Liputan6.com, Jakarta - Pertanyaan tentang keadilan Allah terhadap orang-orang yang berbuat baik namun tidak beriman terus menjadi perhatian dalam diskusi keagamaan. Banyak yang bertanya, apakah kebaikan tanpa keimanan akan dibalas di akhirat?
Topik ini mencuat dalam sebuah ceramah agama yang disampaikan oleh seorang pendakwah muda Ustadz Adi Hidayat (UAH). Ceramah ini menyoroti bahaya sikap munafik dan pentingnya iman dalam menjalani kehidupan.
Dalam ceramahnya, sang pendakwah menegaskan bahwa iman adalah kunci utama menuju keselamatan akhirat. Tanpa iman, segala perbuatan baik hanya bernilai di dunia, bukan untuk kehidupan setelah mati.
Orang yang hanya mengejar kebaikan dunia tanpa keimanan, menurut penjelasan dalam ceramah itu, akan dibalas di dunia saja. Namun balasan akhirat tidak akan mereka dapatkan.
Pendakwah muda Muhammadiyah ini memberikan penjelasan mendalam mengenai hal ini. Ia menegaskan bahwa Allah SWT adil dalam memberi balasan, sesuai niat dan orientasi amal seseorang.
Dilansir Liputan6.com, Selasa (06/05/2025), dari tayangan video di kanal YouTube Adi Hidayat Official, ceramah tersebut disampaikan dalam suasana majelis ilmu yang penuh kekhusyukan.
Simak Video Pilihan Ini:
Viral! Banjir Luapan di Objek Wisata Curug Bayan Baturraden Banyumas
Dermawan, tapi Tidak Iman
UAH menjelaskan bahwa Allah bisa membalas langsung amal baik orang non-Muslim di dunia, namun tidak di akhirat jika tidak dibarengi dengan iman. Ini adalah bentuk keadilan Allah yang sejati.
Sebagai contoh, UAH menukil pertanyaan Sayyidah Aisyah kepada Rasulullah SAW tentang seorang non-Muslim yang sangat dermawan. Rasulullah menjelaskan bahwa amalnya dibalas di dunia, namun tidak di akhirat.
Hal ini didasarkan pada Surah Al-Furqan ayat 23, yang menyebutkan bahwa amal mereka menjadi seperti debu yang berterbangan, tidak memiliki nilai di akhirat karena tanpa iman.
"Bahwa betapa pun pintar dan retoris seseorang, jika tidak membawa kita kepada Allah, maka orang itu justru bisa menjadi penyesat yang berbahaya," katanya.
Ia menekankan bahwa sifat munafik sangat berbahaya, sebab sering dibungkus dengan kata-kata manis, logika yang rapi, bahkan gelar akademik yang tinggi, padahal sejatinya menjauhkan manusia dari Allah.
Menurut UAH, jangan mudah terpesona dengan orang yang hanya terlihat pintar bicara. Jika tidak membawa kepada iman, maka lebih baik dijauhi demi keselamatan akidah.
"Orang-orang seperti itu, bisa membuat kita mulai malas sholat, meninggalkan puasa, dan bahkan meragukan ajaran Islam sendiri. Ini adalah ciri-ciri penyimpangan yang nyata." ujarnya.
Bahaya Terbesar Simpan Kemunafikan
Ia merujuk pada Surah Al-Baqarah ayat 204 yang menggambarkan orang dengan retorika menarik namun justru merusak dari dalam. Mereka terlihat meyakinkan, namun sejatinya memusuhi kebenaran.
UAH bahkan menyindir dengan menyebut bahwa gelar akademik seperti S1, S2, atau S3 tidak ada gunanya jika tidak mengenal Allah. Ilmu seharusnya menjadi jalan untuk memperkuat iman, bukan sebaliknya.
Menurutnya, orang dengan IPK tinggi tapi tidak mengenal Allah, belum bisa disebut pintar. Karena puncak dari segala ilmu adalah mengenal Tuhan yang menciptakan semua ilmu itu sendiri.
Kedudukan, jabatan, dan kekayaan juga disinggung. Jika semua itu tidak membuat seseorang semakin dekat kepada Allah, maka semua itu tidak bernilai di hadapan-Nya.
UAH juga mengingatkan bahwa neraka memiliki tempat yang paling istimewa. Tapi bukan dalam arti mulia, melainkan tempat terburuk yang disiapkan bagi orang-orang munafik.
"Bahaya terbesar,adalah mempertahankan kemunafikan dalam urusan agama. Orang yang tahu dirinya menyimpang, namun tetap mempertahankannya, akan dikumpulkan bersama orang kafir di akhirat," kata UAH.
Maka dari itu, umat Islam diimbau agar menjauhi orang-orang yang bicara menyimpang, tidak jelas tujuannya, dan tidak mengajak kepada keimanan serta ibadah.
UAH menyarankan agar jika menemui orang seperti itu, cukup jauhi, doakan, dan jika memungkinkan, ingatkan dengan cara yang baik dan penuh kelembutan.
Karena selama hayat masih dikandung badan, siapa pun masih memiliki peluang untuk kembali kepada kebenaran. Doa yang tulus dari sesama mukmin bisa menjadi sebab hidayah turun.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul