Cara Sederhana Cek Hewan Kurban Sehat Menurut Pakar UGM, Cukup Pegang Telinga

2 days ago 8

Liputan6.com, Jakarta Setiap tahun menjelang Idul Adha, jutaan umat Muslim di Indonesia mempersiapkan diri untuk melaksanakan ibadah kurban. Namun, tampaknya masih banyak yang belum memahami seluk-beluk memilih hewan kurban yang tepat. Kesalahan dalam memilih hewan bisa berakibat fatal, kurban yang sudah direncanakan dengan susah payah bisa menjadi tidak sah atau bahkan berbahaya bagi kesehatan.

Wakil Ketua Halal Center Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Ir. H. Nanung Danar Dono, mengungkap berbagai fakta penting tentang praktik kurban yang benar. "Yang penting penampakan secara umumnya sehat. Penampakan umum sehat," tegas Dr. Nanung, saat ditemui di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Senin (26/5/2025).

Selanjutnya, Dr. Nanung juga mengupas tuntas tentang bagaimana penanganan terhadap hewan kurban yang sakit secara mendadak di hari penyembelihan. Harapanya umat Islam terutama panitia penyembelihan hewan kurban memahami dengan baik ciri-ciri hewan kurban yang sehat serta penanganan yang diperlukan jika kondisi hewan kurban sakit secara mendadak, sehingga pelaksanaan ibadah kurban sah menurut syariat dan tidak membahayakan masyarakat.

Jelang hari raya Idul Adha, penjual hewan kurban di Semarang, Jawa Tengah punya cara unik untuk merawat sapinya. Penjual sapi kurban tersebut memberikan layanan pijat dan jamu khusus untuk sapi-sapinya.

Cara Memilih Hewan Kurban yang Sehat

Dr. Nanung menekankan bahwa menilai kesehatan hewan tidak selalu memerlukan keahlian khusus yang rumit. Bahkan memastikan kondisi hewan kurban benar-benar sehat dan layak disembelih atau tidak bisa dilakukan dengan cara yang sederhana.

"Orang-orang yang biasa memelihara sapi kan tahu ya, sebenarnya sapi sehat atau sakit. Ya kalau kita sih diberi makan, kalau dia mau makan lahap berarti dia sehat. Kalau nggak mau makan, nek ora wareg (kalau tidak kenyang) ya sakit."

Indikator pertama yang paling mudah diamati adalah nafsu makan hewan. Hewan yang sehat akan menunjukkan tanda saat diberi pakan, makan dengan lahap, dan tidak memilih-milih makanan. Selain itu, cara berjalan hewan juga menjadi petunjuk penting.

"Ketika kondisi hewan itu secara fisik sehat, makannya lahap, jalannya sehat, tegap, gagah, wajahnya ceria, moncongnya itu sedikit basah berembun, napasnya normal, kemudian kakinya juga normal, mulutnya tidak ada luka, tidak ada benjol-benjolan penyakit lato-lato, itu berarti dia oke."

Dia juga menambahkan, salah satu kearifan lokal yang sangat efektif dan mudah dipraktikkan adalah cara mengecek demam pada hewan melalui telinga.

"Demam itu tidak diukur dengan termometer, tapi dipegang telinganya. Telinganya itu dingin. Kalau demam, ini panas banget." Dr. Nanung menjelaskan.

Namun, ada peringatan khusus yang harus diperhatikan terkait demam tinggi pada hewan. "Nah kalau demam tinggi hati-hati, karena salah satu indikasi hewan kena penyakit antraks itu demam tinggi. Demam tinggi itu bukan satu-satunya indikasi antraks ya, bisa penyakit yang lain, tetapi hati-hati, itu sudah indikasi awal, bahwa hewannya sakit."

Meskipun pemeriksaan sederhana sudah cukup membantu, Dr. Nanung tetap menyarankan pentingnya surat keterangan resmi.

"Akan lebih baik kalau ada SKKH. SKKH itu kalau zaman sekarang Surat Veteriner. SKKH itu Surat Keterangan Kesehatan Hewan. Itu surat dari dokter hewan untuk menyatakan hewan ini sehat. Idealnya yang seperti itu, yang ada. Tapi kalaupun itu tidak ada, ya sudah," tambahnya.

Penanganan Hewan Kurban yang Sakit Mendadak

Situasi yang paling mengkhawatirkan bagi panitia kurban adalah ketika hewan yang awalnya sehat tiba-tiba menunjukkan gejala sakit menjelang hari penyembelihan. Terkait hal ini, Dr. Nanung menekankan prinsip dasar yang harus dipahami dalam menilai sah tidaknya kurban.

"Jadi sah dan tidak sahnya itu ketika kita membeli. Yang tidak sah adalah ketika kita mencari hewan yang sakit." Prinsip ini memberikan ketenangan bahwa jika hewan dibeli dalam keadaan sehat, kemudian sakit di kemudian hari, tidak otomatis membatalkan kurban tersebut.

Klasifikasi tingkat penyakit juga menjadi kunci dalam menentukan langkah selanjutnya. "Tapi kalau hewan itu sehat, kemudian hari H itu sakit, sakitnya seperti apa? Kalau yang biasa saja itu boleh, disembelih boleh, untuk kurban boleh," Dr. Nanung menjelaskan bahwa tidak semua penyakit otomatis membatalkan kurban.

Sebagai contoh konkret, Dr. Nanung memberikan ilustrasi kasus yang sering terjadi di lapangan. "Misalnya waktu dibeli itu sehat. Kemudian dikirim ke lokasi ke masjid H-1 menunjukkan gejala penyakit mulut dan kuku, tapi masih bisa berdiri. Penyakit mulut dan kuku itu tidak menular ke manusia. Maka untuk kurban sebenarnya sah."

Kasus seperti ini menunjukkan bahwa ada penyakit tertentu yang tidak membahayakan manusia dan masih memungkinkan hewan untuk dikurbankan. Namun, untuk mencapai kesempurnaan dalam beribadah, Dr. Nanung menyarankan langkah yang lebih ideal.

"Tapi kalau kita ingin sempurna, dalam arti kita ingin karena ini persembahan untuk Allah subhanahu wa ta'ala, ya sudah jangan pakai yang ini. Ini ditukar dulu dengan yang sehat, itu lebih bagus."

Saran ini menunjukkan bahwa meskipun secara syariat boleh, namun mengganti dengan hewan yang sehat akan lebih baik sebagai bentuk pengabdian kepada Allah. Solusi praktis yang ditawarkan adalah sistem tukar tambah yang tidak memberatkan pemilik kurban.

"Bukan dibatalkan, ditukar. Iya ditukar dengan hewan yang sehat. Kalau perlu tukar tambah ya nggak apa-apa." Sistem ini memberikan fleksibilitas bagi panitia kurban untuk tetap melaksanakan ibadah dengan kualitas terbaik tanpa harus merugi secara finansial.

Dr. Nanung juga memberikan perspektif spiritual yang menenangkan terkait biaya tambahan yang mungkin timbul. "Nah tambahan biaya itupun nanti akan dikembalikan oleh Allah." Beliau menekankan bahwa dalam konteks ibadah, setiap pengorbanan finansial yang dilakukan dengan ikhlas akan mendapat balasan dari Allah, sehingga tidak perlu khawatir dengan biaya tambahan yang dikeluarkan untuk menyempurnakan ibadah kurban.

Ditemukan Cacing Hati pada Hewan Kurban

Setelah proses penyembelihan selesai, pemeriksaan organ dalam hewan menjadi tahap penting yang tidak boleh diabaikan. Dr. Nanung menjelaskan bahwa ada dua organ utama yang harus diperiksa dengan teliti. "Yang sering dicek itu kan hati dan limpa. Di hati, hati tidak ada hubungan dengan antraks, hati itu ada cacing hatinya atau tidak? Cacing hati atau Fasciola hepatica itu ada di hatinya atau tidak?"

Lebih lanjut, Dr. Nanung menekankan pentingnya memahami perbedaan mendasar antara cacing hati sapi dengan jenis cacing lainnya agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat menimbulkan kekhawatiran berlebihan. "Yang penting adalah cacing hati sapi itu berbeda dengan cacing pita babi. Jadi jangan keliru memahami."

Dari segi medis, keberadaan cacing hati dalam jumlah sedikit sebenarnya tidak berbahaya bagi kesehatan manusia jika ditangani dengan benar.

"Secara medis sebenarnya cacing hati sapi itu aman tapi secara estetis menjijikkan. Artinya ketika di hati itu ada cacingnya satu atau dua ekor ya kemudian hatinya dimasak matang, aman," kata Dr. Nanung memberikan jaminan keamanan berdasarkan data medis yang ada.

Untuk memperkuat pernyataannya tentang keamanan konsumsi, Dr. Nanung menyampaikan, "Tidak ada satupun kasus orang terinfeksi sakit, keracunan, gara-gara makan hati sapi yang ada cacingnya."

Apa yang disampaikan Dr. Nanung tersebut menunjukkan bahwa selama proses memasak dilakukan dengan benar (hingga matang sempurna), risiko kesehatan dapat diminimalkan bahkan dihilangkan sama sekali. Namun, ada batasan yang jelas dalam menentukan hati mana yang masih layak konsumsi dan mana yang harus dibuang.

"Tapi, maaf kalau hati itu ada banyak cacingnya ya, lendirnya keluar, bau, itu buang aja, itu enggak layak. Tidak hanya secara estetis enggak bagus, tapi menjijikkan lah itu, jangan dimakan buang saja. Tapi kalau cuma 1, 2 ekor, masih aman," imbuhnya.

Bahaya Penyakit Antraks dan Penanganannya

Dr. Nanung juga memberikan peringatan dan penjelasan tentang bagaimana menangani hewan kurban yang diketahui terjangkit penyakit antraks. Penyakit antraks merupakan ancaman serius yang harus diwaspadai dalam pelaksanaan kurban. Dr. Nanung menegaskan dengan tegas bahwa jika ditemukan indikasi antraks, tidak ada kompromi yang bisa dilakukan. "Nah kalau antraks itu harus cancel, ya di-cancel, ditunda sampai sehat sempurna."

Pembatalan atau penundaan penyembelihan hewan kurban yang terjangkit antraks perlu dilakukan, karena penyakit ini bukan hanya mengancam kesehatan hewan, tetapi juga dapat membahayakan nyawa manusia jika tidak ditangani dengan benar. Antraks dapat dilakukan melalui pemeriksaan organ dalam hewan setelah penyembelihan.

"Limpa itu indikasi hewanya kena antraks atau tidak. Kalau antraks itu limpanya seperti kebakar." Limpa yang terinfeksi antraks akan menunjukkan penampakan seperti terbakar, yang mudah dikenali oleh dokter hewan yang berpengalaman. Pemeriksaan ini menjadi tahap krusial dalam memastikan keamanan daging kurban yang akan dikonsumsi masyarakat.

Jika ditemukan hewan yang terinfeksi antraks, protokol darurat harus segera diterapkan tanpa kompromi. "Harus hentikan, lokalisir, karena bakteri bacillus anthracis itu kan hidupnya di pembuluh darah. Ketika hewan disembelih darahnya keluar, ketika bakteri keluar maka dia akan berubah menjadi spora. Sporanya bisa kemana-mana," katanya memperingatkan.

Protokol penanganan antraks sangat ketat dan tidak boleh diabaikan. Sebab, semua daging di lokasi tersebut harus dimusnahkan untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, meskipun ini berarti kerugian material yang tidak sedikit.

"Nah kalau ketahuan ada antraks maka semua di situ itu harus dispose dimusnahkan atau dipendam. Kenapa? Karena bisa nyebar kemana-mana," Dr. Nanung menekankan.

Selanjutnya, Dr. Nanung menceritakan kasus antraks yang pernah terjadi di Gunungkidul sebagai pembelajaran bagi semua pihak. "Dua atau tiga tahun yang lalu di Semanu di Dusun Jati (Kabupaten Gunungkidul) itu ada 86 orang kena penyakit antraks. Bukan delapan, 86 orang."

Tragedi di Gunungkidul bermula dari seekor sapi yang mati mendadak dan didiagnosis antraks oleh petugas. Meskipun sudah diinstruksikan untuk dikubur, warga kemudian melakukan tindakan fatal.

"Ketika petugasnya pergi, itu dibongkar lagi, mungkin eman-eman, dipotong-potong, dibagikan ke masyarakat. Akhirnya 86 orang kena antraks. 14 orang bergejala, satu orang meninggal," katanya menambahkan.

Dalam menghadapi situasi seperti ini, Dr. Nanung menekankan prioritas yang harus dipegang teguh. "Lebih berharga nyawa manusia daripada daging. Insyaallah niat kurbannya sudah sampai ke Allah." 

Meskipun tidak mendapatkan daging kurban karena harus dimusnahkan, niat baik untuk berkurban tetap tercatat sebagai amal kebaikan di sisi Allah, dan yang terpenting adalah keselamatan semua orang terjaga.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |