Liputan6.com, Jakarta - Sholat tahajud sering kali dipandang sebagai amalan istimewa yang diyakini dapat mempercepat doa terkabul. Namun, bagaimana jika tahajud justru dilakukan dengan obsesi agar hajat segera tercapai? Apakah lebih baik tetap sholat atau justru beristirahat?
Gus Baha memberikan pandangan unik mengenai hal ini. Menurutnya, ada orang yang terus-menerus melakukan sholat tahajud dengan harapan besar agar keinginannya dikabulkan. Di sisi lain, ada yang memilih tidur dengan keyakinan bahwa tidur adalah bagian dari rahmat Allah.
"Boleh tidur, bisa tidur, kata Imam Ghazali, timbang koe tahajud terus nuntut obsesi terwujud, mending turu," ujar Gus Baha dalam ceramahnya, dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @yophys3467 yang membahas tentang niat di balik ibadah tahajud.
Gus Baha menyoroti bahwa obsesi dalam beribadah dapat menjadi celah bagi bisikan setan. Ketika seseorang terus-menerus bertahajud demi terkabulnya doa, tetapi harapannya tidak terwujud, setan bisa membisikkan keraguan.
"Loh, nyatanya kamu tahajud ya gak terkabul. Berarti cerita bahwa Nabi ngendikan kalau doa tahajud mustajab itu nggak benar?" ungkapnya menirukan godaan setan.
Jika ibadah dilakukan dengan harapan harus berbuah hasil tertentu, maka ketika hasil itu tak kunjung datang, seseorang bisa kehilangan kepercayaan. Hal ini justru merusak keyakinan terhadap Islam itu sendiri.
Doa Tahajud Tak Terkabul, Bahayanya Guru Bisa Disalahkan
Gus Baha mengingatkan bahwa sejak dulu, para ulama telah memikirkan dampak dari menjadikan tahajud sebagai sarana menuntut hajat. Banyak orang yang akhirnya kecewa dan bahkan menyalahkan gurunya jika doanya tak terkabul.
"Mutung, nyalahkan kiainya, ijazahnya gak ampuh," ujar Gus Baha menggambarkan fenomena ini.
Ia menegaskan bahwa tahajud bukan alat transaksi untuk memenuhi keinginan manusia. Jika seseorang melakukannya dengan niat ibadah, maka itu akan bernilai pahala. Sebaliknya, jika tahajud dijadikan alat pemaksaan doa, lebih baik tidur.
Dalam Islam, doa adalah bentuk ketundukan kepada Allah, bukan alat untuk mendikte kehendak-Nya. Setiap doa pasti didengar, tetapi terkabulnya sesuai dengan kebijaksanaan Allah, bukan berdasarkan desakan manusia.
Tidur dengan keyakinan bahwa itu adalah bagian dari rahmat Allah bisa menjadi bentuk kepasrahan yang lebih baik daripada tahajud dengan niat menuntut sesuatu.
Gus Baha menekankan bahwa keseimbangan dalam beribadah adalah hal penting. Bukan berarti meninggalkan tahajud, tetapi tidak menjadikannya sebagai tuntutan yang berujung pada kekecewaan.
Banyak orang yang merasa kurang tidur karena memaksakan diri untuk tahajud tanpa memahami esensi ibadah itu sendiri. Padahal, istirahat yang cukup juga bagian dari menjaga kesehatan untuk bisa beribadah dengan baik.
Dalam hadis, Rasulullah mengajarkan keseimbangan dalam hidup. Tidak hanya beribadah, tetapi juga menjaga tubuh agar tetap sehat. Seorang muslim yang bijak tahu kapan harus beribadah dan kapan harus beristirahat.
Tidur yang Tenang, Lebih Baik daripada Ibadah Penuh Tuntutan
Allah sendiri tidak membebani manusia di luar batas kemampuannya. Jika seseorang merasa bahwa tahajud menjadi beban karena obsesi doa terkabul, maka lebih baik ia beribadah dengan cara yang lebih ikhlas.
Sebagian ulama menekankan bahwa tidur dengan hati yang tenang dan penuh syukur lebih utama daripada ibadah yang disertai dengan kegelisahan dan tuntutan.
Gus Baha juga mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang mudah dan penuh rahmat. Jangan sampai seseorang justru menyusahkan dirinya sendiri karena kesalahpahaman dalam menjalankan ibadah.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 286, Allah berfirman:
"لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا"
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
Ayat ini menjadi bukti bahwa Islam tidak pernah mengajarkan ibadah yang memberatkan, melainkan mengedepankan keseimbangan dan keikhlasan.
Oleh karena itu, tahajud tetap merupakan ibadah yang dianjurkan, tetapi harus dilakukan dengan niat yang benar. Jika seseorang lebih tenang dengan tidur dan yakin bahwa itu bagian dari rahmat Allah, maka tidak ada masalah dengan memilih untuk beristirahat.
Akhirnya, yang lebih utama adalah bagaimana hati tetap terhubung dengan Allah, baik dalam keadaan beribadah maupun beristirahat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Simak Video Pilihan Ini:
Bisnis Besar Itu Dimulai dari Pedesaan di Banyumas
Menyusuri Curug Bandung, Air terjun Kembar Legendaris di Cilacap Barat