Daging Kurban Apakah Boleh Dimakan Sendiri? Hukum Islam yang Perlu Dipahami

1 day ago 7

Liputan6.com, Jakarta Menjelang hari raya Idul Adha, banyak umat Islam yang bersiap melaksanakan ibadah kurban dengan menyembelih hewan ternak. Namun, seringkali muncul pertanyaan mendasar: daging kurban apakah boleh dimakan sendiri? Pertanyaan ini sangat wajar karena daging kurban memiliki ketentuan khusus dalam syariat Islam yang berbeda dengan daging pada umumnya.

Permasalahan daging kurban apakah boleh dimakan sendiri sebenarnya telah dibahas tuntas dalam Al-Quran dan hadits Rasulullah SAW. Para ulama telah memberikan penjelasan yang jelas berdasarkan dalil-dalil syariat yang kuat. Sayangnya, masih banyak umat Islam yang belum memahami hukum ini dengan benar, sehingga terkadang ragu dalam melaksanakan ibadah kurban.

Kami juga akan menjelaskan perbedaan antara kurban wajib dan kurban sunnah yang berpengaruh pada hukum konsumsi dagingnya. Dengan memahami daging kurban apakah boleh dimakan sendiri ini, umat Islam dapat melaksanakan ibadah kurban dengan tenang dan sesuai tuntunan agama.

Berikut ini telah Liputan6.com rangkum, penjelasan lengkap mengenai daging kurban apakah boleh dimakan sendiri berdasarkan pandangan para ulama dan dalil-dalil Al-Quran serta hadits, pada Rabu (28/5). 

Tradisi Muslim di Indonesia berbagi daging qurban kepada yang membutuhkan. Hewan kurban disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah

Mengenal Ibadah Kurban dan Hukumnya

Kurban adalah ibadah yang sangat mulia dalam Islam, dilaksanakan pada tanggal 10-13 Dzulhijjah dengan menyembelih hewan ternak seperti sapi, kambing, atau domba. Ibadah ini merupakan bentuk pengorbanan dan ketakwaan seorang hamba kepada Allah SWT, mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan putra tercintanya.

Menurut mayoritas ulama, hukum kurban adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan) bagi yang mampu. Meski begitu, ada sebagian ulama yang berpendapat wajib. Ibnu Hazm menegaskan bahwa tidak ada sahabat Rasulullah yang menyatakan kurban itu wajib secara mutlak. Namun, ada perbedaan penting antara kurban sunnah dan kurban wajib yang akan mempengaruhi hukum konsumsi dagingnya.

Kurban wajib biasanya berkaitan dengan nadzar atau kafarah yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kurban sunnah dilakukan atas dasar keinginan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Perbedaan jenis kurban ini sangat penting untuk dipahami karena akan menentukan boleh tidaknya mengonsumsi daging kurban sendiri.

Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seorang muslim menyembelih hewan kurban dengan ikhlas karena Allah SWT pada hari raya Idul Adha melainkan akan digantikan oleh Allah SWT dengan kebaikan yang lebih baik dari daging kurban yang disembelihnya." (HR Ahmad). 

Hadits ini menunjukkan betapa besar pahala yang diperoleh dari ibadah kurban yang dilakukan dengan ikhlas.

Dalil Al-Quran Tentang Makan Daging Kurban

Allah SWT telah memberikan petunjuk yang sangat jelas dalam Al-Quran mengenai hukum mengonsumsi daging kurban. Petunjuk ini tercantum dalam surat Al-Hajj ayat 28 yang berbunyi:

لِّيَشْهَدُوا۟ مَنَٰفِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْلُومَٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۖ فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ

Artinya: "Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir."

Kata kunci dalam ayat ini adalah "فَكُلُوا۟ مِنْهَا" (fa kuluu minhaa) yang berarti "maka makanlah sebagian daripadanya". Ini adalah perintah langsung dari Allah SWT yang membolehkan bahkan memerintahkan orang yang berkurban untuk mengonsumsi sebagian dari daging kurbannya. Jadi, secara prinsip dasar, makan daging kurban sendiri adalah halal dan dianjurkan.

Namun, ayat ini juga menekankan kewajiban berbagi melalui kalimat "وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ" (wa ath'imul baa'isal faqiir) yang berarti "dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir". Ini menunjukkan bahwa daging kurban tidak boleh dimakan habis sendiri, melainkan harus dibagikan kepada yang membutuhkan.

Ayat ini mengajarkan keseimbangan sempurna dalam ibadah kurban: mendapat keberkahan dengan mengonsumsi sebagian daging kurban sambil menebar kasih sayang kepada sesama melalui pembagian kepada fakir miskin. Inilah hikmah indah dari syariat Islam yang selalu memperhatikan keseimbangan antara hak pribadi dan kepedulian sosial.

Perbedaan Kurban Wajib dan Kurban Sunnah

Hukum makan daging kurban sendiri sangat bergantung pada jenis kurban yang dilaksanakan. Mazhab Syafi'i memberikan penjelasan yang tegas mengenai perbedaan ini. Kurban wajib seperti kurban nadzar memiliki aturan yang sangat ketat, sedangkan kurban sunnah memberikan kelonggaran yang lebih besar.

Untuk kurban wajib, Mazhab Syafi'i menetapkan bahwa orang yang berkurban dan keluarga yang wajib dia nafkahi tidak boleh memakan dagingnya sedikit pun. Seluruh daging kurban wajib harus dishadaqahkan kepada orang-orang yang berhak, terutama fakir miskin dan kaum dhuafa. Aturan ini sangat tegas tanpa pengecualian.

Sebaliknya, untuk kurban sunnah, orang yang berkurban boleh mengonsumsi dagingnya, minimal satu suapan untuk memperoleh keberkahan. Bahkan dalam Qaul Jadid disebutkan bahwa boleh mengonsumsi hingga sepertiga bagian, sementara sisanya dibagikan kepada kerabat dan fakir miskin. Ini sesuai dengan ayat Al-Quran yang telah disebutkan sebelumnya.

Menurut Qaul Ashoh, meski boleh dimakan sendiri, tetap wajib menshadaqahkan sebagian daging kurban kepada fakir miskin, walaupun hanya kepada seorang saja. Jadi, yang terpenting adalah niat baik dan tidak melupakan kewajiban berbagi kepada sesama. Pemahaman perbedaan ini sangat krusial agar ibadah kurban tidak sia-sia karena melanggar ketentuan syariat.

Teladan Rasulullah dalam Makan Daging Kurban

Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang sangat baik dalam hal mengonsumsi daging kurban. Beliau tidak hanya mengajarkan melalui sabda, tetapi juga mempraktikkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Ini menjadi dalil kuat bahwa makan daging kurban sendiri bukan hanya diperbolehkan, tetapi juga dicontohkan oleh Rasulullah.

Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan:

وَإِذَا كَانَ الأَضْحَى لَا يَأْكُل شَيْئًا حَتَّى يَرْجِعَ ، وَكَانَ إِذَا رَجَعَ أَكُلَ مِنْ كُبِدِ أَضْحِيَتِهِ

Artinya: "Pada saat Idul Adha, beliau (Nabi SAW) tidak makan apapun hingga pulang (dari sholat Idul Adha); dan ketika pulang, beliau makan limpa hewan kurban beliau."

Hadits ini menunjukkan kebiasaan mulia Rasulullah SAW yang berpuasa hingga waktu sholat Idul Adha selesai, kemudian berbuka dengan makan limpa dari hewan kurban beliau sendiri. Ini adalah sunnah yang sangat indah dan bernilai pahala besar jika kita ikuti dengan niat yang benar.

Yang terpenting dari teladan Rasulullah ini adalah soal niat. Jika kita makan daging kurban dengan niat mengikuti sunnah Rasulullah dan untuk mendapat keberkahan, maka itu akan bernilai ibadah. Namun jika niatnya hanya untuk memuaskan nafsu atau karena daging kurban lebih enak, maka nilai ibadahnya akan hilang bahkan bisa menjadi tidak diperbolehkan.

Sunnah Rasulullah ini juga mengajarkan tentang keseimbangan yang sempurna. Beliau mengonsumsi sebagian kecil daging kurban untuk mendapat keberkahan, namun sebagian besar tetap didistribusikan kepada yang membutuhkan. Inilah akhlak mulia yang harus kita teladani dalam melaksanakan ibadah kurban.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |