Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan sehari-hari, pola makan sering kali mencerminkan pola pikir seseorang. KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3IA) Rembang, menyoroti hal ini dalam salah satu ceramahnya.
Ia menjelaskan bahwa kebiasaan makan tidak hanya soal memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga mencerminkan tingkat kedewasaan seseorang.
Ceramah Gus Baha ini dikutip dan dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @khairazzaadittaqwa, di mana Gus Baha memberikan pandangan yang mendalam terkait perilaku makan.
Menurutnya, kebiasaan makan banyak orang, baik mereka yang dianggap pintar maupun yang biasa saja, sering kali tidak ada bedanya.
"Ternyata, kita ini seperti orang bodoh. Profesornya makan nyaman kalau sesuai selera. Itu kan sama saja dengan anak-anak ABG," ujar Gus Baha dengan gaya khasnya yang diringi senyum.
Ia menambahkan, perilaku ini tidak hanya ditemukan pada orang biasa, tetapi juga pada tokoh agama. "Kiai makan enak kalau yang disukai. Bedanya apa kiai dengan orang awam kalau caranya masih sama?" tanyanya.
Melalui sindiran ini, Gus Baha mengajak untuk merenungkan bahwa kedewasaan seseorang tidak hanya dilihat dari status atau ilmu, tetapi juga dari cara mereka menyikapi kebutuhan dasar seperti cara makan.
Simak Video Pilihan Ini:
Aksi Nekat Emak-Emak Kejar dan Gagalkan Penjambretan Kalung di Jalanan
‘Idamuhu Alju’, Ini Cara Agar Kasta Kita naik
Ia menjelaskan bahwa seseorang yang ingin "berkasta lebih baik" harus mengubah cara pandang terhadap makanan.
"Kalau kamu ingin berkasta lebih baik, cara makan enak itu adalah ‘Idamuhu alju’, lauk terbaik adalah karena kita sangat lapar," jelas Gus Baha.
Ungkapan "Idamuhu alju’" yang berarti "sangat lapar" menjadi inti dari ceramah Gus Baha. Menurutnya, rasa lapar membuat segala jenis makanan terasa nikmat.
Ketika seseorang makan dalam kondisi lapar, bahkan makanan yang sederhana sekalipun terasa lebih menantang dan berkesan.
"Karena ketika engkau lapar, maka makan dan minum apa saja menjadi nikmat," ujar Gus Baha, memberikan perspektif beda tentang cara menikmati makanan.
Ia menegaskan bahwa pola makan yang sederhana dan tidak bergantung pada selera adalah cerminan kedewasaan dan kebijaksanaan seseorang.
Pandangan ini juga mengajarkan bahwa hidup yang sederhana tidak hanya menyehatkan fisik, tetapi juga memperkuat karakter seseorang.
Dalam ceramahnya, Gus Baha juga menyinggung bagaimana perilaku makan bisa mencerminkan tingkat spiritualitas seseorang.
Jangan Terjebak Keinginan
Menurutnya, seseorang yang mampu menahan diri dan tidak berlebihan dalam makan menunjukkan kedewasaan dan pengendalian diri yang baik.
Selain itu, Gus Baha mengingatkan bahwa rasa syukur adalah kunci utama dalam menikmati makanan. Ketika seseorang bersyukur, bahkan makanan sederhana pun terasa istimewa.
Ia juga menyarankan agar setiap orang tidak terlalu terjebak dalam keinginan menikmati makanan yang mewah atau sesuai selera.
"Dengan makan sederhana, kita belajar menghargai apa yang ada dan lebih dekat dengan rasa syukur," tambah Gus Baha.
Nasihat ini sangat relevan di era modern, di mana banyak orang terlalu fokus pada makanan yang mahal atau mengikuti tren tanpa mempertimbangkan nilai kesederhanaan.
Ceramah Gus Baha ini mengajak masyarakat untuk merenungkan kembali kebiasaan makan mereka dan melihatnya dari perspektif yang lebih dalam.
Dengan mengubah cara pandang terhadap makanan, seseorang tidak hanya memperbaiki pola hidup, tetapi juga meningkatkan kualitas spiritualitas dan kedewasaan.
Pesan ini juga relevan bagi siapa saja yang ingin menjalani hidup dengan lebih sederhana dan penuh syukur.
Melalui penjelasannya, Gus Baha memberikan panduan praktis bagaimana cara sederhana dalam makan dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan kualitas diri.
Nasihatnya tidak hanya menjadi pengingat, tetapi juga inspirasi bagi banyak orang untuk menjalani hidup yang lebih bermakna.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul