Top 3 Islami: Bolehkah Muslim Makan Hidangan Imlek? Wudhu Batal Mau Keluar Saf Sholat Berjamaah Malu, Solusinya? Penjelasan UAH dan UAS

18 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Etnis Tionghoa di seluruh dunia baru saja merayakan Imlek, termasuk di Indonesia. Pertanyaan yang kerap muncul, bolehkah seorang muslim menerima dan memakan hidangan Imlek?

Penjelasan Ustadz Abdul Somad (UAS) mengenai boleh dan tidaknya seorang muslim memakan hidangan Imlek menjadi artikel terpopuler di kanal Islami Liputan6.com, Rabu (29/1/2025).

Artikel kedua yang juga menyita perhatian adalah wudhu batal tapi mau keluar saf sholat berjamaah malu, harus bagaimana? Ustadz Adi Hidayat beri solusi.

Sementara, artikel ketiga terpopuler yaitu bolehkah suami tidak jujur soal penghasilannya kepada istri? Penjelasan Buya Yahya.

Selengkapnya, mari simak Top 3 Islami.

Simak Video Pilihan Ini:

Viral Video Permintaan Maaf Seorang Warga Kebumen yang Singgung Nelayan

1. Bolehkah Muslim Menerima dan Memakan Hidangan Imlek? Simak Penjelasan Ulama dan UAS

Selalu ada hidangan khas saat hari raya umat yang beragama. Misalnya, Idul Fitri dengan kue nastarnya, Natal dengan kue lapetnya, dan Waisak dengan tempoyaknya. Begitu pula dengan Imlek.

Pada tahun baru Imlek juga terdapat hidangan khas yang identik dengan perayaan tersebut. Salah satunya adalah kue keranjang. 

Hidangan Imlek itu tidak hanya dibagikan kepada sesama umat Konghucu. Bahkan, umat Islam pun biasanya kebagian jika tetangga atau kerabatnya merayakan Imlek.

Namun demikian, ketika diberi hidangan makanan dari nonmuslim seperti kue keranjang saat Imlek, apakah boleh muslim menerimanya? Kemudian, bolehkah muslim memakannya?

Untuk menjawab boleh atau tidaknya muslim menerima dan memakan hidangan Imlek, simak berikut penjelasan dari ulama termasuk pendakwah Ustadz Abdul Somad alias UAS.

Selengkapnya baca di sini

2. Batal Wudhu saat Sholat Berjamaah Mau Keluar Saf Malu, Harus Bagaimana? Ustadz Adi Hidayat Menjawab

Batalnya wudhu saat sholat berjamaah sering kali membuat sebagian orang bingung. Ustadz Adi Hidayat (UAH), seorang pendiri Quantum Akhyar Institute, memberikan penjelasan terkait hal ini dalam salah satu ceramahnya.

Menurut UAH, jika makmum batal wudhu ketika sedang sholat berjamaah, maka tidak perlu merasa malu untuk keluar dari saf. "Yang penting, jangan melewati posisi imam saat keluar dari saf," jelas UAH, seperti dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @audioceramah.

UAH memberikan panduan detail terkait adab dan hukum dalam situasi seperti ini. Ia menekankan bahwa makmum yang batal wudhunya tetap diperbolehkan untuk meninggalkan saf, bahkan jika posisinya berada di depan.

"Jika ada keperluan darurat seperti batal wudhu, keluar saf itu diperbolehkan. Tidak ada dosa selama tidak melewati imam," ujarnya.

Ia juga menegaskan pentingnya memahami hukum ini agar tidak terjadi kebingungan. Banyak orang yang ragu untuk keluar saf karena khawatir dianggap melanggar aturan atau merasa malu.

"Sebagian orang takut keluar karena merasa malu. Padahal, kalau tidak meneruskan sholat dalam keadaan batal, justru itu yang benar. Jangan khawatir untuk keluar," tambahnya.

Selengkapnya baca di sini

3. Bolehkah Suami Tidak Jujur kepada Istri soal Penghasilannya? Ini Kata Buya Yahya

Memberikan nafkah kepada istri merupakan kewajiban suami. Untuk mencukupi kewajibannya, seorang suami harus berikhtiar dengan bekerja atau berjualan. 

Perjuangan suami untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-harinya amat mulia. Begitu mulianya kepala keluarga yang berusaha untuk menafkahi keluarganya, disebutkan dalam berbagai hadis tentang keutamaan pencari nafkah.

Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ

Artinya: “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR Bukhari)

Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda, "Nafkah yang diberikan seorang kepala rumah tangga kepada keluarganya bernilai sedekah. Sungguh, seseorang diberi ganjaran karena meski sesuap nasi yang dia masukkan ke dalam mulut keluarganya." (HR Muttafaq alaih).

Memberi nafkah kepada istri dan anak-anak juga bisa menjadi salah satu penyebab diampuni dosa. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Thabrani. Rasulullah SAW bersabda,

"Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek karena bekerja dengan kedua tangannya dalam mencari nafkah maka di saat itu diampuni dosa baginya." (HR Thabrani)

Seorang suami wajib memberi nafkah kepada istri. Lantas, wajibkah suami memberi tahu kepada istrinya tentang jumlah penghasilannya? Pertanyaan ini dijawab lugas oleh KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |