Liputan6.com, Jakarta - Menjelang akhir Desember, umat manusia di seluruh dunia bersiap menyambut datangnya tahun baru. Suasana malam pergantian tahun dipenuhi cahaya kembang api, pesta musik, dan berbagai kegiatan hiburan. Tak jarang, umat Islam pun turut berpartisipasi, baik dengan cara berkumpul bersama keluarga, menghadiri acara doa bersama, atau bahkan mengikuti perayaan yang bersifat umum. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan yang terus berulang setiap tahun: bagaimana sebenarnya hukum merayakan Tahun Baru 2026 menurut Islam? Apakah perayaan tersebut diperbolehkan, makruh, atau justru haram dilakukan?
Pertanyaan ini penting, karena menyangkut sikap umat Islam terhadap budaya global yang semakin meluas. Di satu sisi, Islam tidak menolak kebahagiaan dan ekspresi sosial manusia. Namun di sisi lain, agama ini mengajarkan agar umatnya berhati-hati dalam meniru tradisi yang tidak berasal dari ajaran Islam. Oleh sebab itu, memahami hukum merayakan tahun baru tidak cukup hanya dengan melihat kebiasaan masyarakat, tetapi juga harus ditinjau dari dasar-dasar syariat, tujuan ibadah, dan nilai moral yang dikandungnya.
Asal-Usul Perayaan Tahun Baru
Perayaan Tahun Baru 2026 merupakan bagian dari tradisi Tahun Baru Masehi yang menandai pergantian kalender dari 31 Desember 2025 ke 1 Januari 2026. Momen ini dirayakan secara luas di berbagai belahan dunia sebagai penanda dimulainya tahun yang baru, tanpa lagi dilekatkan pada makna ritual keagamaan tertentu.
Dalam konteks modern, Tahun Baru 2026 lebih dipahami sebagai peristiwa sosial dan hiburan, yang kerap diwarnai pesta kembang api, konser musik, serta beragam kegiatan publik di banyak kota, termasuk di negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim.
Bagi umat Islam, pergantian menuju Tahun Baru 2026 sejatinya tidak memiliki kedudukan khusus dalam ibadah. Islam mengenal kalender Hijriyah yang dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW, sehingga penentuan awal tahun secara keagamaan merujuk pada 1 Muharam. Karena itu, Tahun Baru 2026 tidak termasuk hari besar dalam Islam seperti Idulfitri dan Iduladha.
Meski demikian, dalam praktik sosial, sebagian umat Islam tetap memaknai malam pergantian tahun sebagai momen berkumpul bersama keluarga, bersilaturahmi, atau melakukan refleksi diri atas perjalanan hidup yang telah dilalui. Perbedaan cara menyikapi perayaan Tahun Baru 2026 ini pun memunculkan beragam pandangan di kalangan ulama.
Pandangan Ulama yang Melarang
Sebagian ulama memandang bahwa hukum merayakan Tahun Baru Masehi adalah haram, karena termasuk dalam larangan menyerupai tradisi umat lain atau tasyabbuh. Dalam Islam terdapat prinsip bahwa seorang Muslim sebaiknya menjaga identitas keimanannya dan tidak meniru bentuk perayaan yang tidak berasal dari ajaran Rasulullah ﷺ. Nabi pernah bersabda, “Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” Berdasarkan prinsip ini, merayakan tahun baru dianggap tidak sesuai dengan akidah seorang Muslim yang seharusnya membedakan diri dari praktik keagamaan atau budaya yang tidak berlandaskan Islam.
Pandangan ini menekankan bahwa Islam telah menetapkan dua hari raya resmi: Idulfitri dan Iduladha. Selain keduanya, tidak ada perayaan tahunan yang memiliki dasar ibadah. Maka, ketika seseorang merayakan tahun baru dengan niat ibadah atau dengan cara-cara yang menyerupai ritual umat lain, hal itu dianggap sebagai bid‘ah dan bentuk penambahan dalam urusan agama. Selain itu, realitas yang sering terjadi menunjukkan bahwa perayaan malam tahun baru kerap diisi dengan hal-hal yang tidak sesuai syariat, seperti pesta, minum-minuman keras, musik yang melalaikan, dan pergaulan bebas.
Oleh sebab itu, mereka yang berpandangan demikian menilai bahwa seorang Muslim sebaiknya menjauhi segala bentuk keterlibatan dalam perayaan tahun baru. Pergantian tahun semestinya dimaknai sebagai kesempatan untuk memperbanyak istighfar, memperbaiki diri, dan menata amal ibadah, bukan untuk hura-hura. Bahkan, sebagian berpendapat bahwa sekadar mengucapkan “Selamat Tahun Baru” pun tidak perlu dilakukan, karena dikhawatirkan menjadi bentuk persetujuan terhadap tradisi yang tidak memiliki nilai syar’i. Sikap ini lahir dari semangat menjaga kemurnian tauhid dan loyalitas terhadap identitas Islam.
Boleh dengan Syarat dan Batasan
Berbeda dengan pendapat sebelumnya, ada juga pandangan yang lebih moderat dan menekankan sisi kemaslahatan. Dalam pandangan ini, merayakan Tahun Baru Masehi boleh dilakukan selama tidak disertai maksiat, tidak diyakini sebagai ibadah, dan tidak bertentangan dengan syariat. Perayaan tersebut dianggap sebagai bagian dari kegiatan sosial, bukan ritual keagamaan. Misalnya, seseorang mengadakan makan bersama keluarga, melakukan doa bersama, atau sekadar berkumpul untuk bersyukur atas nikmat Allah selama setahun, semua itu termasuk aktivitas yang diperbolehkan jika diisi dengan hal-hal positif.
Ulama yang berpandangan moderat menilai bahwa Islam tidak melarang seseorang untuk bergembira atau menandai momen tertentu selama tujuannya tidak menyimpang. Justru yang menjadi ukuran adalah isi dari kegiatan itu sendiri. Bila dalam perayaan terdapat unsur kemaksiatan seperti pergaulan bebas, pesta miras, atau pemborosan, maka jelas hal itu dilarang. Namun, bila perayaan dilakukan dalam bentuk muhasabah diri, saling memberi nasihat, atau mempererat hubungan sosial, maka hukumnya boleh dan bahkan bisa bernilai kebaikan.
Pendekatan ini menunjukkan semangat tawazun (keseimbangan) dan wasathiyah (moderasi) dalam beragama. Islam bukanlah agama yang menutup ruang kebahagiaan, melainkan agama yang mengatur agar kebahagiaan tetap berada dalam batas yang benar. Karena itu, perayaan tahun baru bisa menjadi sarana untuk memperkuat nilai spiritual apabila diarahkan kepada hal-hal yang bermanfaat, bukan sebaliknya. Yang terpenting adalah niat dan cara seseorang memaknainya.
Adat Sosial yang Netral
Ada pula pandangan yang melihat perayaan Tahun Baru Masehi sebagai tradisi sosial yang bersifat netral. Menurut pandangan ini, kegiatan yang dilakukan manusia untuk menandai pergantian waktu termasuk urusan duniawi (muamalah), bukan urusan ibadah. Maka hukumnya kembali kepada niat dan isi perayaan tersebut. Jika seseorang menjadikannya sebagai momen refleksi, mempererat silaturahmi, atau menumbuhkan semangat baru, maka hal itu diperbolehkan. Namun bila perayaan itu diisi dengan hal-hal yang bertentangan dengan nilai Islam, maka hukumnya berubah menjadi haram.
Pandangan tradisional ini tidak melihat semua tradisi non-Islam sebagai sesuatu yang otomatis dilarang. Islam memandang bahwa adat dan budaya dapat diterima selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat. Oleh karena itu, pergantian tahun bisa saja dimanfaatkan untuk memperbaiki hubungan antar keluarga, mengingat nikmat Allah, atau menyiapkan diri menghadapi masa depan dengan amal saleh. Perayaan semacam itu bukanlah bentuk penyerupaan terhadap agama lain, melainkan ekspresi sosial yang disesuaikan dengan nilai-nilai Islam.
Dengan cara pandang yang lebih luas ini, umat Islam diajak untuk tidak bersikap kaku dalam menghadapi tradisi duniawi. Islam mengajarkan keseimbangan antara menjaga akidah dan menghormati kebiasaan masyarakat. Maka, yang paling penting bukanlah tanggal atau perayaannya, melainkan bagaimana seorang Muslim mengisi malam pergantian tahun dengan amalan yang bermanfaat, bernilai ibadah, dan membawa kebaikan bagi diri serta lingkungannya.
Pertanyaan dan Jawaban
1. Apakah hukum merayakan Tahun Baru Masehi bagi Muslim?
Boleh jika tidak disertai maksiat dan tidak diyakini sebagai ibadah.
2. Apakah mengucapkan “Selamat Tahun Baru” diperbolehkan?
Boleh dalam konteks sosial, selama tidak mengandung makna keagamaan.
3. Apakah perayaan tahun baru termasuk bid‘ah?
Tidak, karena bukan ibadah; namun menjadi terlarang bila diniatkan sebagai ibadah.
4. Apa yang sebaiknya dilakukan Muslim di malam tahun baru?
Perbanyak zikir, doa, introspeksi, dan niat memperbaiki diri di tahun berikutnya.
5. Bolehkah menghadiri acara doa bersama di malam tahun baru?
Boleh, selama acaranya sesuai syariat dan tidak bercampur kemaksiatan.

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2846286/original/063923800_1562395389-20190706-Pengecekan-Kelengkapan-Administrasi-Calon-Jemaah-Haji10.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4863721/original/068009200_1718356035-20240614-Jamaah_Haji_di_Mina-AP_4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4463324/original/051349000_1686577046-SA_I.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5451540/original/053220900_1766307642-WhatsApp_Image_2025-12-21_at_09.57.19.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2898274/original/080785500_1567273060-Pawai-Obor4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5450229/original/030945800_1766134797-unnamed__2_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5455417/original/084015300_1766655228-Gemini_Generated_Image_w0c7rcw0c7rcw0c7.png)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3309137/original/055065200_1606475068-nurhan-yC70QqvrPRk-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4010958/original/004782000_1651214800-20220429-Itikaf-Lailatul-Qadar-2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1817306/original/097946200_1514746860-Kembang-Api-Monas1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3120324/original/086880400_1588687274-Berdoa_22.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5073993/original/091259700_1735691045-WhatsApp_Image_2024-12-31_at_16.05.22.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5232681/original/059350000_1748244365-Gemini_Generated_Image_hs2t9hs2t9hs2t9h.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5210969/original/067795200_1746521381-48245f82-ed09-40ef-883e-a15efe7e07c5.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435250/original/089688200_1765013911-_DSC2841.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3639110/original/044468000_1637473322-mengaji.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1100208/original/031739700_1451743525-20160101-Kembang-Api-Penjuru-Dunia-AFP-Photo-01.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4700453/original/094011300_1703750925-Ilustrasi_malam_pergantian_tahun__perayaan_Tahun_Baru.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5455045/original/016894200_1766623215-baribadah_di_malam_lailatul_qadar.jpg)


















:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5316291/original/015050100_1755231247-5.jpg)










