Liputan6.com, Jakarta - Umat Nasrani memperingati hari wafat Isa Al-Masih (Yesus Kristus) pada Jumat, 18 April 2025. Umat Nasrani meyakini bahwa Isa Al-Masih wafat di kayu salib pada hari Jumat, sehingga peringatan tersebut disebut juga Jumat Agung.
Perayaan Jumat Agung jatuh pada hari Jumat sebelum Paskah. Dalam Gereja Barat, Jumat Agung dapat jatuh antara tanggal 20 Maret sampai 23 April. Sedangkan, dalam Gereja Timur Jumat Agung jatuh di antara 19 Maret dan 22 April menurut kalender Julian atau 1 April dan 5 Mei menurut kalender Gregorian.
Umat Nasrani memaknai Jumat Agung sebagai puncak pengorbanan Yesus untuk menebus dosa umat manusia dan bentuk kasih sayang yang selalu tertanam dalam diri umat Kristen. Kemudian bermakna pengorbanan, penderitaan, dan kemenangan.
Jika menilik sejarahnya, istilah Jumat Agung memang berasal dari tradisi Nasrani yang diperingati dalam periode tahunan. Berbeda dengan pandangan Islam yang mengenal Jumat Mubarokah, yakni hari Jumat yang diberkahi Allah dan tidak dibatasi tanggal, bulan, atau tahun tertentu.
Berkaitan dengan Jumat Agung 2025, menarik diulas mengenai wafatnya Isa Al-Masih dari sisi perspektif Islam untuk menambah khazanah pengetahuan. Simak selengkapnya di bawah ini.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Tradisi Dandan Jelang Pudunan Penganut Islam Kejawen Kalikudi, Cilacap
Isa Al-Masih dalam Kacamata Islam
Dalam keyakinan umat Islam, Isa Al-Masih adalah seorang nabi dan rasul yang diutus Allah SWT ke muka bumi, bukan Tuhan yang mati di salib. Seorang muslim wajib mengimani Isa bin Maryam sebagai seorang nabi dan rasul.
Allah SWT secara jelas dan tegas dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 157 membantah tentang tentang penyaliban Nabi Isa alaihis salam.
وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ
Artinya, “Mereka tidaklah membunuh Isa dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa.”
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana pandangan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan hadis tentang wafatnya Nabi Isa yang oleh orang-orang Nasrani diyakini hidup kembali?
Mengutip NU Online, para ahli tafsir sepakat bahwa Nabi Isa tidak pernah disalib, sebagaimana ditegaskan dalam Surat An-Nisa ayat 157.
Orang yang meninggal dalam kayu Salib tersebut sebetulnya adalah seseorang yang oleh Allah diserupakan dengan Nabi Isa. Banyak pihak meyakini ia bernama Yudas Iskariot.
Terkait kasus penyaliban, para ahli tafsir dalam Islam sepakat satu pandangan. Namun, pertanyaan apakah Nabi Isa benar-benar telah wafat, mereka tidak bersepakat.
Ada dua pandangan ahli tafsir menyikapi apakah Nabi Isa telah wafat atau masih hidup. Masing-masing memiliki argumentasi kuat. Mereka berbeda dalam menafsirkan surah Ali Imran ayat 55, Al-Ma‘idah ayat 117 dan 144, serta An-Nisa’ ayat 159.
Perbedaan penafsiran terjadi terutama dalam memaknai kata مُتَوَفِّيكَ “mutawaffika” yang terdapat dalam Al-Qur‘an surah Ali Imran ayat 55 sebagai berikut.
إِذْ قالَ اللهُ يا عيسى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَ رافِعُكَ إِلَيَّ وَ مُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذينَ كَفَرُوا
Artinya, “(Ingatlah) tatkala Allah berkata: Wahai lsa,sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku, dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir. ”
Pendapat yang Meyakini Nabi Isa Diwafatkan Allah
Masih menukil laman Keislaman NU, beberapa ahli tafsir meyakini bahwa kata-kata مُتَوَفِّيكَ yang artinya “mewafatkan engkau” pada ayat di atas bermakna sesuai dengan arti leksikal atau makna dhahirnya, yakni “wafat” atau “mati”.
Dengan pemahaman seperti itu, mereka meyakini bahwa Nabi Isa benar-benar telah diwafatkan oleh Allah sebagaimana Nabi Muhammad SAW. Para ahli tafsir yang memiliki pemahaman seperti ini antara lain adalah Buya Hamka, Syaikh Muhammad Abduh dan Sayyid Rasyid Ridha, Prof. Dr. Mahmud Syaltut, dan sebagainya.
Selain itu, mereka dalam menafsirkan kata-kata وَ رَافِعُكَ yang artinya “Allah mengangkat engkau (Nabi Isa)” sebagaimana terdapat dalam surah Ali Imran ayat 55, bukan dalam arti bahwa Allah mengangkat ruh dan jasmani beliau ke langit, tetapi Allah mengangkat derajat Nabi Isa tinggi-tinggi sebagaimana Allah mengangkat derajat para nabi lainnya.
Jadi, yang diangkat oleh Allah menurut para ahli tafsir tersebut bukan fisik dan rohani Nabi Isa, melainkan hanya derajatnya sehingga bersifat immaterial.
Demikian pula terkait dengan akan turunnya Nabi Isa ke bumi, mereka menafsirkan bahwa bukan jasad dan ruh Nabi Isayang akan turun ke bumi, melainkan ajarannya yang asli yang penuh rahmat, cinta dan damai. Ajaran itu mengambil maksud pokok dari syariat. (Lihat Syaikh Muhammad Abduh, Tafsir Al-Qur’an al-Hakim [Tafsir al-Mannar], Kairo, Dar al-Mannar, 1376 H, Juz 3,Cet. III, hal. 317).
Pendapat yang Meyakini Nabi Isa Belum Wafat
Beberapa ahli tafsir lainnya yang meyakini bahwa Nabi Isabelum wafat atau masih hidup mendasarkan pemahamannya bahwa kata مُتَوَفِّيكَ pada surah Ali Imran ayat 55 tidak bermakna leksikal “mewafatkan engkau” tetapi bermakna kontekstual, yakni “menidurkan engkau”.
Hal tersebut sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsir bahwa yang dimaksud dengan اَلْوَفَاةُ “wafat” terkait Nabi Isa 'alaihis salam adalah اَلنَّوْمُ yang artinya “tidur”. (Lihat Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim, Bairut, Dar Ibn Hazm, 2000, hal. 368).
Pemaknaan kontekstual seperti itu berimplikasi bahwa Nabi Isa belum wafat atau masih hidup baik secara fisik maupun nonfisik karena mereka meyakini Allah mengambil ruh dan jasad Nabi Isa secara bersama sama untuk diangkat ke langit dalam keadaan tidur.
Implikasi berikutnya adalah mereka memahami bahwa Nabi Isa akan turun ke bumi dengan jasad dan ruhnya di masa depan berdasarkan hadis-hadis Rasulullah SAW. Para ahli tafsir yang memilih pemaknaan seperti ini selain Ibnu Katsir, adalah Al Baidhawi, Syaikh Thanthawi, Ibnu Taimiyah, dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Meskipun terdapat dua kubu ahli tafsir yang berbeda pendapat tentang sudah wafatnya Nabi Isa, namun sebagian besar umat Islam sepakat bahwa Nabi Isa masih hidup sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Athiyah dalam kitab tafsirnya Al-Muharrar Al-Wajiz sebagai berikut.
وَأَجْمَعَتِ الْأُمَّةُعَلَى مَا تَضَمَّنَهُ الْحَدِيثُ الْمُتَوَاتِرُمِنْ: «أَنَّ عِيسَى فِي السَّمَاءِ حَيٌّ،وَأَنَّهُ يَنْزِلُ فِي آخِرِالزَّمَانِ، فَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَكْسِرُالصَّلِيبَ، وَيَقْتُلُ الدَّجَّالَ، وَيَفِيضُ الْعَدْلُ، وَتَظْهَرُ بِهِ الْمِلَّةُ، مِلَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَحُجُّ الْبَيْتَ، وَيَعْتَمِرُ، وَيَبْقَى فِي الْأَرْضِ أَرْبَعًا وَعِشْرِينَ سَنَةً» وَقِيلَ: أَرْبَعِينَ سَنَةً ثُمَّ يُمِيْتُهُ اللهُ تَعَالَى
Artinya, “Umat Islam sepakat untuk meyakinkan kandungan hadis yang mutawatir bahwa Nabi Isa hidup di langit. Beliau akan turun di akhir zaman, membunuh babi, mematahkan salib, membunuh Dajjal, menegakkan keadilan, agama Nabi Muhammad menjadi menang bersama beliau, Nabi Isa juga berhaji dan umrah, dan menetap di bumi selama dua puluh empat. Ada juga yang menyakan 40 tahun dan kemudian Allah mewafatkannya.” (lihat Ibnu Athiyyah, al-Muharrar al-Wajiz, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001, Juz I, hal. 444).
Wallahu a’lam.