Niat Fidyah, Ketentuan Pelaksanaan dan Besarannya Sesuai Ajaran Rasulullah

1 day ago 12

Liputan6.com, Jakarta - Puasa Ramadhan adalah kewajiban yang melekat kepada tiap muslim. Namun di antara kita ada yang tidak bisa melaksanakan puasa karena uzur dan dihitung sebagai utang. Bagi yang tak bisa mengqadha puasanya atau terlambat, maka bisa digantikan dengan fidyah. Oleh karena itu, penting bagi seorang muslim untuk mengetahui niat fidyah.

Dalil fidyah di antaranya termaktub dalam Surat Al-Baqarah ayat 184, yang artinya: "Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin,..". (QS. Al-Baqarah: 184).

Secara bahasa pengertian fidyah berarti tebusan. Sedangkan menurut istilah syariat fidyah adalah denda yang wajib ditunaikan karena meninggalkan kewajiban atau melanggar larangan. Dalam Buku Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, dijelaskan bahwa fidyah wajib dibayarkan bagi orang yang tidak mampu berpuasa karena sakit menahun atau usia lanjut, dengan memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.

Berikut ini adalah bacaan niat fidyah. Dalam artikel ini juga dibahas mengenai siapa saja yang bisa menebus puasanya dengan fidyah dan besaran fidyah hitungan mud, yang perhitungannya relatif.

1. Niat fidyah puasa bagi orang sakit keras dan orang tua renta

Berikut lafal pembacaan niat dalam penunaian fidyah untuk orang sakit keras, wanita hamil atau menyusui, orang mati atau karena utang puasa tapi terlambat mengqadha.

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ لإِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija haadzihil fidyah li iftar shaumi Ramadhana fardhan lillahi ta ala.

Artinya: Aku niat mengeluarkan fidyah ini karena berbuka puasa di bulan Ramadhan, fardhu karena Allah.

2. Niat Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui

Niat fidyah bagi wanita hamil atau menyusui:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija haadzihil fidyah an iftar shaumi Ramadhona lil khawfi ala waladiyya ala fardhan lillahi ta ala.

Artinya: Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadhan karena khawatir keselamatan anakku, fardhu karena Allah.

3. Niat Fidyah Puasa Orang Mati

Niat fidyah puasa orang mati dilakukan oleh wali/ahli waris:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ صَوْمِ رَمَضَانِ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija haadzihil fidyah an shaumi Ramadhana fulan bin fulan fardhan lillahi ta ala.

Artinya: Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan puasa Ramadhan untuk Fulan bin Fulan (disebutkan nama mayitnya), fardhu karena Allah.

4. Niat Fidyah karena Terlambat Qadha puasa

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu an ukhrija haadzihil fidyah an ta khiiri qadhaai shaumi Ramadhona fardhan lillahi ta ala.

Artinya: Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan, fardhu karena Allah.

Dalam kondisi tertentu, seseorang terkadang terlambat melaksanakan qadha puasa Ramadhan. Misalnya, karena pekerjaan yang berat atau karena lupa. Sementara, Ramadhan berikut telah tiba.

Siapa Saja yang Bisa Berfidyah?

Ketentuan tentang siapa saja yang boleh tidak berpuasa termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 184, yang artinya: ”(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 184)

Dari ayat ini ulama menjelaskan klasifikasi orang yang boleh tidak berpuasa dan dalam kondisi tertentu harus membayar fidyah. Penjelasan mengenai siapa saja yang boleh tidak berpuasa dan membayar fidyah antara lain dijelaskan oleh Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib, dan Syekh Nawawi al-Bantani dalam Qut al-Habib al-Gharib.

Berikut ini adalah rincian orang yang bisa membayar fidyah:

1. Orang Tua Renta

Kakek atau nenek tua renta yang tidak sanggup lagi menjalankan puasa, tidak terkena tuntutan berpuasa. Kewajibannya diganti dengan membayar fidyah satu mud makanan untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.

Batasan tidak mampu di sini adalah sekiranya dengan dipaksakan berpuasa menimbulkan kepayahan (masyaqqah) yang memperbolehkan tayamum. Orang dalam jenis kategori ini juga tidak terkena tuntutan mengganti (qadha) puasa yang ditinggalkan (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 428).

2. Orang sakit parah

Orang sakit parah yang tidak ada harapan sembuh dan ia tidak sanggup berpuasa, tidak terkena tuntutan kewajiban puasa Ramadhan. Sebagai gantinya, ia wajib membayar fidyah. Seperti orang tua renta, batasan tidak mampu berpuasa bagi orang sakit parah adalah sekiranya mengalami kepayahan apabila ia berpuasa, sesuai standar masyaqqah dalam bab tayamum.

Orang dalam kategori ini hanya wajib membayar fidyah, tidak ada kewajiban puasa (dalam bulan Ramadhan) maupun qadha’ (di luar Ramadhan).

3. Wanita hamil atau menyusui

Ibu hamil atau wanita yang tengah menyusui, diperbolehkan meninggalkan puasa bila ia mengalami kepayahan dengan berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan anak atau janin yang dikandungnya. Di kemudian hari, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan, baik karena khawatir keselamatan dirinya atau anaknya.

Menurut Syekh Ibnu Qasim al-Ghuzzi, Fath al-Qarib Hamisy Qut al-Habib al-Gharib ada ketentuan khusus untuk wanita hamil : Jika ia khawatir keselamatan dirinya atau dirinya beserta anak atau janinnya, maka tidak ada kewajiban fidyah. Jika hanya khawatir keselamatan anak atau janinnya, maka wajib membayar fidyah.

4. Orang Mati

Dalam fiqih Syafi’i, orang mati yang meninggalkan utang puasa dibagi menjadi dua:

Pertama, orang yang tidak wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan ia tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha, semisal sakitnya berlanjut sampai mati. Tidak ada kewajiban apapun bagi ahli waris perihal puasa yang ditinggalkan mayit, baik berupa fidyah atau puasa.

Kedua, orang yang wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur namun ia menemukan waktu yang memungkinkan untuk mengqadha puasa. Menurut qaul jadid (pendapat baru Imam Syafi’i), wajib bagi ahli waris/wali mengeluarkan fidyah untuk mayit sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.

5. Orang yang Telat Qadha Ramadhan

Orang yang menunda-nunda qadha puasa Ramadhan padahal ia memungkinkan untuk segera mengqadha sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah satu mud makanan pokok untuk per hari puasa yang ditinggalkan. Fidyah ini diwajibkan sebagai ganjaran atau tebusan atas keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan.

Besaran Fidyah

Fidyah wajib dilakukan untuk mengganti ibadah puasa dengan membayar sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan untuk satu orang. Berikut ini besaran fidyah menurut pendapat ulama:

  • Besaran fidyah menurut Imam Malik dan Imam As-Syafi' yang harus dibayarkan sebesar 1 mud beras (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa). 
  • Sementara menurut hitungan Syekh Ali Jumah dalam kitab al-Makayil wa al-Mawazin al-Syar’iyyah, satu mud adalah 510 gram atau 5,10 ons.
  • Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum. (Jika 1 sha' setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.

Di Indonesia yang mayoritas menganut madzhab Syafi'i, besaran fidyah adalah antara 0,6-7,5 kg beras. Angka ini bisa dikonversi menjadi rupiah tergantung harga beras yang barlaku saat itu di daerah tersebut.

Sedangkan besaran dan cara perhitungannya, antara satu daerah dengan lainnya berbeda. Ada yang menghitung berdasar kebutuhan hidup 1 jiwa perhari dikonversi dengan harga beras, ada pula yang menghitung keseluruhan kebutuhan pokok 1 jiwa per hari.

Contoh untuk wilayah DKI Jakarta, Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp60.000,-/hari/jiwa.

Sementara, di Sleman berdasarkan SK Ketua BAZNAS Kabupaten Sleman No. 09 Tahun 2025 tentang Penetapa Besaran Zakat Fitrah dan Fidyah tahun 1446 H, ditetapkan bahwa nilai fidyah adalah 0,7 kg beras (makanan pokok), atau dapat dikonversikan dalam bentuk uang sebesar Rp 10.500,-/hari/jiwa.

Sementara, di Indramayu Ketua BAZNAS Kabupaten Indramayu, H. Aspuri, S.Ag., M.Pd.I, menjelaskan bahwa penetapan besaran Zakat Fitrah didasarkan pada survei harga beras dengan kualitas terbaik di wilayah Indramayu.

“Kami menetapkan bahwa besaran Zakat Fitrah yang harus ditunaikan sebesar 2,5 kg atau 3,5 liter beras per jiwa. Jika dikonversikan dalam bentuk uang, jumlahnya adalah Rp 37.500 per jiwa, berdasarkan harga beras terbaik di pasaran yang mencapai Rp 15.000 per kg,” kata Aspuri.

Golongan yang Berhak Menerima Fidyah

Fidyah wajib diberikan kepada fakir atau miskin, tidak diperbolehkan untuk golongan mustahiq zakat yang lain, terlebih kepada orang kaya. Alokasi fidyah berbeda dengan zakat, karena nash Al-Qur’an dalam konteks fidyah hanya menyebut miskin “fa fidyatun tha‘âmu miskin” (QS al-Baqarah ayat 184).

Sedangkan fakir dianalogikan dengan miskin dengan pola qiyas aulawi (qiyas yang lebih utama), sebab kondisi fakir lebih parah daripada miskin (Syekh Khothib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal 176). Fidyah adalah ibadah yang berkaitan dengan harta, sehingga disyaratkan niat dalam pelaksanaannya seperti zakat dan kafarat.

Pembayaran fidyah mengikuti bilangan hari berpuasa yang ditinggalkan dan diberikan kepada fakir miskin atau orang tidak mampu. Kadar fidyah yang dikenakan sebesar satu mud atau satu cupak (lebih kurang 700 gram) untuk setiap hari puasa yang ditinggalkannya. 

Al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab karya Imam an-Nawawi menegaskan bahwa fidyah berupa ith‘ām miskīn (memberi makan orang miskin) bisa dalam bentuk makanan pokok sesuai urf (kebiasaan daerah).

Memberikan lebih dari satu mud kepada seorang fakir miskin merupakan hal yang digalakkan (hukumnya harus). Ini karena fidyah adalah suatu keringanan bagi seseorang yang tidak mampu berpuasa sehingga tidak pantas apabila membagikan satu mud makanan kepada dua orang fakir miskin, yang dalam hal ini termasuk tidak sah fidyahnya.

Syekh Khathib al-Syarbini menjelaskan, “Boleh mengalokasikan beberapa mud dari fidyah kepada satu orang, sebab masing-masing hari adalah ibadah yang menyendiri, maka beberapa mud diposisikan seperti beberapa kafarat, berbeda dengan satu mud (untuk sehari), maka tidak boleh diberikan kepada dua orang, sebab setiap mud adalah fidyah yang sempurna. Allah telah mewajibkan alokasi fidyah kepada satu orang, sehingga tidak boleh kurang dari jumlah tersebut”. (Syekh Khothib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 176).

People also Ask:

1. Bagaimana cara niat membayar fidyah?

Niat Fidyah untuk Orang yang Terlambat Qadha Puasa Ramadhan

“Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata an takhiri qadhai shaumi ramadhana fardhan lillahi ta'ala.” Artinya: “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan, fardhu karena Allah SWT”.

2. Hutang puasa 1 hari bayar fidyah berapa?

Besaran fidyah untuk 1 hari puasa adalah setara dengan satu mud makanan pokok (sekitar 0,6 - 0,75 kg atau 0,75 liter beras), atau nilai uang yang setara dengan harga makanan pokok tersebut di daerah Anda.

3. Apakah fidyah harus ijab kabul?

Kebiasaan yang selalu dilakukan masyarakat tersebut dalam pembayaran fidyah adalah dengan cara melakukan ijab qabul antara ahli waris si mayit yang akan dibayarkan fidyahnya dengan masyarakat yang hadir pada acara tahlilan di hari ketujuh dari wafatnya si mayit tanpa terkecuali.

4. Kapan niat fidyah dibaca?

Niat bisa dibaca dalam hati saat hendak menyerahkan fidyah kepada penerima. Fidyah harus diberikan kepada fakir miskin yang benar-benar membutuhkan.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |