Liputan6.com, Jakarta - Bulan Ramadhan selalu menghadirkan suasana spiritual yang berbeda bagi umat Islam. Di antara malam-malamnya, terdapat satu malam yang nilainya melampaui seluruh waktu lainnya, yakni malam lailatul qadar. Malam ini menjadi puncak harapan, doa, dan ibadah kaum muslimin di seluruh dunia.
Keistimewaan malam lailatul qadar tidak hanya terletak pada janji pahala yang besar, tetapi juga pada peristiwa monumental turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW. Karena itu, malam ini memiliki kedudukan yang sangat agung dalam ajaran Islam.
Namun, hingga kini masih banyak umat Islam yang memaknai malam lailatul qadar secara beragam, bahkan sebagian terjebak dalam pemahaman yang bersifat mistis. Oleh sebab itu, penting untuk memahami malam lailatul qadar secara lebih ilmiah, rasional, dan berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadis, serta pandangan para ulama. Berikut ulasan Liputan6.com, Kamis (25/12/2025).
Apa Itu Malam Lailatul Qadar?
Secara etimologis, istilah lailatul qadr berasal dari dua kata bahasa Arab, yaitu lail yang berarti malam, dan qadr yang bermakna ukuran, penentuan, kemuliaan, atau keagungan. Menurut Maulana Muhammad Ali, qadr bermakna ukuran, sementara Hamka memaknainya sebagai penentuan. Adapun Ahmad Mushthafa al-Maraghi menekankan arti keagungan dan kemuliaan.
Dengan demikian, malam lailatul qadar dapat dipahami sebagai malam yang penuh kemuliaan sekaligus malam penentuan. Al-Qur’an sendiri menyebut istilah lailatul qadr sebanyak tiga kali, khususnya dalam Surah Al-Qadr. Allah SWT berfirman bahwa malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan (QS. Al-Qadr: 3).
Menurut Syekh Mushthafa al-Hadidi, malam lailatul qadar dinamakan demikian karena menjadi titik awal turunnya wahyu Ilahi. Sementara Al-Qurthubi menafsirkan lailatul qadr sebagai lailatul hukmi, yaitu malam penetapan takdir tahunan, seperti rezeki, ajal, dan berbagai ketentuan hidup manusia, yang disampaikan kepada para malaikat untuk dilaksanakan.
Dalam perspektif rasional sebagaimana dijelaskan Muslim, S.Ag., M.Ag., lailatul qadr tidak seharusnya dimitoskan secara berlebihan. Ia merupakan pengalaman spiritual dan batiniah yang menuntut kesungguhan ibadah, bukan fenomena fisik yang bersifat magis.
Keutamaan malam lailatul qadar setidaknya dapat dilihat dari tiga aspek utama. Pertama, malam ini merupakan waktu pertama diturunkannya Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup umat manusia (QS. Al-Baqarah: 185 dan QS. Al-Qadr: 1). Turunnya wahyu pada malam tersebut menandai hadirnya cahaya kebenaran yang membebaskan manusia dari kegelapan jahiliyah.
Kedua, nilai ibadah pada malam lailatul qadar dilipatgandakan melebihi seribu bulan. Al-Qurthubi bahkan menegaskan bahwa makna “seribu bulan” bersifat metaforis, yakni melambangkan seluruh masa. Artinya, satu malam ibadah pada malam lailatul qadar memiliki nilai yang melampaui batas perhitungan manusia.
Ketiga, pada malam tersebut para malaikat turun ke bumi dengan membawa rahmat dan ketenangan hingga terbit fajar (QS. Al-Qadr: 4–5). Turunnya malaikat ini menandakan suasana spiritual yang penuh kedamaian bagi orang-orang beriman.
Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar Menurut Hadis dan Ulama
Banyak umat Islam bertanya mengenai tanda-tanda malam lailatul qadar. Dalam hadis riwayat Muslim dari Ubay bin Ka’ab disebutkan bahwa tanda malam tersebut adalah matahari yang terbit pada pagi harinya dalam keadaan putih dan tidak menyengat.
Riwayat lain yang dikutip dalam Tafsir al-Khazin menyebutkan bahwa malam lailatul qadar adalah malam yang cerah, sejuk, tidak panas dan tidak dingin. Keterangan ini juga diperkuat oleh hadis Ath-Thayalisi dan Al-Baihaqi.
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, KH. Abdul Muiz Ali, menjelaskan bahwa tanda-tanda tersebut bukan untuk dijadikan fokus utama. Menurut beliau, kondisi malam yang tenang, tidak hujan, dan tidak panas hanyalah isyarat, bukan kepastian mutlak. Bahkan Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan bahwa sebagian besar tanda malam lailatul qadar baru disadari setelah malam itu berlalu.
Karena itu, para ulama mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak pada pencarian tanda fisik semata, tetapi lebih menekankan penghidupan malam-malam Ramadhan dengan ibadah.
Meski waktu pasti malam lailatul qadar dirahasiakan Allah SWT, beberapa ulama mencoba memberikan panduan prediktif. Salah satunya adalah Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali.
Dalam buku 30 Hari Mencari Pahala karya Irra Fachriyanthi, dijelaskan bahwa Imam Al-Ghazali memprediksi malam lailatul qadar berdasarkan hari pertama Ramadhan. Jika Ramadhan dimulai pada hari Senin, maka lailatul qadar diperkirakan jatuh pada malam ke-21. Jika dimulai hari Sabtu, maka pada malam ke-23, dan seterusnya hingga malam ke-29.
Namun, prediksi ini bukan kepastian. Imam Al-Ghazali sendiri menekankan bahwa hikmah dirahasiakannya malam lailatul qadar adalah agar umat Islam bersungguh-sungguh beribadah sepanjang sepuluh malam terakhir Ramadhan, bukan hanya pada satu malam tertentu.
FAQ Seputar Malam Lailatul Qadar
1. Apakah malam lailatul qadar terjadi setiap tahun?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa malam lailatul qadar terjadi setiap bulan Ramadhan hingga hari kiamat.
2. Apakah lailatul qadar selalu jatuh pada malam ke-27?
Tidak selalu. Meski banyak ulama menguatkan malam ke-27, Rasulullah SAW menganjurkan mencarinya pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir.
3. Apakah tanda-tanda lailatul qadar pasti terlihat?
Tidak. Sebagian besar tanda baru disadari setelah malam tersebut berlalu.
4. Amalan apa yang paling utama pada malam lailatul qadar?
Shalat malam, membaca Al-Qur’an, dzikir, doa, dan memohon ampunan kepada Allah SWT.
5. Mengapa waktu lailatul qadar dirahasiakan?
Agar umat Islam bersungguh-sungguh beribadah sepanjang akhir Ramadhan, bukan hanya pada satu malam.

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2846286/original/063923800_1562395389-20190706-Pengecekan-Kelengkapan-Administrasi-Calon-Jemaah-Haji10.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4863721/original/068009200_1718356035-20240614-Jamaah_Haji_di_Mina-AP_4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4463324/original/051349000_1686577046-SA_I.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5451540/original/053220900_1766307642-WhatsApp_Image_2025-12-21_at_09.57.19.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2898274/original/080785500_1567273060-Pawai-Obor4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5450229/original/030945800_1766134797-unnamed__2_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5455417/original/084015300_1766655228-Gemini_Generated_Image_w0c7rcw0c7rcw0c7.png)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3309137/original/055065200_1606475068-nurhan-yC70QqvrPRk-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4010958/original/004782000_1651214800-20220429-Itikaf-Lailatul-Qadar-2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1817306/original/097946200_1514746860-Kembang-Api-Monas1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3120324/original/086880400_1588687274-Berdoa_22.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5073993/original/091259700_1735691045-WhatsApp_Image_2024-12-31_at_16.05.22.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5232681/original/059350000_1748244365-Gemini_Generated_Image_hs2t9hs2t9hs2t9h.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5210969/original/067795200_1746521381-48245f82-ed09-40ef-883e-a15efe7e07c5.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435250/original/089688200_1765013911-_DSC2841.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3639110/original/044468000_1637473322-mengaji.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1100208/original/031739700_1451743525-20160101-Kembang-Api-Penjuru-Dunia-AFP-Photo-01.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4700453/original/094011300_1703750925-Ilustrasi_malam_pergantian_tahun__perayaan_Tahun_Baru.jpg)


















:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5316291/original/015050100_1755231247-5.jpg)










