.

Namun Frega menganggap Indonesia tetap pada prinsip dasar politik luar negeri bebas aktif yang tak berpihak dan menjalin persahabatan dengan semua negara. “Karena kami tahu kita memang negara yang mengadopsi politik luar negeri bebas aktif, dan kita berkawan dengan semuanya,” kata dia.

Dia mengatakan prioritas utama pemerintah Indonesia saat ini adalah menjaga stabilitas domestik serta mendorong modernisasi kekuatan pertahanan nasional. Karena itu, Indonesia tidak ingin terseret dalam konflik antarnegara besar yang justru bisa menghambat pertumbuhan ekonomi maupun kemajuan militer dalam negeri. “Kita butuh stabilitas, dan tentunya kita tidak ingin terjebak dalam konflik-konflik yang justru menghambat pertumbuhan kita maupun modernisasi,” tuturnya.

Kemenhan, kata Frega, mengedepankan bentuk kerja sama pertahanan yang bersifat terbuka, fleksibel, tetapi tidak mengikat secara strategis dalam bentuk aliansi militer. “Salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh Pak Menteri (Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin) adalah membangun kerja sama internasional non-pakta pertahanan,” ujarnya.

Frega juga menjelaskan diplomasi pertahanan Indonesia tidak bisa berjalan sendiri. Setiap kebijakan atau kerja sama luar negeri selalu melibatkan koordinasi lintas lembaga, termasuk Kemlu, dan pada akhirnya berada di bawah arahan langsung Presiden.

Pangkalan Militer Asing di Indonesia Langgar Konstitusi

Adapun Anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menegaskan pendirian pangkalan militer asing di wilayah Indonesia merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.

“Konstitusi kita dan berbagai peraturan perundang-undangan secara tegas melarang keberadaan pangkalan militer asing. Hal ini bukan hanya soal hukum, tetapi menyangkut prinsip kedaulatan nasional dan arah politik luar negeri kita,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, seperti dikutip dari Antara.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga menekankan politik luar negeri Indonesia bersifat bebas aktif, bebas dari pengaruh blok mana pun dan aktif menjaga perdamaian dunia. Membuka peluang bagi kehadiran kekuatan militer asing, kata dia, justru bertentangan dengan semangat tersebut.

“Pendirian pangkalan militer asing hanya akan menyeret Indonesia dalam percaturan geopolitik yang kontraproduktif dengan perdamaian dunia. Selain itu, kepentingan nasional kita lebih utama ketimbang ikut campur dalam situasi yang berpotensi meningkatkan intensitas konflik antar kekuatan-kekuatan besar,” ujarnya.

Dia juga mengingatkan keberadaan pangkalan militer asing, khususnya di kawasan Asia Tenggara, berpotensi memicu ketegangan antarnegara anggota ASEAN dan mengganggu stabilitas kawasan. “Kita harus berhati-hati. Stabilitas kawasan lebih penting daripada kepentingan sempit negara tertentu. ASEAN dibangun atas dasar kerja sama dan kepercayaan, bukan persaingan kekuatan militer,” ucapnya.

Tokoh Papua Dukung Pemerintah soal Penggunaan Pangkalan Militer

Sementara itu, tokoh senior Papua, Michael Manufandu, mendukung keputusan pemerintah untuk tidak mengizinkan penggunaan pangkalan militer di wilayah Indonesia untuk operasi pesawat-pesawat militer asing. Michael menyebut sangat riskan jika pangkalan militer di wilayah Indonesia digunakan juga untuk operasi pesawat-pesawat militer asing karena hal itu bertentangan dengan konstitusi.

“Menteri Pertahanan sudah membantah berita yang tidak benar itu. Demi kepentingan dan keselamatan negara maka tidak boleh sembarangan menggunakan lapangan terbang yang ada di Biak untuk kegiatan militer asing,” kata dia saat dihubungi dari Manokwari, Rabu.

Mantan Duta Besar RI untuk Kolombia itu mengakui Pangkalan TNI AU Biak sangat strategis untuk kepentingan aspek pertahanan dan keamanan negara di wilayah Pasifik. Saat Perang Dunia II, pangkalan itu menjadi basis pertahanan tentara Sekutu dalam Perang Pasifik melawan Jepang.

Mengingat posisinya yang sangat strategis dan kondisi saat ini di mana Bandara Frans Kaisiepo Biak jarang diterbangi oleh pesawat komersial seperti Garuda Indonesia, Manufandu meminta pemerintah menghidupkan lagi aktivitas penerbangan di Biak sehingga bisa memberi dampak ekonomi bagi masyarakat setempat.

“Tolong pemerintah memperhatikan lagi Bandara Biak, jangan dibiarkan begitu saja, terkesan seperti ditelantarkan sehingga tidak lagi memiliki nilai ekonomi,” ujarnya.

Agar aktivitas penerbangan di Bandara Biak bisa ramai lagi, dia mengusulkan agar dibuka rute penerbangan langsung dari Biak ke Australia dan Selandia Baru dan negara-negara di Kepulauan Pasifik. Dia berharap penerbangan langsung rute Jakarta-Biak-Hawaii-Los Angeles, Amerika Serikat bisa dihidupkan kembali karena memakan waktu tempuh yang lebih singkat jika dibandingkan dengan rute Jakarta-Singapura-Hongkong-Los Angeles.

Dani Aswara, Savero Aristia Wienanto, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: UU TNI Sudah Diteken Prabowo, Ini Poin-poin Penting Perubahannya

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |