Liputan6.com, Cilacap - Pendakwah Muhammadiyah yang juga menjadi pengasuh Yayasan Quantum Akhyar Institute (QAI), Ustadz Adi Hidayat (UAH) menerangkan tentang menuntut ilmu.
Lebih dalam lagi, UAH dalam tausiyahnya kali ini juga menerangkan hal-hal yang penting yang tidak semua orang tahu ketika menuntut ilmu. Saah satun faktor penting adalah guru.
Padahal ini erat kaitannya dengan keberhasilan dalam menuntut ilmu sekaligus keberhasilan dalam membina akhlak.
Keberhasilan menuntut ilmu dan membina akhlak sebetulnya berkaitan erat dengan guru yang mengajari kita. Lantas guru yang seperti apa yang menyebabkan seseorang ini bukan hanya pintar tapi juga memiliki akhlak yang baik?
Simak Video Pilihan Ini:
Mengintip Pemasangan Elwasi, EWS Longsor Murah Portabel Karya BPBD Banjarnegara
Guru yang Tidak Menuntut Imbalan Materi
Menurut UAH, jika kita menginginkan saat menuntut ilmu itu bukan hanya sekadar pintar saja, tetapi mampu menjadikan kita memiliki akhlak mulia, maka cari seorang guru yang tidak mengharapkan upah.
“Kalau anda ingin belajar, ingin ikut bukan cuma menuntut ilmunya tapi menuntut akhlaknya, menuntut kepribadiannya, mengamalkan amal sholeh yang bisa anda teladani itu, coba cari, man laa yasalukum ajraa, orang yang sedang mengajar pun dia tidak pernah kepikiran tentang materi duniawi,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube Short @Priamuslim-2024, Senin (03/02/2025).
UAH menambahkan, selain tidak mengharapkan upah, guru yang mulia selalu memikirkan ridlo Allah. Selain itu, ia juga senantiasa memikirkan suksesnya transfer of knowledge dan selalu merawat amaliyahnya.
“Yang dia pikirkan, bagaimana Allah ridlo, yang dia pikirkan, bagaimana ilmu sampai, yang dia pikirkan bagaimana amal bisa terawat,” ujarnya.
“Orang inilah yang bisa mendapat petunjuk dari Allah SWT,” imbuhnya.
Mengajar Itu Ibadah yang Nilainya Tinggi
Mengajar bukan sekadar aktivitas mentransfer ilmu, tetapi juga ibadah yang memiliki nilai tinggi dalam Islam. Seorang guru tidak hanya berperan sebagai penyampai ilmu, tetapi juga sebagai pembimbing moral dan akhlak bagi para muridnya.
Dalam Islam, mengajar adalah pekerjaan mulia yang mendatangkan pahala besar, sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran dan hadits. Allah SWT berfirman dalam al-Quran:
“يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ”
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Dari ayat ini, jelas bahwa orang-orang yang berilmu, termasuk para pengajar, akan mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah. Mengajar tidak hanya memberi manfaat kepada murid, tetapi juga menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir meskipun seseorang telah wafat. Rasulullah SAW bersabda:
“إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ”
Artinya: “Jika manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim nomor 1631)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata:
“ليس العلم ما حفظ، إنما العلم ما نفع”
Artinya: “Ilmu bukanlah yang sekadar dihafal, tetapi ilmu adalah yang bermanfaat.”
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul