Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan berkeluarga, suami dan istri memiliki peran penting satu sama lain. Salah satu dari sekian banyak tugas dalam rumah tangga adalah bagaimana suami dan istri saling mendukung dalam hal ibadah.
Bagi sebagian orang, isu ini mungkin terdengar sensitif, terutama ketika berbicara tentang bagaimana pasangan saling mengingatkan atau bahkan memaksa satu sama lain untuk melaksanakan ibadah termasuk sholat.
Islam mengajarkan pentingnya saling mengingatkan dalam kebaikan, tetapi tentu saja setiap tindakan yang dilakukan harus didasari dengan niat yang benar dan cara yang bijak.
Dalam hal ini, niat seorang istri untuk memastikan bahwa suaminya tidak meninggalkan sholat adalah niat yang sangat baik.
Namun, apakah memaksa dengan cara tertentu dapat dibenarkan oleh syariat? Berikut ulasannya dikutip dari laman mui.or.id.
Saksikan Video Pilihan ini:
Panen Raya Bawang Merah di Lahan TNI Yonif 405-SK Wangon Banyumas
Teladan Praktik Abu Hurairah dalam Sholat Malam Bersama Keluarga
Jika menelisik hadis Nabi Muhammad SAW, baik suami maupun istri, dalam urusan mengingatkan atau menyuruh beribadah, memiliki hak yang benar-benar sama, setara.
Hal ini tergambar dalam hadis yang diriwayatkan sahabat Abu Hurairah dari Rasulullah SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “رَحِمَ اللَّهُ رَجُرَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ”
“Allah memberi rahmat (senang) kepada seorang suami yang bangun malam kemudian sholat (tahajud ) dan membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan, dia mencipratkan air ke wajahnya. Begitu juga Allah senang kepada istri yang bangun malam kemudian sholat (tahajud ) dan membangunkan suaminya. Jika suaminya enggan, dia mencipratkan air ke wajahnya.” (HR. Abu Dawud no 1308)
Abu Hurairah yang mendengar hadis ini langsung dari Nabi Muhammad SAW mempraktikkan hadis ini sebagaimana yang diriwayatkan Abu ‘Utsman al-Hindi:
عَنْ أَبِي عُثْمَانَ قَالَ تَضَيَّفْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ سَبْعًا فَكَانَ هُوَ وَامْرَأَتُهُ وَخَادِمُهُ يَعْتَقِبُونَ اللَّيْلَ أَثْلَاثًا يُصَلِّي هَذَا ثُمَّ يُوقِظُ هَذَا
“Abu ‘Utsman al-Hindi bercerita Ketika bertamu ke rumah Abu Hurairah selama tujuh hari. Dia bersama istri dan pembantunya membagi malam menjadi tiga bagian untuk sholat malam. Salah satu dari mereka sholat di sepertiga awal, kemudian membangunkan yang kedua untuk sholat di sepertiga kedua, dan seterusnya sampai sepertiga akhir.” (HR. al-Bukhari no. 5125)
Kesetaraan Peran Suami dan Istri dalam Mengingatkan Ibadah
Syekh Muhammad Syamsul Haq Abadi (w. 1329 H.) dalam karyanya ‘Aunul Ma’bud ‘ala Sunan Abi Dawud berkomentar atas hadis tersebut.
Menurutnya, mencipratkan air ke muka harus dilandasi motif kasih sayang, bukan dari rasa kesal. Kemudian dirinya mengutip pendapat Ibnu Malik yang berpendapat bahwa berdasarkan hadis tersebut, siapa pun (baik laki atau perempuan) dianjurkan untuk memaksa dalam kebaikan.
Hadis di atas juga menunjukkan gambaran ideal bagaimana suami istri saling menyayangi, berkomunikasi dengan baik, dan memiliki pandangan yang sama, bahwa baik suami atau istri memiliki hak yang sama ketika mengingatkan atau memaksa beribadah kepada Allah SWT.
Karenanya, suami hendaknya tidak merasa kesal bila istri menyuruhnya beribadah. Terutama bila istri misalnya memaksa suami agar segera sholat wajib. Sholat tahajud saja yang hukumnya sunnah, istri boleh mencipratkan air ke muka suami agar dapat sholat bersama, apalagi sholat wajib.
Hal tersebut tidak lain sebagai bentuk kesetaraan pria dan wanita (suami dan istri) di dalam ajaran agama Islam yang memposisikan keduanya sebagai rekan untuk bekerja sama dalam mewujudkan rumahtangga yang baik. Wallahu A’lam.