Apa Hukum dan Konsekuensi dalam Islam Jika Mampu Tapi Tak Berkurban? Ini Penjelasannya

2 days ago 9

Liputan6.com, Jakarta Iduladha tiba. Takbir berkumandang. Hewan-hewan kurban mulai disiapkan. Namun tak sedikit umat Islam yang secara finansial mampu, memilih untuk tidak berkurban.

Apakah ini sah? Apa hukumnya tidak berkurban padahal kita mampu? Dan apakah ada konsekuensinya dalam pandangan syariat?

Pertanyaan ini penting, bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menghadirkan pemahaman yang utuh tentang ibadah kurban dan urgensinya dalam kehidupan seorang Muslim.

Kurban: Antara Sunah dan Wajib

Mayoritas ulama mazhab Syafi’i, Malikiyah, dan Hanabilah menyepakati bahwa hukum berkurban adalah sunnah muakad, yaitu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dan tidak semestinya ditinggalkan oleh mereka yang mampu. Artinya, jika seseorang tidak berkurban meski mampu, ia tidak berdosa, tetapi melewatkan amalan yang sangat utama.

Namun, ulama dari mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum berkurban adalah wajib bagi mereka yang memiliki kelapangan rezeki sebagaimana syarat-syarat zakat. Maka dalam pandangan ini, meninggalkan kurban tanpa alasan yang sah bisa berdampak dosa.

Rasulullah Saw bersabda: "Barang siapa memiliki kelapangan (harta) tetapi tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Hadis ini menjadi salah satu dasar pentingnya kurban bagi yang mampu, meskipun para ulama berbeda pendapat dalam memaknai tingkat kewajibannya.

Siapa yang Dianggap Mampu?

Seseorang dianggap mampu berkurban jika pada hari-hari Iduladha ia memiliki kelebihan harta yang melebihi kebutuhan pokok dirinya dan tanggungannya selama hari-hari tersebut.

Kriteria mampu ini tidak mengharuskan seseorang menjadi kaya raya, tapi cukup memiliki keuangan yang stabil dan tidak terbebani utang mendesak.

Dengan demikian, seorang pegawai tetap, pengusaha, atau siapa pun yang memiliki pendapatan tetap dan tidak sedang dalam kesulitan ekonomi serius sebenarnya tergolong mampu. Meninggalkan kurban berarti melewatkan:

  • Kesempatan meraih pahala besar
  • Keteladanan dari Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW
  • Momen berbagi dengan kaum duafa
  • Bentuk syukur atas nikmat rezeki

Lebih dari itu, seseorang yang mampu tetapi menolak berkurban bisa terjerumus pada sikap bakhil (kikir), yang sangat dibenci dalam Islam.

"Dan barang siapa yang kikir, dan merasa dirinya cukup (tidak butuh), serta mendustakan yang terbaik (agama), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesulitan." (QS. Al-Lail: 8–10)

Jangan Anggap Enteng Sunah Muakadah

Kurban bukan hanya ibadah individual, tapi juga ibadah sosial. Dengan kurban, kita membantu masyarakat miskin dan wilayah-wilayah pelosok yang jarang mendapatkan akses gizi memadai, ini adalah bentuk distribusi kekayaan yang adil dan berdampak.

Tidak heran jika Rasulullah SAW sangat menekankan ibadah ini sebagai bagian dari syiar Islam dan solidaritas umat. Meski tidak wajib secara mutlak, sunnah muakad adalah amalan yang sangat ditekankan.

Dalam banyak kasus, Rasulullah SAW terus-menerus melakukannya setiap tahun dan tidak pernah meninggalkannya.

Jika kita mampu, tapi memilih tidak berkurban, itu bisa menunjukkan keringnya semangat ibadah atau hilangnya kepekaan sosial. Padahal Iduladha momen pembersihan hati, pelembut empati, dan pengingat akan nikmat yang Allah berikan.

Jika kamu diberi kelapangan rezeki tahun ini, jangan tunda untuk berkurban. Ini bukan sekadar soal pahala atau hukum, tapi juga tentang siapa diri kita di hadapan Allah dan sesama.

Bantu saudara-saudara kita yang jarang makan daging dan tegakkan syiar Islam melalui ibadah kurban.

Saatnya salurkan kurbanmu lewat Dompet Dhuafa dan wujudkan keberkahan dalam ketaatan.

(*)

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |