Liputan6.com, Jakarta - Tempe menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia karena harganya terjangkau, mudah diolah, dan bergizi. Tempe juga menjadi makanan pengganti daging yang populer di kalangan vegan dan vegetarian.
Tempe yang disimpan dengan benar bisa bertahan 2–3 hari di suhu ruangan. Tempe yang disimpan di kulkas bisa bertahan 5–7 hari, namun apa jadinya jika tempe menjadi bahan komoditas ekspor?
Ada dua pondok pesantren di Indonesia yang menginisiasi terciptanya tempe yang terjamin higienitasnya. Bahkan karena kebersihannya ini menghasilkan tempe berkualitas yang mampu bertahan lama hingga beberapa tahun, tanpa merusak kualitas dan rasanya. Tentunya dengan sitem pembekuan, namun tak mengurangi rasa dan kualitasnya.
Dua pondok pesantren tersebut adalah Pondok Pesantren Tanbighul Ghofiliin Alif Baa Banjarnegara yang berkolaborasi dengan Pondok Pesantren Taruna Al Qolam Deli Serdang, Sumatera Utara.
KH Khayatul Maki atau akrab disapa Gus Khayat, Pengasuh Ponpes Alif Baa Banjarnegara, mengatakan pihaknya menginginkan terciptanya santripreuner yang benar-benar bisa diterapkan dari lingkungan terkecil hingga skala internasional.
"Program santripreuner tempe higienis ini kami harapkan mampu menjadi jembatan para santri untuk mewujudkan santripreuner. Bagaimana agar santri bisa menghasilkan makanan higienis dan sehat. Benar-benar sehat, berbeda dari produksi tempe pada umumnya," ujar Gus Khayat.
Simak Video Pilihan Ini:
Dahsyatnya Erupsi Merapi 21 Juni 2020 (Video BPPTKG Yogyakarta)
Siap Berbagi Ilmu dengan Pesantren dan Masyarakat
Gus Khayat menyatakan, jika persoalan tempe ini minimal bisa memenuhi kebutuhan makan para santri di pondok, jika memungkinkan bisa dijual ke luar pondok, dan bahkan bisa skala internasional. Pasalnya, teknologi yang ada dan diterapkan dalam produksi tempe tersebut benar-benar mampu bertahan untuk diekspor tanpa mengurangi kualitas untuk jangka waktu yang lama.
Pihaknya ke depan juga siap berbagi ilmu tentang produksi tempe higienis yang diklaim tahan lama dan tidak seperti tempe pada umumnya.
"Insya Allah dalam waktu dekat juga akan membuka stand di pusat kota Banjarnegara. Selain itu, Alif Baa sangat terbuka dengan siapapun, khususnya pondok pesantren di Banjarnegara maupun luar daerah yang ingin belajar. Kami siap melatih. Paling tidak bisa memenuhi kebutuhan tempe di pesantren itu sendiri, hingga cita-citanya setiap pesantren bisa menjadi pengusaha tempe, skala lokal hingga ekspor," ujarnya.
Sementara Pengasuh Pondok Pesantren Taruna Al Qolam Deli Serdang, Sumatera Utara, Ustadz Ari Handoko saat ditemui di sela pelatihan di Banjarnegara menyatakan, tempe yang diproduksi pesantren ini beda dengan tempe pada umumnya. Jauh sekali, terutama higienitas yang terjaga, dan beberapa treatmen yang dilakukan kepada kedelai.
"Higienitas dan kesehatan sangat kami utamakan, beda sekali dengan tempe yang ada selama ini. Konsep kami bagaimana kami memproduksi tempe sehat dan benar-benar layak konsumsi." ujar Ustadz Ari.
Ternyata apa yang ia lakukan selama ini bukan sekadar ucapan, pasalnya ia telah menjadi mentor pengajar produksi tempe higienis sehat ini dan sudah melanglang ke banyak negara, terutama Eropa, Amerika, dan Asia. Apa yang ia lakukan adalah mengajari orang membuat tempe.
Sebagai sosok yang berlatar belakang pesantren, ia tak lantas bangga dengan pencapaiannya di berbagai negara itu. Lantas ia mengembangkan keilmuan tempe ini di Nusantara. Khusus di Sumatera Utara, sudah banyak pesantren yang ia sentuh dengan tangan dinginnya dan kini sudah mandiri dalam produksi tempe.
Terutama pesantren-pesantren besar dengan jumlah santri ribuan orang. Jika dihitung, dalam satu bulan pesantren itu mampu menghemat pengeluaran Rp30 juta, termasuk di pesantrennya.
Terilhami Kisah Ashabul Kahfi
Apa yang melatarbelakangi ia sampai dipanggil banyak negara untuk berbagi ilmu? Ternyata, ia dalam kurun waktu beberapa tahun melakukan riset secara mendalam bagaimana agar tempe yang diproduksinya ini bukan hanya lezat, namun sehat bahkan bisa bertahan lebih dari satu tahun. Makanya, tempe produksinya ini bisa diekspor. Analoginya, perjalanan ekspor ini memakan waktu yang cukup lama, berbeda dengan tempe yang ada selama ini.
Jika ditanya apa rahasia agar tempe bisa seawet itu, ia menegaskan kuncinya ada di higienitas dan beberapa treatmen, hasil risetnya yang juga telah diuji laboratorium di sejumlah lembaga dan kampus di Sumatera.
"Treatment kepada kedelai kuncinya! Silakan datang ke Pondok Pesantren Alif Baa Banjarnegara, karena di Jawa Tengah pondok ini yang pertama kali belajar bareng saya," ujar pria ramah ini.
Ustadz Ari sedikit membuka rahasia, bahwa dalam produksi yang ia terapkan tidak mau main-main. Pemilihan higienitas ini dimulai sejak awal mengolah kedelai, tak boleh ada kedelai yang rusak, dipilih dan diperiksa betul.
Kemudian alat yang digunakan seluruhnya dari stainless steel. Pengukuran suhu ruangan penyimpanan juga sangat diperhatikan. Terakhir, soal kemasan juga tak sembarangan, dipilih plastik khusus makanan.
Lalu dari mana ilham penemuan tempe agar bisa seawet ini? Ternyata, ia dapatkan dari kisah Ashabul Kahfi.
Diceritakan dalam kisah tersebut, para pemuda tertidur selama 309 tahun di gua sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al Kahfi ayat 10-11,
(10) إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا(11) فَضَرَبْنَا عَلَىٰ آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا
Artinya: (Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami." Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu, selama beberapa tahun.
"Ilhamnya dari kisah Ashabul Kahfi, ada makhluk hidup yang ditreatment hingga bisa awet sekian ratus tahun. Tempe ini kan makhluk hidup, bagaimana kisah tersebut orangnya masih utuh, semuanya masih utuh. Inilah yang membuat kami meriset kedelai agar bisa awet sekian tahun, tidak berubah rasa dan bentuknya," tandas Ustadz Ari.
Menariknya, meskipun memiliki kualitas yang jauh lebih baik, tempe hasil produksi ini tidak mahal. Bahkan, sejajar harganya dengan tempe pada umumnya. "Konsep kami ingin memberikan tempe sehat bergizi untuk santri dan juga masyarakat," ujar Gus Khayat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul