Liputan6.com, Jakarta - Sholat berjamaah memiliki keutamaan yang besar dari sisi pahala. Selain itu, sholat berjamaah juga mencerminkan nilai kebersamaan, keteraturan, dan kepemimpinan umat.
Dalam pelaksanaannya, setiap individu yang menjadi bagian dari jamaah memiliki peran dan adab tersendiri, khususnya antara imam dan makmum.
Imam bertindak sebagai pemimpin yang diikuti oleh makmum. Gerakan imam menjadi patokan, dan makmum diwajibkan mengikuti dengan tertib dan khusyuk.
Namun, tak jarang dalam praktiknya, sebagian makmum justru melakukan gerakan sholat yang mendahului atau menyamai gerakan imam. Lantas, bagaimanakah hukumnya menurut syariat?
Melansir dari laman NU Online, secara umum, mendahului dan menyamai imam dapat dirinci ke dalam tiga hal: (1) dalam posisi; (2) dalam takbiratul ihram; (3) selain dalam posisi dan takbiratul ihram.
Saksikan Video Pilihan ini:
Petani Cilacap Menjerit Gagal Panen dan Rugi Miliaran Akibat Banjir Rob
Pertama, Mendahului dan Menyamai Imam dalam Posisi
Syekh Sa‘id bin Muhammad dalam Syarhul Muqaddimah Al-Hadramiyyah, (Terbitan Darul Minhaj, Jeddah, Cetakan Pertama, 2004, jilid I, halaman 338) menyatakan, jika seorang makmum yakin bahwa posisinya mendahului imam maka sholatnya tidak sah, kecuali dalam kondisi darurat seperti ketakutan atau terancam.
Lebih lanjut, Syekh Sai‘id ibn Muhammad mengatakan, adapun yang menjadi acuan dalam menentukan posisi makmum adalah tumit yang jadi tumpuan beban tubuhnya. Posisi ini biasanya dilakukan tatkala makmum masih seorang diri, sehingga disunahkan berdiri di sebelah kanan imam.
Dalam posisi ini, tumit makmum tidak boleh lebih depan dari tumit imam. Sebab posisi itu menyebabkan sholatnya tidak sah. Sedangkan yang menjadi acuan bagi makmum yang sholat sambil duduk adalah kedua pantatnya; lambung bagi makmum yang shalatnya sambil tidur miring; dan kepala bagi makmum yang shalatnya telentang.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana jika posisi makmum menyamai posisi imam? Jawabannya, walau tidak sampai membatalkan sholat, tetapi hal itu makruh dilakukan. Sedangkan perkara makruh yang dilakukan makmum saat berjamaah akan menghilangkan keutamaan berjamaah, kendati status makruhnya hanya pada bagian yang disamainya saja.
Untuk itu, agar sholatnya sah dan tidak makruh, maka makmum sendirian hendaknya berdiri di sebelah kanan imam lalu mundur sedikit, atau boleh juga mundur agak jauh selama tidak lebih dari tiga siku.
Kedua, Mendahului Imam dalam Takbiratul Ihram
Dalam Hâsyiyatul Bâjûrî, (Terbitan Maktabah Al-‘Ulumiyyah, Semarang, Tanpa Tahun, jilid I, halaman 197), Syekh Ibnu Qasim menyatakan, siapa pun yang mendahului takbiratul imam, maka shalatnya tidak sah. Demikian halnya membarengi imam.
Ini artinya, jika menyamai imam dalam hal posisi hanya sekadar makruh dan menghilangkan keutamaan berjamaah, namun menyamai imam dalam takbiratul ihram tidak ditolelir dan dapat membatalkan sholat.
Demikian pula jika seorang makmum ragu-ragu, apakah takbiratul ihramnya menyamai imam atau setelah imam, kemudian diyakini bahwa takbirnya setelah imam, namun ternyata setelah berselang lama dugaannya salah dan takbirnya mendahului imam, maka itu pun sholatnya batal. Karenanya, wajar jika Rasulullah SAW mewanti-wanti dalam urusan ini, “Janganlah kalian tergesa-gesa mengikuti imam. Setelah imam bertakbir, barulah kalian bertakbir.”
Alasannya, makmum yang takbiratul ihram sebelum imam, sejatinya bermakmum kepada orang yang belum masuk sholat. Sedangkan, masuknya sholat ditandai dengan sempurnanya takbiratul ihram. Adapun fatwa Imam Al-Baghawi yang menyatakan bahwa seorang yang takbiratul ihram dan belakangan ternyata diketahui imamnya belum takbir, maka shalatnya sah secara munfarid, adalah fatwa yang lemah.
Ketiga, Mendahului dan Menyamai Imam Selain dalam Posisi dan Takbiratul Ihram
Maksudnya adalah mendahului atau menyamai imam dalam gerakan dan bacaan. Kembali dikemukakan oleh Syekh Ibnu Qasim, mendahului gerakan imam dua rukun berturut-turut, walaupun keadaan rukunnya adalah rukun pendek, seperti rukuk dan i‘tidal, tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka menyebabkan shalatnya menjadi batal.
Kecuali bila mendahuluinya tanpa disengaja, seperti tidak tahu gerakan imam atau karena lupa, maka itu ditolelir dan tidak menyebabkan batal.
Sama halnya dengan mendahului adalah meninggalkan diri dua rukun berturut-turut dari imam tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka itu pun juga menyebabkan batal. Berbeda halnya dengan mengakhirkan diri disertai alasan, seperti bacaannya kendor, sedangkan bacaan Fatihahnya belum selesai dan dia juga bukan makmum masbûq (ketinggalan), maka mengakhirkan diri yang demikian, selama tidak ketinggalan tiga rukun yang panjang, tidak sampai membatalkan sholat.
Hanya saja, walau menyamai gerakan imam tidak sampai membatalkan sholat, tetapi makruh hukumnya. Sedangkan perkara makruh yang dilakukan makmum saat berjamaah dapat menghilangkan keutaman berjamaahnya, kendati kehilangannya hanya pada rukun yang disamainya, tidak pada seluruh sholat. Demikian juga menyamai imam dalam bacaan, seperti bacaan surah Al-Fatihah pada dua rakaat pertama sholat jahr dan salam.