Liputan6.com, Jakarta - Di era digital saat ini, informasi seputar bantuan sering kali tersebar cepat di media sosial, terutama saat terjadi bencana atau krisis. Tidak semua informasi tentang bantuan tersebut benar, bahkan banyak yang hoaks.
Hoaks ini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk tujuan tertentu, seperti menipu dan mengambil data pribadi.
Kementerian Sosial (Kemensos) menginformasikan dalam situs resminya, Kemensos tidak pernah membuat situs ataupun tautan terkait pendaftaran maupun pencairan bantuan sosial. Masyarakat dihimbau agar selalu mengecek ulang kebenaran berita dan tidak ikut menyebarkannya. Berikut ciri-ciri hoaks seputar bansos.
1. Tidak ada sumber resmi yang jelas
Hoaks sering kali tidak menyebutkan sumber yang jelas dan kredibel. Misalnya, hanya mencantumkan nama "pemerintah" atau "instansi tertentu" tanpa detail lebih lanjut. Jika pun ada nama lembaga, mereka sering kali tidak memberikan kontak resmi atau tautan ke situs resmi lembaga tersebut, sehingga sulit diverifikasi.
2. Judul yang sensasional dan memancing emosi
Hoaks tentang bantuan sering kali memiliki judul yang emosional atau sensasional, seperti "Bantuan Rp5 Juta untuk Semua yang Membutuhkan! Sebarkan Sekarang!" Tujuan dari judul ini adalah memancing emosi pembaca agar langsung membagikannya tanpa memeriksa kebenarannya. Judul yang bombastis semacam ini perlu diwaspadai.
3. Informasi terbatas dan kurang jelas
Informasi yang diberikan cenderung terbatas dan tidak lengkap. Hoaks sering kali hanya menyebutkan bahwa "bantuan sedang dibagikan" tanpa menjelaskan mekanisme, syarat, atau tata cara yang valid untuk memperoleh bantuan tersebut. Hal ini membuat pembaca merasa informasi tersebut sangat mudah diakses, padahal sebenarnya tidak demikian.
4. Menginstruksikan untuk menyebarkan informasi secara cepat
Hoaks biasanya disertai dengan instruksi untuk "segera sebarkan ke semua kontak" atau "bagikan ke minimal 10 grup agar lebih banyak yang tahu". Instruksi semacam ini adalah cara klasik untuk memastikan hoaks tersebut cepat menyebar, sehingga dapat menjangkau lebih banyak orang dalam waktu singkat.
5. Tidak menyertakan tanggal atau menggunakan tanggal yang tidak spesifik
Hoaks cenderung tidak mencantumkan tanggal yang jelas, atau menggunakan keterangan waktu yang umum seperti "bulan ini" atau "minggu ini" tanpa menyebutkan bulan atau tahun tertentu. Dengan tidak adanya informasi waktu yang spesifik, hoaks semacam ini bisa terus beredar meskipun sudah usang atau tidak relevan.
6. Meminta data pribadi yang tidak relevan
Salah satu indikasi hoaks yang sangat berbahaya adalah permintaan data pribadi. Hoaks sering meminta informasi sensitif seperti nomor KTP, rekening bank, atau alamat pribadi dengan dalih sebagai syarat untuk pencairan bantuan. Padahal, lembaga resmi biasanya tidak meminta data sensitif melalui media sosial.
7. Informasi tidak terdapat di sumber resmi atau media terpercaya
Jika Anda mencari berita atau informasi tersebut di situs resmi pemerintah, media massa terpercaya, atau lembaga resmi yang terkait dan tidak menemukannya, kemungkinan besar itu adalah hoaks. Informasi tentang bantuan yang benar biasanya akan dipublikasikan di situs resmi instansi atau lembaga penyalur bantuan.
8. Menggunakan akun palsu atau tidak terverifikasi
Banyak hoaks disebarkan oleh akun-akun media sosial yang tidak memiliki tanda verifikasi atau bahkan akun palsu yang meniru nama akun resmi. Akun-akun ini sering kali memiliki sedikit pengikut dan tidak ada riwayat aktivitas yang mencerminkan kredibilitas.
Penulis: Aqmarina Aulia Jami