Liputan6.com, Jakarta - Dalam khazanah Islam, khususnya dalam tradisi tasawuf, dikenal istilah mukasyafah, yakni terbukanya tabir batin yang memungkinkan seseorang menyaksikan hakikat suatu perkara dengan mata hati.
Dalam perjalanan spiritual, mukasyafah adalah maqam atau kedudukan yang tinggi. Sebab, hanya bisa dicapai oleh orang-orang yang telah menyucikan diri dari hawa nafsu dan dunia yang melalaikan.
Banyak ulama besar yang dikenal mengalami mukasyafah, Imam Abu Hanifah salah satunya. Meski dikenal sebagai ulama yang alim dalam ilmu fiqih, berbagai riwayat menunjukkan bahwa ia pun mengalami karunia spiritual ini.
Salah satu kisah yang sangat populer di kalangan masyarakat adalah cerita tentang kemampuan Imam Abu Hanifah melihat dosa seseorang dari tetesan air wudhu. Kisah ini dimuat dalam kitab Mizanul Kubra karya Syekh Abdul Wahab As-Sya’roni, dikutip Rabu (30/4/2025).
Simak Video Pilihan Ini:
Detik-Detik Kebakaran di Pantai Kemiren Cilacap
Melihat Dosa dari Air wudhu
Dikisahkan bahwa suatu hari beliau melihat seorang pemuda yang tengah berwudhu. Setelah memperhatikan tetesan air yang jatuh dari wajah dan anggota tubuh si pemuda, Imam Abu Hanifah berkata, “Wahai anakku, taubatlah engkau dari durhaka kepada orang tua.”
Pemuda itu pun terperanjat karena merasa belum pernah mengungkapkan kesalahan itu kepada siapa pun. Namun akhirnya, ia mengakui perbuatannya dan segera bertaubat.
Ketika ditanya bagaimana beliau bisa mengetahui dosa itu, Imam Abu Hanifah menjawab bahwa ia melihatnya dari air wudhu yang berjatuhan dari tubuh si pemuda.
Tak hanya satu kali, pengalaman mukasyafah ini dialami pendiri Madzhab Hanafi ini, beberapa kali. Suatu kali, dia menasehati seorang tua yang baru selesai wudhu. Orang tua itu terkejut karena Imam Abu Hanifah mengetahui maksiat yang sering dilakukan.
"Wahai orang tua, jangan kau berbuat zinan, sungguh itu perbuatan yang keji," kata Imam Abu Hanifah.
Orang tua itu pun bertanya, bagaimana ia bisa mengetahui zina yang ia lakukan. Imam Hanafi menjawab bahwa ia melihat dosa itu berguguran dari air wudhuknya.
Minta Mukasyafah dihapus
Dalam sebuah cuplikan video, KH Baha'udin Nur Salim atawa Gus Baha' menjelaskan bahwa apa yang dialami Imam Abu Hanifah sebenarnya telah disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Yaitu dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim.
"Apabila seorang Muslim berwudu dan membasuh wajahnya, maka setiap dosa yang dilakukan oleh matanya akan keluar bersama air atau bersama tetesan terakhir air. Ketika dia membasuh kedua tangannya, maka dosa-dosa yang dilakukan oleh tangannya akan keluar bersama air atau bersama tetesan terakhir air. Ketika dia membasuh kedua kakinya, maka dosa-dosa yang dilakukan oleh kakinya akan keluar bersama air atau bersama tetesan terakhir air hingga dia keluar dalam keadaan bersih dari dosa." (HR. Muslim, no. 244)
Namun menariknya, kata Gus Baha', Imam Abu Hanifah sendiri merasa berat memikul karunia tersebut. Sehingga beliau memohon kepada Allah agar karunia kasyaf itu dicabut darinya, karena merasa tidak nyaman mengetahui aib dan dosa orang lain.
"Makanya saya ini bangga tidak mukasyafah. Maqom kita sekarang ini adalah makom setelah mukasafah. Jadi mukasafah itu repot, repot banget. Dan alhamdulillah, kita ini sudah nggak mukasafah sebelum minta," tutur Gus Baha'.
Dalam beberapa versi kisah, diceritakan pengalaman mukasyafah itu dialami Imam Abu Hanifah selama 7 hari, sebelum kemudian dicabut oleh Allah sesuai permintaannya.