Liputan6.com, Jakarta Setiap kali memasuki Hari Raya Idul Adha, umat Islam di seluruh dunia menyambutnya dengan penuh suka cita melalui ibadah penyembelihan hewan. Dalam tradisi ini, daging kurban adalah simbol pengorbanan, ketulusan, serta kepedulian terhadap sesama. Kegiatan ini bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi mengandung nilai spiritual yang mendalam sebagai bentuk ketundukan kepada perintah Allah SWT.
Penting untuk diketahui bahwa daging kurban adalah bagian dari ibadah yang memiliki tata cara dan aturan tertentu. Proses penyembelihan dilakukan sesuai syariat Islam dan hasilnya kemudian dibagikan kepada yang membutuhkan. Pembagian ini mencerminkan semangat kebersamaan dan keadilan, agar tidak ada yang merasa terabaikan di tengah perayaan besar keagamaan tersebut.
Selain itu, daging kurban adalah bahan pangan bernilai gizi tinggi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Banyak keluarga menanti momen ini untuk menikmati olahan lezat dari hewan sembelihan, karena bagi sebagian besar penerima, momen seperti ini menjadi satu-satunya kesempatan dalam setahun untuk menikmati daging. Maka dari itu, pelaksanaan kurban tidak hanya berdampak pada aspek ibadah, tetapi juga memberikan manfaat sosial yang nyata.
Berikut ini penjelasan terkait daging kurban yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (28/5/2025).
Tahun ini, Hari Raya Idul Adha 1440 H jatuh pada Minggu, 11 Agustus 2019. Sebagian dari masyarakat Indonesai akan mendapatkan daging kurban. Bagaimana mengolah daging kurban? Simak videok berikut ini.
Makna Ibadah Kurban
Ibadah kurban adalah salah satu bentuk ketaatan dan pendekatan diri seorang Muslim kepada Allah SWT yang dilaksanakan dengan menyembelih hewan ternak pada tanggal 10 Dzulhijjah hingga hari-hari tasyrik, yakni tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Tujuan utama dari ibadah ini bukan semata-mata melaksanakan perintah agama, melainkan juga menumbuhkan kepedulian terhadap sesama melalui pembagian daging kurban kepada mereka yang berhak menerimanya.
Dalam Al-Qur’an, tepatnya pada Surah Al-Hajj ayat 36, ditegaskan bahwa bukan darah maupun daging hewan yang akan sampai kepada Allah, melainkan ketakwaan dari orang yang melaksanakan kurban. Hal ini menunjukkan bahwa nilai spiritual kurban sangat bergantung pada ketulusan niat, serta komitmen dalam menyalurkan daging kepada pihak-pihak yang berhak. Oleh karena itu, penyembelihan hewan harus dilakukan dengan penuh keikhlasan dan rasa tanggung jawab sosial terhadap penerima kurban.
Distribusi daging kurban dalam Islam memiliki dimensi sosial yang amat penting, yaitu sebagai bentuk solidaritas dan kasih sayang kepada golongan masyarakat yang membutuhkan. Agama Islam sangat menganjurkan agar daging hasil sembelihan tidak hanya dinikmati oleh orang yang berkurban sendiri, tetapi juga diberikan kepada orang-orang yang kurang mampu agar mereka turut merasakan sukacita dan keberkahan Hari Raya Idul Adha.
Rasulullah SAW dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim menjelaskan bahwa pembagian daging kurban sebaiknya dibagi menjadi tiga bagian: satu bagian untuk dikonsumsi sendiri, satu bagian untuk dibagikan kepada keluarga atau kerabat, dan satu bagian lagi diberikan kepada fakir miskin. Dengan demikian, syariat telah menetapkan siapa saja yang berhak menerima daging kurban secara rinci, demi menjaga keadilan dalam pelaksanaannya.
Ketentuan Syariat dalam Pembagian Daging Kurban yang Benar
Dalam ajaran Islam, pelaksanaan ibadah kurban tidak hanya mencakup proses penyembelihan hewan semata, tetapi juga menuntut kepatuhan terhadap aturan-aturan syariat yang berkaitan dengan pendistribusian daging kurban. Ketentuan ini menjadi penting agar manfaat kurban dapat dirasakan secara adil dan merata oleh mereka yang berhak menerima daging kurban, serta untuk memastikan bahwa ibadah tersebut bernilai sah di sisi Allah SWT. Secara umum, daging kurban dianjurkan untuk dibagi menjadi tiga porsi utama. Satu bagian untuk dikonsumsi oleh shahibul kurban beserta keluarganya, satu bagian disalurkan kepada kaum kerabat atau tetangga dan satu bagian lainnya diberikan kepada fakir miskin. Meski pembagian ini menjadi pedoman yang sering diterapkan, syariat memberikan kelonggaran untuk melakukan penyesuaian berdasarkan kondisi setempat. Yang terpenting, hak orang-orang yang berhak menerima daging kurban tetap diutamakan dan tidak diabaikan.
Untuk kurban yang sifatnya wajib, seperti kurban karena nazar, terdapat ketentuan khusus yang harus diperhatikan. Dalam hal ini, seluruh bagian daging hewan kurban harus disalurkan sepenuhnya kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dan tidak boleh dikonsumsi oleh orang yang melaksanakan kurban tersebut. Hal ini menjadi bagian dari pemenuhan nazar yang tidak boleh dilanggar agar ibadah tersebut benar-benar sesuai dengan tuntunan agama. Selain itu, penting juga untuk diketahui bahwa daging kurban tidak boleh diperjualbelikan atau dijadikan sebagai bentuk upah bagi jasa penyembelih. Ketentuan ini ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Namun demikian, jika penyembelih termasuk dalam golongan yang berhak menerima daging kurban, maka ia boleh diberikan bagian daging sebagai sedekah atau hadiah, bukan sebagai bayaran atas jasanya.
Aspek penting lain dalam pembagian daging kurban adalah memastikan bahwa daging yang dibagikan masih dalam kondisi baik dan layak untuk dikonsumsi. Hal ini mencerminkan rasa tanggung jawab serta kepedulian terhadap hak-hak penerima, agar mereka benar-benar dapat memperoleh manfaat dari ibadah kurban secara maksimal, baik dari sisi gizi maupun kebahagiaan batin. Demi memastikan pelaksanaan kurban berjalan dengan lebih tertib, amanah, dan profesional, umat Islam juga dapat memanfaatkan layanan dari lembaga-lembaga terpercaya, untuk membantu proses penyembelihan dan pendistribusian agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariat serta tepat sasaran kepada pihak-pihak yang berhak menerima daging kurban.
Golongan yang Berhak Menerima Daging Kurban
1. Fakir dan Miskin
Golongan utama yang berhak menerima bagian dari daging kurban adalah mereka yang termasuk dalam kategori fakir dan miskin.
- Fakir adalah seseorang yang hampir tidak memiliki sumber penghasilan sama sekali untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya.
- Miskin adalah individu yang memiliki penghasilan, namun masih belum mencukupi untuk kebutuhan hidup dasar secara layak.
Memberikan daging kurban kepada kelompok ini merupakan perwujudan dari nilai sosial Islam yang menekankan keadilan dan kasih sayang terhadap mereka yang hidup dalam keterbatasan ekonomi.
2. Kerabat dan Tetangga yang Membutuhkan
Kelompok kedua adalah sanak saudara dan para tetangga yang berada dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah atau hidup dalam kekurangan.
- Dalam ajaran Islam, menjalin tali silaturahmi dan memperhatikan orang-orang terdekat merupakan amal yang sangat dianjurkan.
- Dengan membagikan daging kurban kepada kerabat atau tetangga, pelaksanaan kurban bukan hanya menjadi bentuk ibadah individual, tetapi juga mempererat hubungan sosial di lingkungan sekitar.
3. Musafir yang Kehabisan Bekal
Golongan ketiga yang termasuk sebagai penerima daging kurban adalah para musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan jauh, khususnya jika mereka mengalami kesulitan atau kehabisan bekal. Meskipun mereka mungkin memiliki kecukupan di kampung halaman, tetapi dalam kondisi safar (bepergian) yang membuat mereka kekurangan, mereka berhak menerima bantuan. Islam memandang situasi darurat sebagai alasan yang sah untuk memberikan hak kepada mereka atas daging kurban, sebagai bentuk empati terhadap kesulitan sementara yang mereka alami.
4. Panitia atau Amil Kurban yang Tidak Digaji
Golongan keempat adalah para panitia atau amil kurban yang menjalankan tugas dengan ikhlas tanpa menerima bayaran atau upah. Dalam beberapa pendapat ulama, para amil yang tidak diberi imbalan uang, boleh diberi bagian dari daging kurban, bukan sebagai upah, melainkan sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras dan kontribusi mereka. Namun, jika panitia menerima bayaran dalam bentuk uang, maka tidak dibenarkan bagi mereka untuk menerima daging kurban sebagai ganti upah tersebut.
5. Shahibul Kurban dan Keluarganya
Kelompok terakhir yang juga berhak menikmati daging kurban adalah orang yang berkurban itu sendiri (shahibul kurban) beserta keluarganya. Dalam ketentuan syariat, diperbolehkan bagi shahibul kurban untuk mengambil sebagian dari daging kurban guna dikonsumsi pribadi bersama keluarga. Namun, porsi yang diambil sebaiknya tidak berlebihan, karena tujuan utama dari kurban adalah untuk berbagi kepada mereka yang lebih membutuhkan.