Liputan6.com, Jakarta - Kisah mukjizat para nabi sering menjadi tema menarik dalam pembicaraan keagamaan. Setiap nabi memiliki keistimewaan yang luar biasa, namun ada perbedaan mendasar antara mukjizat yang mereka tunjukkan dan mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Hal ini dikemukakan oleh KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), seorang ulama Rembang dan murid Mbah Maimoen Zubair.
Mukjizat yang dimiliki nabi-nabi sebelumnya umumnya bersifat fisik dan terlihat oleh mata. Misalnya, ketika Nabi Musa AS membelah Laut Merah dengan tongkatnya, banyak orang yang terpesona melihat kejadian tersebut.
Namun, mukjizat ini lebih kepada pemandangan yang memanjakan mata, tidak lebih dari itu.
Nabi Muhammad SAW, di sisi lain, kata Gus Baha, diberikan mukjizat yang berbeda. Mukjizatnya tidak hanya sekadar untuk menakjubkan, melainkan juga berdasar pada akal dan pemikiran.
Simak Video Pilihan Ini:
Detik-Detik Banjir Bandang Hanyutkan Mobil di Jatim
Memaknai Mukjizat ala Gus Baha
Misalnya, Al-Qur'an yang diturunkan sebagai kitab petunjuk bagi umat manusia. Mukjizat ini mengajak umatnya untuk berpikir dan merenung tentang kebenaran yang terkandung di dalamnya.
“Mukjizat Nabi Muhammad tidak terbatas pada satu waktu dan tempat, tetapi bersifat universal,” ungkap Gus Baha, dikutip dari tayangan video kanal YouTube@Menikmatihalal.
Mukjizat ini mengajak umat manusia untuk mengeksplorasi akal dan mencari kebenaran yang lebih dalam.
Kecerdasan manusia dituntut untuk memahami dan merenungi setiap ajaran yang terdapat dalam Al-Qur'an.
Dalam konteks mukjizat, ada pula yang disebut sebagai ujian bagi umatnya. Saat melihat keajaiban yang terjadi, manusia seringkali cenderung merasa tidak mampu menandingi atau menciptakan hal yang sama.
Misalnya, saat Nabi Musa membelah Laut Merah, banyak orang mungkin merasa terpesona namun juga merasa inferior.
“Ketidakmampuan kita untuk menciptakan mukjizat seperti itu tidak seharusnya membuat kita berhenti berpikir,” lanjutnya. Setiap mukjizat seharusnya menjadi dorongan bagi umat untuk terus belajar dan memahami kekuasaan Allah.
Mukjizat Nabi Muhammad SAW adalah Ajakan untuk Berpikir
Merenungi mukjizat bisa membawa kita pada pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan dan kekuasaan Allah SWT.
Dalam pandangan Gus Baha, mukjizat-mukjizat nabi sebelumnya adalah pendorong bagi umat untuk lebih mengenal Allah.
Namun, bagi umat Nabi Muhammad, mukjizat tidak hanya berhenti di situ. Setiap umat manusia diharapkan mampu menggali hikmah dari setiap peristiwa dan ajaran yang ada.
Selain itu, ada pandangan yang menyatakan bahwa mukjizat nabi-nabi sebelumnya bersifat temporer, sedangkan mukjizat Nabi Muhammad bersifat abadi.
Al-Qur'an, yang merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad, akan tetap ada hingga akhir zaman dan menjadi sumber petunjuk bagi umat manusia di seluruh dunia.
“Mukjizat Nabi Muhammad SAW adalah ajakan untuk berpikir, bukan hanya untuk percaya,” tegas Gus Baha.
Hal ini menandakan bahwa dalam setiap mukjizat, terdapat pelajaran berharga yang bisa diambil. Pemahaman ini diharapkan dapat mendorong umat untuk menjadi lebih bijaksana dan kritis.
Dengan memahami perbedaan ini, diharapkan umat tidak hanya mengagumi mukjizat nabi-nabi sebelumnya, tetapi juga mengambil hikmah yang lebih dalam dari setiap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Mukjizat yang ada seharusnya menjadi motivasi untuk terus belajar dan mencari kebenaran.
Sebagai umat Nabi Muhammad, penting untuk memahami bahwa akal dan hati harus berjalan beriringan dalam menjalani kehidupan beragama. Mukjizat yang datang bukan hanya untuk menjadi tontonan, tetapi juga untuk menjadi sumber inspirasi dan pendorong untuk berbuat baik.
“Mari kita terus gali makna dari setiap mukjizat yang ada dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari,” tutup Gus Baha. Dengan begitu, mukjizat bukan hanya menjadi cerita indah dalam sejarah, tetapi juga menjadi panduan bagi setiap langkah kehidupan kita.
Ketika kita menyaksikan atau mendengar tentang mukjizat, jangan hanya terpaku pada keajaibannya, tetapi cobalah untuk memahami dan menerapkan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Mukjizat sejatinya adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri dan dipahami.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul