Kenapa Sholat Dzuhur dan Ashar Tidak Bersuara? Begini Pembahasan Lengkapnya

1 week ago 12

Liputan6.com, Jakarta Di antara lima waktu sholat wajib, Dzuhur dan Ashar memiliki karakteristik yang unik. Berbeda dengan Subuh, Maghrib, dan Isya yang bacaan imamnya terdengar jelas oleh makmum, sholat Dzuhur dan Ashar dilakukan dengan bacaan yang dipelankan, bahkan nyaris tak terdengar, kecuali oleh orang yang melafalkannya sendiri.

Hal ini bukan tanpa alasan. Rasulullah SAW telah memberikan contoh dalam tata cara pelaksanaan sholat, termasuk kapan bacaan seharusnya dikeraskan dan kapan dipelankan. Dalam praktiknya, bacaan sholat Dzuhur dan Ashar, baik itu surat Al-Fatihah maupun surat pendek setelahnya, dilakukan secara lirih, mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.

Merujuk pada penjelasan dalam Fikih Empat Madzhab karya Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, memelankan bacaan dalam dua waktu sholat ini merupakan bagian dari tuntunan yang dianjurkan. Lalu, apa makna di balik bacaan yang dipelankan ini? Mengapa Rasulullah memilih untuk tidak mengeraskan suara dalam sholat dzuhur dan sholat ashar? Berikut ulasan lebih lanjut, Dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (9/4/2025).

Beredar rekaman kamera CCTV yang menampilkan detik-detik seorang dosen IAIN Langsa meninggal dunia saat melaksanakan ibadah sholat Ashar.

Alasan Bacaan Sholat Dzuhur dan Ashar Tidak Dikeraskan? Landasan Syariat: Contoh dari Rasulullah SAW

Sholat merupakan ibadah utama dalam Islam, dan setiap gerakan maupun bacaan dalam sholat memiliki aturan tersendiri yang telah dicontohkan secara sempurna oleh Rasulullah SAW. Dari lima waktu sholat wajib, terdapat perbedaan dalam hal pengerasan bacaan antara sholat siang dan malam. Sholat Dzuhur dan Ashar menjadi dua sholat yang bacaannya dilakukan secara pelan atau lirih (sirr), berbeda dengan Subuh, Maghrib, dan Isya yang bacaannya dikeraskan (jahr).

Perbedaan ini tentu menimbulkan pertanyaan: Mengapa sholat Dzuhur dan Ashar tidak dibaca dengan suara keras? Apa dasar hukumnya? Apa hikmah di baliknya? Mari kita telaah lebih jauh.

Dasar paling kuat dari seluruh bentuk ibadah dalam Islam adalah mengikuti contoh dari Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

"Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat."

(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi prinsip utama dalam tata cara pelaksanaan sholat, termasuk di dalamnya soal pengerasan atau pelirihan bacaan. Rasulullah SAW secara konsisten membaca bacaan sholat Dzuhur dan Ashar dengan suara pelan. Maka, tindakan ini menjadi sunnah yang harus diikuti oleh umat Islam di seluruh dunia.

Asbabun Nuzul Surat Al-Isra Ayat 110: Awal Disyariatkannya Bacaan Sirr

Salah satu momen penting yang menjelaskan kenapa bacaan Dzuhur dan Ashar dipelankan berasal dari sebab turunnya (asbabun nuzul) QS. Al-Isra: 110. Allah SWT berfirman:

"Janganlah engkau mengeraskan (bacaan) sholatmu dan janganlah (pula) merendahkannya. Usahakan jalan (tengah) di antara (kedua)-nya!" (QS. Al-Isra: 110)

Menurut riwayat, ayat ini turun ketika Rasulullah SAW masih berada di Makkah. Saat itu, beliau mengeraskan bacaan dalam sholat hingga terdengar oleh orang-orang musyrik. Akibatnya, mereka mencaci maki Al-Qur’an dan melecehkan Rasulullah dan para sahabat. Untuk melindungi Islam dan menjaga kesucian wahyu, Allah memerintahkan Rasulullah agar tidak terlalu mengeraskan suara dalam bacaan sholat.

Sejak saat itu, Rasulullah SAW membacakan ayat-ayat dalam sholat Dzuhur dan Ashar secara pelan. Meskipun kaum Muslimin akhirnya berhijrah ke Madinah dan memperoleh kekuatan, Rasulullah tidak mengubah kebiasaan tersebut hingga wafatnya.

Penjelasan Fikih: Siang Hari Adalah Waktu Kesibukan

Dalam kitab I’anah ath-Thalibin ‘ala Hall Alfazh Fath al-Mu’in, Abu Bakr ad-Dimyathi menjelaskan bahwa waktu Dzuhur dan Ashar merupakan waktu di mana manusia tengah sibuk dengan urusan dunia. Mereka bekerja, berdagang, dan beraktivitas di luar rumah. Karena itulah, bacaan sholat dipelankan agar suasana ibadah tetap terjaga dan tidak bertabrakan dengan kebisingan sekitar.

Berbeda halnya dengan malam hari—waktu Isya, Subuh, dan Maghrib, yang cenderung lebih tenang dan sunyi. Waktu-waktu ini lebih kondusif untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an secara keras dan penuh kekhusyukan. Bahkan sholat Subuh disamakan dengan sholat malam karena sama-sama dilakukan di luar waktu aktivitas.

Aspek Psikologis dan Spiritualitas dalam Pelirihan Bacaan

Dalam buku Indahnya Syariat Islam karya Syaikh Ali Ahmad Jurjawi dijelaskan bahwa keindahan bacaan Al-Qur’an ketika sholat dapat terganggu jika bercampur dengan kebisingan. Oleh karena itu, saat siang hari yang penuh hiruk pikuk, bacaan dilirihkan agar tetap terjaga kekhusyuannya.

Sebaliknya, pada waktu malam yang hening, pengerasan bacaan justru memberi kekuatan spiritual tersendiri. Suara imam yang lantang dapat memperdalam rasa penghayatan makmum terhadap ayat yang dibacakan. Dalam kitab Al-Bada’i, dijelaskan bahwa bacaan yang dikeraskan pada malam hari memungkinkan makmum untuk merenungi makna ayat seolah-olah itu bacaan mereka sendiri.

Hikmah Tersembunyi dari Dua Rakaat Pertama

Ada pula pertanyaan tambahan: mengapa hanya dua rakaat pertama dalam sholat Maghrib, Isya, dan Subuh yang bacaan Al-Fatihah dan suratnya dikeraskan?

Hal ini berkaitan dengan semangat dan konsentrasi makmum. Dalam dua rakaat pertama, biasanya seseorang masih dalam keadaan fokus penuh. Maka, bacaan yang dikeraskan dapat lebih efektif dalam menyentuh hati dan memberi dampak spiritual. Sedangkan pada rakaat ketiga atau keempat, bacaan kembali dipelankan karena makmum telah mendengar cukup banyak bacaan ayat di awal sholat.

Menariknya, kebiasaan Rasulullah yang memelankan bacaan pada sholat siang hari ini tetap dilanjutkan bahkan setelah umat Islam memiliki kekuatan politik dan sosial di Madinah. Ini menunjukkan bahwa sunnah tidak bergantung pada kondisi sesaat, tetapi bersifat universal dan transhistoris.

Apa yang dilakukan oleh Rasulullah bukan hanya karena situasi darurat di Makkah, melainkan juga memiliki hikmah dan relevansi yang bersifat jangka panjang. Maka dari itu, umat Islam terus menjalankan praktik ini hingga kini sebagai bentuk penghormatan terhadap syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |