Liputan6.com, Jakarta - Fenomena unik kembali terjadi di sekitar lingkungan Majelis Ta'lim Sabilu Taubah. Kali ini, rombongan berisi para waria yang datang menggunakan satu bus penuh, menyampaikan niat mereka untuk mengikuti pengajian bersama Gus Iqdam.
Peristiwa ini sontak menarik perhatian publik, khususnya warganet yang membicarakannya di berbagai platform media sosial. Banyak yang penasaran bagaimana reaksi pendakwah muda yang dikenal ceplas-ceplos ini saat mendengar kabar tersebut.
Pendakwah muda asal Blitar Muhammad Iqdam Kholid atau akrab disapa Gus Iqdam akhirnya buka suara. Dalam sebuah kesempatan pengajian, ia menanggapi fenomena satu bus waria yang ingin ikut mengaji dengan caranya yang khas.
Menurut Gus Iqdam, keinginan mereka untuk belajar agama seharusnya dihargai dan tidak langsung dihakimi. Ia menyatakan, meski kondisi mereka berbeda, setiap orang tetap berhak mendapat kesempatan menuju kebaikan.
"Tapi saya yakin para waria ini sebenarnya kalau disuruh milih juga tidak memilih seperti ini, nggih toh," ujar Gus Iqdam di hadapan jamaahnya yang mendengarkan dengan seksama.
Pernyataan itu dikutip Selasa (06/05/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @faiznim3150 yang telah ramai dibicarakan warganet sejak diunggah beberapa hari sebelumnya.
Gus Iqdam menyambut baik niat baik rombongan tersebut. Ia menekankan pentingnya menghargai setiap langkah menuju perbaikan, tanpa mencaci atau mencurigai niat seseorang yang ingin mendekat kepada agama.
Simak Video Pilihan Ini:
Hii... Jijiknya, Tikus Pesta Ayam Crispy di Etalase
Gus Iqdam Ketakutan saat Bertemu Waria di Rest Area
"Jangan sampai nanti muncul hujatan-hujatan seolah-olah saya mengaminkan keadaan mereka," tambahnya. Ia justru mengajak jemaah untuk menyambut siapa pun yang ingin belajar agama, tanpa memandang latar belakang mereka.
Dalam ceritanya, Gus Iqdam mengenang momen saat pertama kali bertemu rombongan waria dari Surabaya. Kejadian itu terjadi secara tak terduga di sebuah rest area saat dirinya baru bangun tidur dari dalam mobil.
"Jan aku wedi tenan. Gek cah-cah iki malah mlipir nyisih kabeh kae lho," ucapnya sambil tertawa, mengingat kejadian lucu itu. Ia sempat bingung karena semua yang melihatnya justru menjauh dengan malu-malu.
Gus Iqdam menjelaskan bahwa saat itu ia sedang dalam perjalanan dan mobil berhenti di rest area. Begitu turun dari kendaraan, ia terkejut karena melihat sekelompok orang dengan penampilan mencolok berdiri di sekitar bus.
Ia kemudian berusaha mencari sopirnya, Yadi, yang ternyata sedang bersama rombongan tersebut. Saat ditanya mengapa meninggalkannya sendirian, Yadi menjawab bahwa rombongan itu memang menunggu kedatangan Gus Iqdam.
"Lah gundulmu ambrol, ngenteni aku nyapo? Aku kudu nguyuh ngono," lanjut Gus Iqdam dengan gaya jenaka yang membuat jemaah tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
Pendakwah Menjadi Fasilitator Perubahan
Dengan rasa bingung dan sedikit takut, ia akhirnya memilih berjalan memutar dari sisi kanan bus untuk menghindari kerumunan tersebut. Ia menyebutkan bahwa saat itu sempat merasa waswas.
Namun setelah tahu niat mereka yang tulus, ia merasa lebih tenang dan akhirnya bisa tertawa mengingat kejadian tersebut. Ia menyadari bahwa penampilan seseorang sering kali menimbulkan prasangka yang tak perlu.
Gus Iqdam menyampaikan bahwa Islam adalah agama kasih sayang dan rahmat untuk seluruh alam. Maka, siapa pun yang ingin belajar agama harus diberi kesempatan tanpa dihalangi atau dikucilkan.
“Wonge niat apik pengin ngaji, sae. Ya harus didukung. Sing penting ono niat apik,” ujarnya, menegaskan kembali bahwa pintu kebaikan selalu terbuka bagi siapa pun.
Respons Gus Iqdam ini mendapatkan apresiasi dari banyak kalangan. Beberapa netizen menilai pendekatan dakwahnya yang terbuka dan penuh humor membuat banyak orang merasa nyaman dan tidak takut untuk belajar.
Di akhir pengajiannya, Gus Iqdam menyampaikan pesan bahwa tugas seorang pendakwah bukanlah menghakimi, tapi memfasilitasi siapa pun yang ingin berubah menjadi lebih baik.
Fenomena satu bus waria yang ingin ngaji ini pun menjadi pelajaran penting bahwa hidayah bisa datang kapan saja, dan kepada siapa saja, tanpa mengenal latar belakang ataupun masa lalu.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul