Liputan6.com, Jakarta - Selain Hijriah dan Masehi, ada satu kalender yang masih dipakai oleh masyarakat Jawa. Adalah kalender Jawa. Kalender Jawa sering digunakan untuk menentukan waktu kegiatan penting, misalnya hari pernikahan, peletakan batu pertama untuk rumah, atau waktu yang baik untuk bepergian.
Jika ditelisik secara teliti, kalender Jawa dan Hijriah sedikit ada kemiripan. Mulai dari tanggalnya yang sering sama dan nama-nama bulannya yang tidak jauh beda.
Menilik jauh ke belakang, kemiripan dua kalender ini tidak terlepas dari sejarah diciptakannya kalender Jawa itu sendiri. Kalender yang digunakan masyarakat Jawa ini diciptakan oleh Sultan Agung, raja ketiga Mataram Islam.
Bagi seorang muslim yang tinggal di Jawa, penting mengetahui alasan kalender Jawa dan Hijriah yang memiliki kemiripan dari segi aspek sistem perhitungan maupun awal kalender dimulai. Di samping memiliki kesamaan, ternyata ada beberapa perbedaan yang mencolok dari dua kalender tersebut.
Pengetahuan historis kalender Jawa yang mirip dengan Hijriah akan menjadi khazanah baru yang sangat berarti. Begitu pun dengan mengetahui perbedaan dua kalender tersebut akan menjadi wawasan yang sangat penting bagi muslim yang tinggal di negara majemuk. Simak ulasannya di halaman berikutnya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Alquran Kuno Peninggalan Pasca-Perang Diponegoro Ditemukan di Pegunungan Cilacap
Sejarah Kalender Jawa yang Mirip dengan Hijriah
Sebelum ada kalender Jawa, masyarakat Jawa menggunakan kalender Saka yang berasal dari India. Sistem penanggalan kalender Saka berdasarkan pergerakan matahari. Sistem ini berbeda dengan Hijriyah yang berdasarkan pada pergerakan bulan.
Perbedaan sistem penanggalan Saka dengan Hijriyah akhirnya berdampak pelaksanaan perayaan adat masyarakat Jawa atau hari besar Islam. Perayaan-perayaan adat yang diselenggarakan oleh keraton tidak selaras dengan perayaan-perayaan hari besar Islam.
Mengutip laman kratonjogja.id, Sultan Agung menghendaki agar perayaan-perayaan tersebut diselenggarakan dalam waktu yang bersamaan. Akhirnya diciptakanlah sebuah sistem penanggalan baru yang merupakan perpaduan antara kalender Saka dan Hijriyah, yakni kalender Jawa atau kalender Sultan Agungan.
Kalender Jawa meneruskan tahun Saka dan mengganti sistem penanggalan lama. Kalender Jawa dihitung berdasarkan pergerakan bulan, sama seperti kalender Hijriyah.
Kesamaan lainnya adalah awal kalender Jawa dengan Hijriyah sama, yakni tanggal 1 Suro (Sura) dalam penanggalan Jawa berbarengan dengan 1 Muharram Hijriyah.
Selain itu, nama-nama bulan kalender Jawa mirip dengan nama-nama bulan dalam kalender Hijriyah. Ternyata, nama-nama bulan kalender jawa diambil dari nama serapan bulan-bulan Hijriyah yang disesuaikan dengan lidah Jawa.
Kesamaan sistem perhitungan, awal tahun, dan nama-nama bulan kerap dianggap sama antara kalender Jawa dan Hijriyah secara keseluruhan. Padahal hanya mirip saja karena ada perbedaan dari faktor lainnya. Apa saja perbedaannya?
3 Perbedaan Kalender Jawa dan Hijriah
1. Penomoran Tahun
Penomoran tahun dalam kalender Jawa meneruskan kalender Saka. Penanggalan yang berasal dari India itu sudah dimulai sejak tahun 78 Masehi.
Sementara, penomoran tahun kalender Hijriyah dimulai sejak tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah pada 622 M.
Menurut kalender Jawa, saat ini tahun 1956 J. Sedangkan tahun Hijriyah baru 1444 H.
2. Jumlah Hari dalam Sebulan
Dalam sistem penanggalan Jawa, semua bulan dari Sura sampai Besar sudah ditentukan haru berapa hari. Jumlah hari dalam sebulan di kalender ini berselang-seling, yaitu 30 hari untuk bulan ganjil dan 29 hari untuk bulan genap.
Sedangkan jumlah hari dalam sebulan di kalender Hijriyah tidak ditentukan. Penanggalan Hijriyah menghitung gerak bulan yang sebenarnya dan ada pula yang mengonfirmasi ulang dengan pengamatan langsung hilal awal bulan.
3. Perbedaan Setiap 120 Tahun
Kalender Jawa setiap 120 tahun sekali diberi tambahan satu hari. Periode 120 tahun ini disebut khurup. Siklus ini tidak dialami oleh kalender Hijriyah karena penanggalan ini berdasarkan pada fenomena astronomis.