Eks Pekerja OCI dan Taman Safari Melapor ke Kementerian HAM soal Eksploitasi

2 days ago 7

Eks pekerja OCI dan Taman Safari mengadu ke Kementerian HAM soal eksploitasi dan pelanggaran HAM.

15 April 2025 | 19.11 WIB

Perwakilan korban eksploitasi oleh pemilik Oriental Circus Indonesia (OCI) dan Taman Safari Indonesia (TSI) berdialog dengan Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Mugiyanto, di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa, 15 April 2025. TEMPO/Nabiila Azzahra A.

material-symbols:fullscreenPerbesar

Perwakilan korban eksploitasi oleh pemilik Oriental Circus Indonesia (OCI) dan Taman Safari Indonesia (TSI) berdialog dengan Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Mugiyanto, di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa, 15 April 2025. TEMPO/Nabiila Azzahra A.

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah mantan pekerja sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengadukan dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia kepada Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta Selatan, Selasa, 15 April 2025. Tindak kekerasan, perbudakan, dan eksploitasi anak yang disampaikan para mantan pekerja diduga terjadi sejak tahun 1970-an oleh para pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia.

Delapan orang perwakilan korban yang hadir, sebagian besar perempuan paruh baya, menceritakan kronologi mereka dipekerjakan sejak masih anak-anak sebagai pemain sirkus di OCI. Mereka mengaku mengalami berbagai bentuk penyiksaan seperti dipukul, disetrum, dipaksa bekerja dalam kondisi sakit, dipisahkan dari anaknya, hingga dipaksa makan kotoran hewan.

Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, mengatakan ada beberapa kemungkinan pelanggaran HAM dari cerita para korban. “Ada perbudakan, penyiksaan, pelanggaran hak atas rasa aman, hak atas pendidikan, kemudian hak atas identitas,” katanya di hadapan para korban, pendamping korban, dan wartawan.
 
Ia mengatakan Kementerian HAM akan mengambil langkah agar kejadian-kejadian tersebut tidak terulang lagi. Selain itu, kata Mugiyanto, kementeriannya akan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain untuk menindaklanjuti kasus ini. 
 
Para korban juga telah melaporkan rangkaian kejadian ini kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta Komisi Nasional (Komnas) HAM. “Kami akan koordinasi dengan teman-teman dari PPPA. Sudah melaporkan juga ke Komnas HAM, jadi kami akan berkoordinasi dengan Komnas HAM,” ujar Mugiyanto.
 
Mugiyanto mengatakan ada tantangan dalam menindaklanjuti kasus ini, karena pada masa terjadinya, Indonesia belum memiliki undang-undang tentang HAM. Produk hukum tersebut baru terbit pada pada akhir 1990-an, yaitu UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. “Jadi terjadinya di masa lalu, sehingga kalau diterapkan undang-undang tersebut, susah,” katanya.
 
Meski demikian, ia berkata, kasus ini masih bisa diproses melalui jalur hukum pidana dengan dasar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ia mempersilakan para pendamping korban menempuh jalur tersebut, karena bukan menjadi ranah Kementerian HAM.
 
Mugiyanto mengatakan Kementerian HAM akan memanggil pihak Taman Safari Indonesia untuk meminta keterangan mereka tentang ini. “Kami akan lakukan secepatnya,” ujar dia. “Mudah-mudahan dalam minggu-minggu ke depan kita sudah bisa lakukan itu.”
 
Pendamping korban, Muhammad Soleh, meminta pemerintah membentuk tim pencarian fakta secara lintas sektoral untuk menelusuri fakta kasus ini. Ia berharap Kementerian HAM dan Kementerian PPPA terlibat. “Semua harus bersatu, menurut saya, segera membentuk tim pencari fakta,” ucapnya.
 
Dalam kronologi tertulis dari pendamping korban, dikatakan bahwa para pemilik dan/atau pengelola OCI serta Taman Safari Indonesia mengambil dan memisahkan sekitar 60 anak-anak dari orang tua mereka. Puluhan anak berusia 2 – 4 tahun tersebut diduga mengalami eksploitasi selama dipekerjakan sebagai pemain sirkus OCI.
 
Hadi Manansang, Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampouw – keluarga pendiri Taman Safari Indonesia – disebut bersalah dalam kejadian ini. Ketika dikonfirmasi oleh Tempo, Tony menyangkal adanya eksploitasi tersebut. 
 
“Apa yang disampaikan sama sekali mengada-ada,” ujar komisaris Taman Safari Indonesia itu lewat pesan WhatsApp, Selasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nabiila Azzahra

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menjadi reporter Tempo sejak 2023 dengan liputan isu internasional

Jemawa Pangkal Sengsara

PODCAST REKOMENDASI TEMPO

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |