Hukum Tidak Shalat Idul Adha, Pahami Pandangan Ulama dan Konsekuensi Meninggalkannya

1 day ago 11

Liputan6.com, Jakarta Shalat Idul Adha adalah salah satu ibadah istimewa dalam Islam, menandai puncak dari ibadah haji dan semangat berkurban. Namun, seringkali muncul pertanyaan di benak umat Muslim tentang hukum tidak shalat Idul Adha.

Apakah ada konsekuensi tertentu jika kita meninggalkannya? Kebingungan ini wajar, mengingat adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status wajib atau sunnah dari shalat ini.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, artikel ini akan membahas secara komprehensif hukum tidak shalat Idul Adha berdasarkan dalil-dalil dari Al-Quran dan hadis, serta pandangan dari berbagai mazhab. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang utuh agar Anda dapat mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan keyakinan dan kondisi Anda.

Dengan memahami hukum tidak shalat Idul Adha, kita dapat lebih bijak dalam menyikapi ibadah ini. Apakah kita termasuk golongan yang sangat dianjurkan untuk melaksanakannya, ataukah ada keringanan tertentu yang bisa kita manfaatkan?

Temukan jawabannya dalam pembahasan selengkapnya berikut ini, sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (5/6/2025).

Presiden Prabowo dijadwalkan bakal melakukan sholat Idul Adha 1446 H di Masjid Istiqlal. Usai menjalankan sholat Idul Adha, Prabowo bakal menyerahkan hewan kurban seberat 1,3 ton kepada panitia kurban.

Status Hukum Shalat Idul Adha: Wajib atau Sunnah?

Mayoritas ulama (jumhur) sepakat bahwa shalat Idul Adha adalah sunnah muakkadah. Ini berarti ibadah ini sangat dianjurkan untuk dilaksanakan, namun tidak berdosa jika ditinggalkan. Meskipun demikian, meninggalkan shalat Idul Adha tanpa alasan yang jelas dianggap sebagai tindakan yang kurang baik karena melewatkan kesempatan untuk meraih pahala yang besar.

Imam Syafi'i mengatakan apabila Hari Raya Idul Adha bertepatan dengan hari Jumat, bagi umat Islam yang tinggal di wilayah perkotaan, terutama dekat dengan masjid, tetap diwajibkan melaksanakan shalat Jumat meskipun sudah menunaikan shalat Ied sebelumnya.

Kemudian, terdapat pengecualian bagi umat Muslim yang merupakan masyarakat desa yang tinggal jauh dari masjid atau musholla. Mereka mendapat keringanan dan tidak diwajibkan untuk menjalankan Shalat Jumat.

Sementara pendapat Imam Atha’, jika sudah melaksanakan shalat Ied, maka kewajiban shalat Jumat dan Dzuhur pun ikut gugur, sehingga pada hari itu laki-laki Muslim cukup lanjut menunaikan shalat Ashar.

Dalil Kuat tentang Hukum Shalat Idul Adha

Untuk memahami lebih dalam mengenai hukum tidak shalat Idul Adha, penting untuk menelaah dalil-dalil yang mendasarinya. Dalil-dalil ini terbagi menjadi dua kategori utama: dalil yang mendukung status sunnah muakkadah dan dalil yang mendukung status wajib 'ain (meskipun ini adalah pandangan minoritas).

Dalil Sunnah Muakkadah: Salah satu dalil terkuat yang mendukung status sunnah muakkadah adalah hadits dari Ummu ‘Athiyyah. Dalam hadits ini, Rasulullah SAW memerintahkan para wanita, termasuk yang sedang haid, untuk keluar menghadiri shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Meskipun wanita yang haid tidak ikut melaksanakan shalat, mereka tetap dianjurkan hadir agar dapat menyaksikan kebaikan dan mendengarkan dakwah kaum Muslimin. Hadits ini menunjukkan bahwa keutamaan terletak pada keikutsertaan dalam perayaan Id, bukan pada kewajiban melaksanakan shalat itu sendiri.

Dalil Wajib 'Ain (Minoritas): Sebagian ulama, terutama dari mazhab Hanafi, berpendapat bahwa shalat Idul Adha adalah wajib 'ain. Mereka mendasarkan pendapat ini pada beberapa dalil, di antaranya adalah firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi: 

وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ

Artinya: "Dan hendaklah kamu bertakbir (mengagungkan) kepada Allah atas petunjuk-Nya". 

Ayat ini ditafsirkan sebagai perintah untuk melaksanakan shalat Id, yang di dalamnya terdapat takbir sebagai bagian dari rukunnya. Selain itu, mereka juga berpegang pada hadits yang menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib pernah menugaskan seorang imam untuk melaksanakan shalat Id bagi orang-orang yang lemah. Hal ini dianggap sebagai indikasi bahwa shalat Id adalah wajib bagi semua Muslim, termasuk yang lemah.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat, mayoritas ulama tetap berpegang pada status sunnah muakkadah. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalil-dalil yang mendukung status ini lebih kuat dan lebih sesuai dengan prinsip kemudahan dalam agama Islam.

Konsekuensi Meninggalkan Shalat Idul Adha

Setelah memahami status hukumnya, pertanyaan selanjutnya adalah, "apa konsekuensi jika tidak melaksanakan shalat Idul Adha? Konsekuensi ini berbeda tergantung pada apakah seseorang memiliki uzur syar'i (alasan yang dibenarkan oleh agama) atau tidak.

Menurut jumhur ulama yang berpendapat bahwa shalat Idul Adha adalah sunnah muakkadah, hukum tidak shalat Idul Adha tanpa uzur syar'i adalah tidak berdosa secara langsung. Namun, orang tersebut kehilangan kesempatan untuk meraih pahala yang sangat besar. Selain itu, ada risiko spiritual berupa melewatkan pengampunan dosa selama setahun, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang menyatakan bahwa puasa Arafah dan shalat Id dapat menghapus dosa selama setahun yang lalu. Sementara itu, menurut mazhab Hanafi yang menganggap shalat Idul Adha sebagai wajib, meninggalkan shalat ini tanpa uzur syar'i adalah berdosa.

Jika seseorang memiliki uzur syar'i, seperti sakit, hujan deras, jarak ke masjid yang terlalu jauh (lebih dari 3 km), atau wanita yang sedang haid, maka hukum tidak shalat Idul Adha adalah tidak ada konsekuensi apa pun. Bahkan, dalam kondisi tertentu, seperti wanita yang sedang haid, mereka dianjurkan untuk tetap mendengarkan khutbah secara online atau memperbanyak takbir dan zikir di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam memberikan keringanan bagi umatnya yang memiliki kesulitan dalam melaksanakan ibadah.

Penting untuk diingat bahwa niat yang tulus dan keinginan untuk melaksanakan ibadah tetaplah bernilai di sisi Allah SWT. Meskipun seseorang tidak dapat melaksanakan shalat Idul Adha karena alasan tertentu, mereka tetap dapat meraih pahala dengan cara lain, seperti bersedekah, membantu sesama, atau melakukan amalan-amalan kebaikan lainnya.

Sebagai kesimpulan, hukum tidak shalat Idul Adha menurut mayoritas ulama adalah tidak wajib, melainkan sunnah muakkadah. Namun, meninggalkannya tanpa uzur syar'i berarti kehilangan kesempatan emas untuk meraih pengampunan dosa dan pahala yang besar. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi setiap Muslim yang mampu untuk melaksanakan shalat Idul Adha sebagai bentuk ketaatan dan syukur kepada Allah SWT.

Jangan lewatkan momen istimewa ini! Walaupun tidak wajib, keutamaannya setara dengan ibadah setahun! Dengan memahami hukum tidak shalat Idul Adha, kita bisa lebih bijak menyikapi ibadah sunnah bernilai tinggi ini.

FAQ: Hukum Tidak Shalat Idul Adha

Berikut adalah beberapa pertanyaan umum seputar hukum tidak shalat Idul Adha:

Q: Apakah berdosa jika tidak shalat Id karena malas?

A: Tidak berdosa (menurut jumhur), tapi termasuk dosa kecil jika disertai meremehkan syiar Islam.

Q: Bolehkah shalat Id diganti dengan shalat lain?

A: Tidak, tidak ada penggantinya. Dianjurkan perbanyak istighfar dan sedekah.

Q: Bagaimana jika Idul Adha bertepatan dengan hari Jumat?

A: Boleh tidak shalat Jumat jika sudah shalat Id (Hadits Zaid bin Arqam), tapi wajib shalat Zuhur.

Q: Apa hukuman bagi yang sengaja meninggalkan shalat Id?

A: Tidak ada hukuman dunia, tapi rugi pahala besar dan berkurangnya keberkahan hidup (QS. Al-A’raf: 96).

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |