Salah Kaprah Sebutan Haji, Jangan Silau Gelar Kata UAH, yang Benar Begini

12 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Ibadah haji menjadi salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam yang mampu secara finansial dan fisik. Namun, dalam praktik kehidupan sosial, seringkali muncul persepsi bahwa haji adalah sebuah gelar kehormatan.

Ulama Muhammadiyah Ustadz Adi Hidayat (UAH), dalam sebuah ceramahnya, memberikan penjelasan penting tentang pemahaman yang keliru tersebut. Menurutnya, haji sejatinya bukanlah sebuah gelar yang disematkan kepada seseorang setelah menjalankan ibadah tersebut.

Dalam ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat menekankan bahwa haji yang benar adalah haji yang mabrur. Mabrur bukan berarti gelar, melainkan sifat dari hasil pelaksanaan ibadah haji yang diterima oleh Allah dan membawa perubahan positif dalam kehidupan seseorang.

Pernyataan ini disampaikan Ustadz Adi Hidayat dalam sebuah tayangan video yang dikutip pada Jumat (26/04/2025) dari kanal YouTube @nafla_doank, yang membahas tentang makna haji dalam kehidupan seorang Muslim.

Dalam penjelasannya, Ustadz Adi Hidayat mengingatkan bahwa ibadah dalam Islam tidak pernah melahirkan gelar duniawi. Sebaliknya, ibadah adalah sarana untuk meningkatkan kualitas diri dan memperbaiki hubungan dengan Allah serta sesama manusia.

Simak Video Pilihan Ini:

Geger Celeng Masuk Rumah dan Acak-Acak Barang di Banjarsari Sumbang Banyumas

Ini yang Disebut Haji Mabrur

Haji yang mabrur adalah haji yang membekas dalam perilaku. Setelah pulang dari tanah suci, seorang haji seharusnya menjadi pribadi yang lebih baik, meninggalkan maksiat, dan memperbanyak amal kebaikan.

Dalam ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat juga membahas fenomena lucu di masyarakat terkait dengan panggilan "Haji". Ia mencontohkan dengan bercanda bahwa ada orang yang tidak menoleh ketika dipanggil namanya, namun baru menengok ketika disertai panggilan "Haji".

Misalnya, ada seseorang bernama Cepi yang dipanggil, "Pak Cepi" namun tidak merespons. Namun saat dipanggil "Pak Haji Cepi", barulah ia menengok. Fenomena ini, menurut Ustadz Adi Hidayat, menunjukkan adanya kesalahpahaman tentang makna haji.

Ustadz Adi Hidayat menegaskan bahwa panggilan "Haji" seharusnya menjadi pengingat, bukan status sosial. Ini adalah amanah yang Allah titipkan melalui lisan manusia lain agar seorang haji terus menjaga amal kebaikannya.

Menjadi haji bukan berarti menaikkan derajat sosial di tengah masyarakat. Sebaliknya, itu adalah tanggung jawab besar untuk mempertahankan kesalehan dan terus meningkatkan ketakwaan.

Oleh karena itu, Ustadz Adi Hidayat mengajak semua jamaah untuk tidak silau dengan pujian atau status sosial setelah melaksanakan ibadah haji. Fokus utama harus tetap pada memperbaiki diri.

Tak Penting Gelar Duniawi

Dalam Islam, penghargaan sejati diberikan bukan karena gelar duniawi, melainkan karena ketakwaan dan amal shalih yang konsisten dilakukan.

Ustadz Adi Hidayat juga mengingatkan, jangan sampai pengalaman haji yang sudah menguras biaya, tenaga, dan pikiran, dirusak kembali dengan perilaku maksiat sepulang dari tanah suci.

Menurutnya, mabrur adalah buah dari haji yang benar. Ketika seseorang menjadi lebih jujur, lebih amanah, lebih peduli terhadap sesama, itulah tanda-tanda haji yang mabrur.

Di sisi lain, Ustadz Adi Hidayat menegaskan bahwa masyarakat juga perlu bijak dalam menyikapi para jamaah haji. Tidak perlu berlebihan dalam memberikan gelar atau perlakuan istimewa.

Sikap saling mengingatkan untuk menjaga kebaikan jauh lebih mulia daripada sekadar memberikan panggilan-panggilan kehormatan.

Inti dari semua pesan tersebut adalah menjaga keikhlasan, memperbaiki diri, dan menjadikan pengalaman haji sebagai momentum perubahan yang abadi dalam hidup.

Melalui penjelasan ini, Ustadz Adi Hidayat berharap umat Islam dapat memahami kembali makna sesungguhnya dari haji dan tidak terjebak dalam formalitas yang kosong makna.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |