Apa Itu Badal Haji? Ini Pengertian, Dalil, Syarat, Ketentuan dan Perkiraan Biayanya

12 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup bagi setiap Muslim yang mampu (istitha'ah). Namun, bagaimana jika seseorang telah berkewajiban haji tetapi secara fisik atau kondisi tertentu tidak mampu melaksanakannya?

Dalam situasi ini, muncul konsep badal haji, yakni pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan seseorang atas nama orang lain yang tidak mampu atau telah meninggal dunia.

Pemahaman mengenai badal haji ini penting mengingat makin panjangnya waktu tunggu haji. Bisa jadi, seseorang gagal berangkat haji walau sudah mendaftar karena keburu meninggal dunia sebelum waktu keberangkatan tiba.

Dalam beberapa kasus lain, seseorang sudah mampu berhaji secara finansial dan bahkan waktu, namun karena alasan kesehatan (fisik dan mental), ia dinyatakan tidak istitha'ah atau mampu.

Artikel ini akan membahas mengenai pengertian badal haji, dasar teologi dan regulasi, syarat badal hingga pelaksanaannya.

Pengertian Badal Haji

Badal Haji, secara harfiah berarti menggantikan pelaksanaan ibadah haji, merupakan kegiatan menghajikan seseorang yang telah meninggal dunia (dan belum haji) atau menghajikan orang yang tidak mampu lagi melaksanakannya secara fisik karena adanya udzur.

Merujuk ebook Hasil Mudzakarah Perhajian Nasional tentang Badal Haji, Ditjen Haji dan Umrah Kemenag RI, 2016, badal haji adalah adalah kegiatan menghajikan orang yang telah meninggal (yang belum haji) atau menghajikan orang yang sudah tak mampu melaksanakannya (secara fisik) disebabkan oleh suatu udzur, seperti sakit yang tak ada harapan sembuh.

Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain yang sudah meninggal (sejak di embarkasi dan sebelum pelaksanaan wukuf), juga bagi jemaah haji yang udzur jasmani dan rohani (tidak dapat diharapkan kesembuhannya menurut medis, sakit tergantung dengan alat, dan gangguan jiwa), sehingga tidak dapat melaksanakan wukuf di Arafah.

Dalil Keabsahan Badal Haji

Secara syariah, kebolehan pelaksanaan badal haji disadarkan pada sejumlah dalil dari Hadis Nabi SAW:

Hadis Pertama: Pria Tua Renta

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ الْفَضْلِ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ فَرِيضَةُ اللَّهِ فِي الْحَجِّ وَهُوَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيرِهِ. فَقَالَ لَهَا: "فَحُجِّي عَنْهُ". (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)

Artinya:Dari Ibnu Abbas dari al-Fadhl: "Seorang perempuan dari kabilah Khats’am bertanya kepada Rasulullah: 'Wahai Rasulullah, ayahku telah wajib haji, tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan?' Rasulullah menjawab: 'Kalau begitu lakukanlah haji untuk dia!'" (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis Kedua: Nadzar Orangtua

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا؟ قَالَ: "نَعَمْ، حُجِّي عَنْهَا، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً؟ اقْضُوا اللَّهَ فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ". (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَالنَّسَائِيُّ)

Artinya: Dari Ibnu Abbas ra: “Seorang perempuan dari Bani Juhainah datang kepada Nabi SAW, dia bertanya: 'Wahai Nabi SAW, ibuku pernah bernazar ingin melaksanakan haji hingga beliau meninggal, padahal dia belum melaksanakannya, apakah aku bisa menghajikannya?' Rasulullah menjawab: 'Ya, hajikanlah untuknya. Kalau ibumu punya utang, kamu juga wajib membayarnya, bukan? Bayarlah hutang kepada Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi.'” (HR. Bukhari dan Nasa’i).

Hadis Ketiga: Pria yang Menghajikan Saudaranya

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ: "مَنْ شُبْرُمَةَ؟" قَالَ: أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي. قَالَ: "حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟" قَالَ: لَا. قَالَ: "حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ". (رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ)

Artinya: Dari Ibnu Abbas, pada saat melaksanakan haji, Rasulullah SAW mendengar seorang lelaki berkata: “Labbaika ‘an Syubrumah” (Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, untuk Syubrumah). Lalu Rasulullah bertanya: “Siapa Syubrumah?”. “Dia saudaraku atau kerabatku, wahai Rasulullah”, jawab lelaki itu. “Apakah kamu sudah pernah haji?” Rasulullah bertanya: “Belum” jawabnya. “Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah untuk Syubrumah”, lanjut Rasulullah. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Kelompok yang Dapat Dibadalkan

Dari hadis-hadis di atas, maka bisa disimpulkan sejumlah kelompok yang bisa dibadalkan. Berikut penjelasan rinci mengenai dua kelompok yang dapat dibadalkan hajinya, berdasarkan hasil Mudzakarah Perhajian Nasional 2016 dan pendapat ulama mazhab:

1. Al-Ma’dlub (Orang yang Hidup tapi Tidak Mampu)

Al-Ma’dlub adalah orang yang masih hidup, tetapi secara fisik tidak mampu melaksanakan haji sendiri karena uzur syar’i yang menetap, seperti:

  • Sakit kronis/tak tersembuhkan
  • Usia lanjut (syaikhukhah) yang menyebabkan lemah fisik
  • Cacat fisik permanen
  • Kondisi medis lain yang menghalangi perjalanan atau pelaksanaan manasik

Ketentuan Berdasarkan Jarak:

Jika tinggal jauh dari Masjidil Haram (lebih dari jarak qashr) boleh dibadalkan. Jarak qashr umumnya ± 90 km (2 marhalah) menurut mayoritas ulama.

Contoh: Seseorang di Indonesia, Mesir, Pakistan, dll.

Jika sudah berada di Tanah Haram atau dekat dengannya pada dasarnya tidak boleh dibadalkan. Adalannya, dia dianggap sudah memiliki kemampuan (istitha’ah) karena berada di lokasi haji, sehingga harus melaksanakan sendiri.

"Pengecualian diberikan jika kondisi benar-benar tidak memungkinkan secara fisik (misal: lumpuh total, koma), beberapa ulama memperbolehkan badal berdasarkan qiyas dan kemaslahatan.

"Al-Ma'dlub yang sudah berada di Tanah Haram Makkah atau tempat lain yang dekat dari Tanah Haram Makkah tidak boleh dibadalhajikan, melainkan harus haji sendiri. Tetapi jika kondisinya benar-benar tidak memungkinkan untuk melaksanakan sendiri, maka menurut sebagian pendapat, dia boleh dibadalhajikan di saat dia masih hidup." (Hasyiatul Jamal, Syaikh Sulaiman bin Umar al-Jamal).

2. Untuk Orang yang Meninggal (Al-Mayyit)

Pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain yang sudah meningkat (sejak di embarkasi dan sebelum pelaksanaan wukuf). Juga bagi jemaah haji yang udzur jasmani dan rohani sehingga tidak dapat melaksanakan wukuf di Arafah.

Hal ini mencakup orang yang meninggal sebelum menunaikan haji wajib atau jemaah haji yang meninggal atau tidak mampu melanjutkan ibadah saat sudah berada di tanah suci.

Adapun klasifikasi orang yang dibadal hajikan karena meninggal yakni:

  • Haji Islam (haji yang menjadi kewajiban karena telah memenuhi syarat istitha’ah)
  • Haji Nazar (haji yang dijanjikan kepada Allah)
  • Haji Wasiat (haji yang diwasiatkan sebelum meninggal).
  • Haji Sunnah (haji tambahan setelah haji wajib).

Syarat Badal Haji

Terdapat perbedaan pandangan ulama mengenai syarat bagi orang yang akan membadalkan haji:

Mayoritas Ulama (Mazhab Syafi’i dan Hanbali): Orang yang membadalhajikan harus sudah pernah haji terlebih dahulu untuk dirinya sendiri. Jika belum, maka tidak sah menghajikan orang lain.

Minoritas Ulama (Mazhab Hanafi dan Maliki): Orang yang belum haji boleh menghajikan orang lain dan sah menurut hukum, tetapi orang tersebut dianggap berdosa karena belum menunaikan haji untuk dirinya.

Badal haji secara umum merupakan manifestasi dari Istitha’ah bighairihi (kemampuan berhaji dengan jasa orang lain), yang berlaku bagi jamaah dalam kondisi al-ma'dlub dan al-mayyit.

Pelaksanaan Badal Haji

Badal haji diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istitha’ah Kesehatan Jemaah Haji, dan Keputusan Dirjen Nomor 456 Tahun 2015 tentang Pedoman Safari Wukuf dan Badal Haji.

Pelaksanaan (kaifiyah) Badal Haji sama dengan pelaksanaan haji untuk diri sendiri, namun niat haruslah niat badal untuk orang yang diwakilkan.

Para fuqaha berbeda pendapat mengenai miqat (batas waktu dan tempat memulai ihram) untuk Badal Haji:

  • Mazhab Hanbali: Wajib memulai ihram dari miqat negeri orang yang dibadalkan. Kecuali biaya tidak mencukupi, maka boleh dari miqat mana saja yang mudah.
  • Imam Atha’ bin Rabah: Jika orang yang diwakilkan tidak berniat dari suatu tempat, maka orang yang membadalkan boleh memulai niat ihram dari miqatnya sendiri.
  • Imam Syafi’i: Orang yang membadalkan harus berniat dari miqatnya orang yang dibadalkan.

Biaya Badal Haji dan Ketentuan Siapa yang Membayar

Tak ada ketentuan pasti berapa biaya badal haji. Merujuk sejumlah laman Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), biasanya berkisar antara Rp7 juta - Rp16 juta.

Syariat mengatur sumber pembiayaan badal haji. 

1. Untuk Am-Mayyit (Orang yang Meninggal)

Sumber pembiayaan adalah harta peninggalan (tirkah) si mayyit. Urutannya yakni:

  • Dari harta warisan sebelum dibagikan
  • Tidak boleh melebihi 1/3 harta jika ada wasiat
  • Jika harta tidak cukup, tidak wajib bagi ahli waris membiayai
  • Ahli waris atau orang lain disunnahkan membiayai secara sukarela

2. Untuk Al-Ma'dlub (Orang Hidup yang Tidak Mampu)

Dibiayai oleh orang itu sendiri dari hartanya. Jika tidak mampu secara finansial, haji belum wajib baginya dan tidak perlu dibadalkan.

People Also Ask:

Apa yang dimaksud dengan badal haji?

Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji oleh seseorang atas nama orang lain yang tidak dapat melaksanakannya sendiri karena meninggal dunia atau karena uzur fisik seperti sakit permanen atau usia lanjut. Tujuannya adalah agar orang yang bersangkutan tetap dapat memenuhi kewajiban haji melalui perantara orang lain.

Berapa biaya untuk badal haji?

Biaya badal haji bervariasi tergantung paket dan penyelenggara, mulai dari sekitar Rp7 juta hingga Rp16 juta untuk paket standar, dan bisa mencapai Rp55 juta untuk paket yang lebih lengkap. Ada juga program yang lebih terjangkau dengan biaya sekitar Rp9 juta hingga Rp11 juta. Biaya ini umumnya sudah termasuk biaya pelaksanaan haji, hewan dam, dan dokumentasi seperti foto/video.

Lebih utama sedekah atau badal haji?

Maka jika harus dijawab mana yang lebih utama antara sedekah atau haji berkali-kali, jelas jawabannya adalah sedekah.

Siapa yang boleh badal haji?

Mengenal Badal Haji, Hukum, Tata Cara, dan SyaratnyaYang boleh membadalkan haji adalah orang yang memenuhi syarat-syarat badal haji, yaitu harus sudah pernah berhaji untuk dirinya sendiri, beragama Islam, baligh, berakal, amanah, dan mampu secara fisik serta memahami rukun haji. Orang yang dibadalkan hajinya adalah mereka yang telah meninggal dunia atau yang tidak mampu secara fisik (misalnya sakit permanen atau usia renta) meskipun mampu secara finansial.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |