Liputan6.com, Jakarta - Masjid sering kali menjadi tempat berkumpulnya anak-anak, terutama saat sholat berjamaah atau khutbah Jumat berlangsung. Namun, tidak sedikit orang dewasa yang merasa terganggu dengan kehadiran mereka yang terkadang berisik atau bermain sendiri di dalam masjid.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Baha, memberikan pandangan menarik tentang fenomena ini. Menurutnya, kehadiran anak-anak di masjid seharusnya tidak dianggap sebagai gangguan, melainkan sebagai sesuatu yang wajar dan justru perlu disyukuri.
Dalam salah satu ceramahnya di Universitas Islam Indonesia, ulama ahli Qur’an dan tafsir asal Rembang ini menekankan bahwa anak-anak tidak bisa serta-merta dianggap nakal hanya karena mereka bersikap aktif atau bergerak bebas di dalam masjid.
Dikutip dari tayangan video singkat di kanal YouTube @MuharulizChannel, Gus Baha menjelaskan bahwa dalam tradisi Islam, anak-anak justru diberi kebebasan untuk berada di masjid, bahkan di masa Rasulullah SAW.
“Nakal itu dalam bahasa Jawa tidak harus berarti dosa. Misalnya, kalau ada anak kecil naik-naik ke mimbar, apakah itu haram? Tidak, kan?” ujar Gus Baha.
Justru, lanjutnya, orang tua yang membentak anak karena hal itu lebih berisiko terkena hukum. Sebab, anak-anak belum mukallaf atau belum memiliki beban kewajiban hukum dalam Islam.
Simak Video Pilihan Ini:
Jenazah Korban Ketiga Pantai Jetis Cilacap Ditemukan Mengapung di Tengah Laut
Jangan Pernah Marahi Anak-anak di Masjid
Menurut Gus Baha, seharusnya orang tua tidak langsung memarahi anak-anak yang bermain di masjid. Sebaliknya, mereka perlu diajak dengan lembut dan diberikan pemahaman.
Ia mencontohkan bagaimana Rasulullah SAW bersikap kepada cucunya, Hasan dan Husein, yang pernah menaiki punggung Nabi saat beliau sedang sujud dalam sholat.
“Ketika Hasan menaiki punggung Nabi, beliau tidak langsung membentaknya. Bahkan, sujudnya diperpanjang sampai cucunya puas bermain,” terang Gus Baha.
Dalam sebuah riwayat, seorang sahabat sempat mendongakkan kepalanya ketika sholat berjamaah karena merasa sujud Rasulullah SAW terlalu lama. Setelah sholat, sahabat itu bertanya, dan Rasulullah menjawab bahwa ia tidak ingin mengganggu cucunya yang sedang bermain di punggungnya.
Dari kisah ini, kata Gus Baha, bisa dipetik pelajaran bahwa anak-anak harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang, bukan dengan bentakan atau larangan yang membuat mereka merasa takut dengan ibadah.
Jika anak-anak terus dibentak saat berada di masjid, bukan tidak mungkin mereka akan tumbuh dengan rasa enggan datang ke masjid.
“Coba bayangkan, kalau anak-anak sering dibentak, mereka akan trauma. Masjid akan terasa sebagai tempat yang menakutkan bagi mereka,” jelasnya.
Kritik Gus Baha untuk Orang Tua yang Sok Terganggu
Ia juga mengkritik orang-orang yang merasa risih dengan keberadaan anak-anak di masjid. Padahal, menurutnya, kehadiran mereka lebih baik daripada mereka bermain di tempat lain yang kurang baik.
“Kalau tidak diramaikan anak-anak, yang mendengarkan khutbah kebanyakan malah tidur,” selorohnya.
Bagi Gus Baha, lebih baik anak-anak bermain di dalam masjid daripada mereka bermain di tempat-tempat yang kurang bermanfaat.
Islam tidak pernah melarang anak-anak masuk ke dalam masjid. Bahkan, banyak riwayat yang menunjukkan bahwa anak-anak di zaman Nabi SAW sangat akrab dengan masjid.
Jika dibandingkan, di banyak tempat justru anak-anak dilarang masuk masjid dengan alasan mengganggu kekhusyukan ibadah. Padahal, masjid adalah tempat belajar bagi mereka.
Gus Baha menegaskan bahwa sholat tidak boleh menjadi sumber masalah bagi anak-anak. Jika mereka selalu dimarahi saat berada di masjid, mereka akan tumbuh dengan perasaan tidak nyaman terhadap ibadah.
“Kalau anak-anak disambut dengan baik, mereka akan terbiasa dengan suasana masjid. Nanti kalau sudah besar, mereka justru akan lebih mencintai masjid,” ungkapnya.
Ia mengajak para orang tua dan jamaah masjid untuk lebih bijak dalam menghadapi anak-anak yang bermain di masjid.
Daripada terus melarang, lebih baik mendidik mereka dengan cara yang baik agar tumbuh menjadi generasi yang mencintai masjid dan ibadah sejak dini.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul