Apakah Harus Ada Barang Bawaan saat Lamaran dalam Islam? Ini Kata Ustadz Khalid Basalamah

12 hours ago 5

Mantan Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Kabupaten Jombang, Ustadz Moh. Makmun mengulas tentang tradisi membawa barang bawaan saat lamaran atau khitbah di NU Online Jombang.

Ia menguraikan bahwa sudah menjadi hal umum di masyarakat jika seseorang mengkhitbah orang yang dipilihnya, maka ia dan atau keluarganya akan mendatangi pihak yang dikhitbah dengan membawa berbagai macam bentuk barang, seperti makanan, pakaian, perlengkapan perawatan kecantikan, perhiasan, dan bahkan ada juga yang membawa barang-barang kebutuhan pokok. 

Menurutnya, bawa barang bawaan saat lamaran disesuaikan dengan adat istiadat daerah masing-masing. Barang bawaan tersebut diberikan umumnya adalah sebagai tanda keseriusan hubungan pihak pelamar dan yang dilamar menuju jenjang pernikahan. Selain itu, barang tersebut umumnya juga bertujuan lebih mengakrabkan antara pihak pelamar dan yang dilamar.

Jadi, pada dasarnya tidak ada anjuran khusus dalam Islam mengenai membawa barang bawaan saat lamaran atau khitbah. Seperti dituliskan Ustadz Moh. Makmun, barang bawaan tersebut ditujukan untuk menghangatkan pihak pelamar dan yang dilamar.

Pertanyaan kemudian, apakah barang bawaan lamaran boleh minta dikembalikan?

Masih mengutip tulisan Ustadz Moh. Makmun, menurut kesimpulan Ibn Hajar al-Haitami atas pendapat Imam Rofi`i, bahwa jika pihak perempuan yang membatalkan pertunangan, maka pihak lelaki boleh meminta kembali barang-barang tersebut, namun bila yang membatalkan pertunangan adalah pihak lelaki sendiri, maka pihak lelaki tidak boleh meminta kembali barang-barang itu. 

Menurut Ibnu Abidin, barang bawaan saat khitbah statusnya seperti hibah. Pihak pelamar boleh meminta kembali barang tersebut, kecuali jika terdapat alasan yang tidak memungkinkan untuk diambil kembali, seperti barang telah rusak, telah digunakan atau adanya akad nikah. 

Jika pemberian dari pelamar itu masih ada, maka dia boleh mengambilnya. Jika barang itu telah rusak maupun berubah wujud dari kain menjadi baju, makanan yang telah dimakan, perhiasan yang sudah hilang, maka pelamar tidak berhak untuk meminta ganti. Artinya, jika barang bawaan khitbah masih utuh, maka pelamar boleh memintanya.

Sedangkan Imam Hanafi berpendapat, jika pihak yang dilamar khianat atas lamaran tersebut, maka pelamar boleh meminta kembali barang yang masih utuh, bukan barang yang telah habis ataupun yang telah rusak. Dan ini berlaku khusus pada barang hadiah saja bukan barang sandang-pangan (nafaqah). 

Adapun Imam Nawawi berpandangan, barang bawaan khitbah termasuk pemberian yang disebut hadiah. Barang tersebut diberikan dengan maksud dan tujuan agar yang di lamar mau menikah dengannya. Andai kata lamaran batal, maka hukum dari hadiah yang telah diberikan saat lamaran tersebut harus dikembalikan secara mutlak, bila masih utuh atau jika sudah rusak maka harus menggantinya. 

Menurut Madzhab Syafiiyah, diperbolehkan bagi pelamar untuk mengambil barang pemberian karena ia mengalokasikan pemberian tersebut dengan tujuan menikahinya. sehingga diperbolehkan mengambilnya jika masih ada dan andai kata barang tersebut telah rusak, maka harus menggantinya. 

Menurut Madzhab Hanabilah, jika yang berpaling atas lamaran yang sudah terjadi adalah pihak pelamar, maka ia tidak boleh meminta kembali barang tersebut walaupun masih ada. Namun, jika yang berpaling adalah yang dilamar, maka diperbolehkan untuk meminta kembali barang tersebut, baik barangnya masih ada atau sudah rusak, jika hilang atau dikonsumsi maka wajib meng-uangkan. Ini yang benar dan adil, karena pelamar memberi dengan syarat tetapnya akad, jika akad telah hilang maka boleh meminta kembali. 

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa pihak yang membatalkan lamaran tidak boleh meminta kembali pemberiannya, baik barangnya masih ada maupun sudah tidak ada. Pihak yang berhak meminta barangnya adalah pihak yang tidak menggagalkan pinangan. Dia berhak menerima barangnya jika masih ada, atau menerima qimahnya jika barang pemberiannya sudah tidak ada. 

Menurut Madzhab Hanafiyah, barang pemberian ketika khitbah merupakan hadiah dan hibah. Sehingga pihak pelamar diperbolehkan meminta kembali barang tersebut, kecuali jika kondisi barang telah rusak, telah hilang, telah berubah wujud seperti kain dijahitkan menjadi baju atau gamis, atau makanan yang telah dimakan, maka pihak pelamar tidak berhak untuk meminta kembali barang tersebut. 

Demikian beberapa pandangan terkait boleh tidaknya meminta kembali barang bawaan pada saat khitbah. Namun demikian, kembali kepada pihak yang melamar, apakah ia akan meminta kembali barang tersebut, atau mengikhlaskannya kepada orang yang pernah ia kasihi dan cintai. Selain itu, juga dikembalikan pada adat istiadat masing-masing, serta lebih baik dikomunikasikan bersama antara pihak pelamar dan yang dilamar. 

Wallahu a’lam.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |